Gelap. Sempit. Pengap.
Hal itu sudah aku rasakan bertahun-tahun lamanya. Aku begitu tersiksa di ruangan tempatku berada. Berkali-kali aku berteriak meminta pertolongan ketika rasa panas itu menyerang.
Panas. Panas. Panas.
Rasa itu membuatku menggila setiap harinya. Hasrat ingin mencium aroma darah tak pernah terpenuhi. Tangan yang ingin aku gunakan untuk melukai sudah mereka borgol dengan sangat kuat. Memberontak pun rasanya percuma.
Semua orang-orang yang berseragam putih hanya sibuk berteriak satu sama lain. Mereka memasukkan obat-obatan yang tak ku ketahui ke dalam tubuhku ini yang semakin hari semakin melemah.
Sakit!!
Aku terus meraung-raung merasakan sakit yang ku rasakan setiap harinya. Tetapi, mereka menutup mata dan telinga seolah tak terjadi apapun padaku. Suaraku bahkan sudah hampir habis untuk meraung-raung berharap seseorang datang menyelamatkanku dari siksaan ini.
Aku hampir putus asa.
Tapi, dia datang sambil mengulurkan tangannya membawa secercah harapan yang selama ini aku nantikan. Aku ingin mengatakan segalanya yang ku rasakan selama ini. Rasa sakit yang hampir membuatku gila ingin ku katakan semua padanya. Tetapi suaraku tak kunjung terdengar seolah aku lupa bagaimana caranya aku berbicara karena yang kulakukan selama ini hanya berteriak.
Tolong..
Tolong aku..
Bawa aku bersamamu...
Dan bebaskan aku dari siksaan ini...
-Angkasa Ardiansyah
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Angkasa : My Pet Boyfriend (On Going)
Teen FictionKamu depresi? Membenci diri sendiri? Cerita ini cocok untuk kamu yang membenci dirimu sendiri dan berusaha untuk menghargai diri sendiri tapi tetap saja gagal. Saya jamin setelah kamu membaca cerita ini kamu akan lebih membenci dirimu sendiri! HAHA...