Pandangan kosong seorang pemuda tertaut kan pada bangunan tua didepan maniknya. Entah apa yang sekarang ia rasa, ada rasa enggan untuk menginjakkan tapaknya disini. Pikirannya penuh, penuh-- hingga tak mampu menampikkan bahwa banyak sekali ingatan-ingatan yang tak mungkin ia hapuskan. Sepertinya memang tak akan bisa 'mungkin'.
---------°°°°°---------
"Oh.!wasseo?rapal wanita paruh baya melihat sosok bertubuh tinggi semampai itu masuk.
"Ehm" sautnya singkat. Dilangkahkan kakinya menuju ke arah dapur,duduk diantara kursi-kursi yang sudah usang dimakan waktu, dituangnya cairan bening ke dalam gelas langsung di teguk membasahi kerongkongan. "Kau tidak kerja hari ini, jimin?" saut wanita paruh baya yang tak lain ibu Jimin. Dengus nafas berat "kurasa aku butuh hari bebas untuk sehari, eomma". Ia hanya meng-iya-kan respon yg dilontarkan sang anak.Hari ini rasanya sama saja seperti hari-hari lain selama 25 tahun hidupnya, ya...pemuda berjakun dengan tinggi semampai itu merasa telah membuang waktu selama itu,entah mengapa ia menganggap itu 'membuang waktu' ya memang benar begitu adanya. Bagaimana tidak, Jimin adalah satu dari sekian banyak laki-laki pengangguran di negara maju seperti Korea, tak tau arah hidupnya ini kemana, persis orang bodoh, entah apa yang mengisi saraf-safar dipusat kepalanya itu, abstrak tak nampak layaknya pemikiran yang harusnya diumur sepertinya sudah memiliki kesibukan yang menguntungkan dan menyenangkan untuk dinikmati.
Jalanan yang penuh dengan deru kaki saling bersautan seperti kuda di pacu, bangun besi yang saling adu roda pada jalan aspal serta nyaring bunyi sirine atau klakson memenuhi ruang lingkup pusat kota ini, ya..Seoul. Sudah 10 tahun yang lalu Jimin merasakan kebisingan kota ini, bosan? Hah...rasanya kata itu yang bosan saking entah seberapa sering ia mengucapkannya. Namun ini lebih baik mengisi rungu daripada harus mendengar hal-hal yang sampai sekarang tak ingin ia ingat. Trauma itu...rasanya ingin sekali ia tiba-tiba lupa ingatan, lupa semua hingga seperti bayi baru lahir yang tak tau apa-apa. Tapi ia tak bisa melakukan hal lain, hah..makin terlihatlah kebodohan seonggok Jimin, seakan pikiran itu mengendalikan dirinya, benar-benar gila!
sepasang kaki menyusuri jalan trotoal ber-paving hexagon,tangannya bertautan didalam kantung hodie hitam yang ia kenakan, rambut sedikit berantakan akibat sapuan angin. Hari ini Jimin tak berangkat kerja karena ia sudah dipecat atau bahkan dirinya yang mengundurkan diri karena prkerjaan itu tidak cocok menurutnya.Bukan pertama kali ia melakukan tipu menipu kepada ibunya tentang pekerjaannya. ya..bagaimana lagi pekerjaan yang penghasilannya tak cukup untuk beli sebungkus rokok saja masih di tekuni? Untuk apa, setidaknya itulah yang kerap kali Jimin eluh kan di kepala yang isinya hanyalah 'bagaimana cara mengeluh tentang segala hal' , tapi memang dasarnya saja harga rokok dikorea lebih mahal dari semangkuk ramyon.
Setelah moment berjalan tak tentu arah tujuan, akhirnya sepasang kaki Jimin menuju kedai diujung jalan, kedai 'langganan' karena tempat itulah yang paling sering ia kunjungi. tak perlu berlama- lama diluar ia langsung mendorong pintu yang otomatis lonceng kecil menyuarakan diri menandakan ada orang yang memasukinya, tatapan manik wanita tua yang rasanya sudah tak asing melihat sosok manusia yang bisa dibilang 'bosan' untuk ia lihat.
"Pagii nek.." sapa Jimin.
"Hemm..sudah ada di dapur, ambil saja dan jangan ambil lebih jangan kau pikir aku tidak tau" ketus wanita yang jauh usianya dari ibu Jimin itu."aish..aku bukan pencuri yang perlu kau curigai nek, lagian siapa suruh buat masakan seenak itu" rengeknya. Tanpa ba bi bu Jimin langsung menuju dapur kedai tua ini, tak ada sesi cari mencari untuk semangkuk mie ramyon yang masih mengeluarkan uap panas yang tersedia rapi diatas meja ditambah dengan sebotol banana milk. Ia menggiring tubuhnya kembali ke depan meja kasir nenek tua itu, lalu mendudukkan bokong persis di sampingnya.
" yaahh!! Kenapa mie ini terasa sangat enak setiap harinya" rapal nikmat mulut bantet Jimin.
" cih..itu mie biasa, pengemis pun bisa makan itu kenapa kau angung-agungkan makanan tak sehat seperti itu?" retorik sang nenek. Tak langsung Jimin respon karena masih menikmati 'sarapan' paginya ya walau lebih tepatnya sudah agak siang rupanya, setelah habis dengan sruputan terahir kuah mie lalu di teguk banana milk disampingnya.
"Kau tau tidak nek? Walaupun makanan ini tidak terlalu enak bagiku, tapi masih bisa ditawar karena ini dibuat dari tangan keriputmu maka rasanya sedikit berbeda, lebih spesifik lagi memiliki cita rasa yang berbeda (enak) dan satu lagi walaupun pengemis bisa makan mie buatanmu pun aku tak masalah, karena apa?( terdiam sejenak) Ya karena murah lah..hehehe" sahut Jimin meledek. Wanita tua itu hanya terkekeh mendengar pengakuan receh dari mulut Jimin yang kalau bicara suka seenaknya. " ya sudah nek, ini upah karena sudah memberi makanan tidak sehat, murah, dan enak untukku dan ambil saja kembaliannya" rapalnya sambil menyodorkan lembar kertas pembayaran dan langsung berlalu meninggalkan kedai itu. "(Menggelengkan kepala) dasar anak aneh" kekeh nenek.
--------°°°°°°°°°-------
Hai guys,ceritanya segitu dulu ya huhu..
sorry banget kalo masih kurang bagus dalam memberi feel di ceritanya😣soalnya ini ceritaku yang pertama jadi aku juga berusaha buat cerita ini ga monoton dan ngebosenin. Sorry juga kalo banyak typo atau bahasa yang ga pas sorryyyyyyy banget😭Di next story insyallah bakal lebih baik deh, janji😊
Dan makasih juga udah baca cerita halu part 1 aku😄😄
Ttp stay di next story aku ya...see u@fira_park💜
KAMU SEDANG MEMBACA
ARBORETTUM
Fanfictionsemua orang pasti memiliki hal paling kelam dalam hidupnya. tak terkecuali diriku, lemah,traumatis terhadap apa yang aku ingat. Ya aku benci ini,benci segalanya... Aku tak bisa keluar, tak tahu arah...aku harus kemana? tak ada tujuan.