5. Sosok Pria

120 15 1
                                    

"Jika kamu membandingkan dirimu sendiri dengan orang lain. Maka dirimu akan terlihat tak berharga lebih dari orang lain. Tapi, walaupun begitu kamu tetap harus menghargai dirimu sendiri."

Vikram Andreyson
****

Suasana di kamar dengan penerangan yang samar-samar terasa mencekam. Lantai yang tadinya bersih dipenuhi oleh bercak darah dan pecahan kaca. Kamar yang tadinya rapi sekarang berubah menjadi kapal pecah, sedangkan pelakunya sedang bersimpuh di lantai dengan tangan yang berlumuran darah.

Vikram menghela napas berat. Tadinya dia memang berniat mengunjungi Laura karena ada sesuatu yang harus dia sampaikan mengenai penglihatan masa depan yang dia dapat. Penglihatan tersebut berhubungan dengan Laura, makanya Vikram ingin segera memberitahukan Laura.

Tapi, tak disangka Vikram mendapatkan telepon dari Bi Sumi yang mengatakan bahwa Laura kembali mengalami penyakitnya dan mengamuk di kamarnya. Tentu saja Vikram segera datang untuk mencegah hal-hal tidak diinginkan yang menimpa Laura. Walaupun awalnya Vikram tak menerima hubungan persahabatan mereka, tapi bertahun-tahun menghabiskan waktu bersama Laura membuat Vikram tahu siapa itu Laura dan bagaimana sosok Laura. Terkadang sesuatu yang terlihat belum tentu kebenarannya.

"Laura..., tenang, oke?" Vikram perlahan melangkah mendekati Laura dengan tangan yang terulur berusaha menggapai Laura.

Laura yang secara bertahap mendapatkan akal sehat, sedikit demi sedikit mengangkat kepalanya melihat sosok Vikram di hadapannya. "Vik... ram..., La... ras... mana?" Laura berkata dengan suara terputus-putus, napasnya masih tersengal-sengal. Dia sepertinya berusaha untuk mengatakannya dengan jelas.

"A-ah? L-Laras?" Suara Vikram tercekat, hal pertama yang Laura tanyakan bahkan bukan dirinya sendiri melainkan Laras?

"Haha..." Vikram tertawa terbahak-bahak, tapi tawa itu dipenuhi dengan kepahitan. "Bahkan di antara luka dan darah hal pertama yang lo tanyakan adalah Laras? Apa lo segitu tidak menghargai diri lo sendiri, Laura?!"

Vikram marah, Laura bahkan tidak memedulikan dirinya sendiri dan lebih mementingkan Laras. Laura selalu menganggap bahwa dirinyalah penjahatnya dan semua orang berhak untuk membencinya.

"Menghargai?" Laura membeo, detik berikutnya dia terkekeh geli seolah yang Vikram katakan padanya hanyalah lelucon yang patut ditertawakan. "Apakah gue seberharga itu? Bahkan gue tak bisa dibandingkan dengan permata sekalipun. Adik gue bahkan lebih berharga, bahkan sangat berharga sehingga gue terlihat hina jika disandingkan dengannya."

"Cukup!" Vikram sedikit membentak membuat Laura mengangkat sebelah alisnya heran. "Jangan mengatakan omong kosong begitu banyak!"

"Kenapa? Bukankah ucapan gue benar?"

Vikram tak menanggapi ucapan Laura. Dia terlalu muak menanggapi ucapan Laura. Dia melengos dan melangkah menuju pintu kamar Laura. Sebeluenghilang dari pandangan Laura, Vikram meninggalkan beberapa patah kata. "Cepatlah bersiap! Ada hal penting yang perlu gue sampaikan."

"Hm." Laura hanya bergumam. Dia melirik pintu kamarnya yang tertutup rapat lalu beringsut berdiri. Matanya mengedar menatap seisi kamarnya lalu mengendikkan bahunya seolah tak peduli dengan apa yang terjadi dengannya beberapa saat lalu.

Kakinya melangkah di atas pecahan kaca membuat beberapa pecahan kaca menusuk kakinya. Darah merembes dari telapak kakinya seiring langkahnya menuju kamar mandi dengan meninggalkan jejak kaki berdarah yang terlihat mengerikan.

Laura membanting pintu kamar mandi lalu menyalakan shower membuat air mengguyur seluruh tubuhnya. Laura menggumamkan beberapa kata dengan senyum sinis terukir di wajahnya. "Cih, bahkan yang dia ucapkan lebih omong kosong."

****

Vikram mengetuk-ngetuk jarinya di setir mobil. Dia menunggu Laura yang sedang bersiap-siap beberapa menit yang lalu. Vikram menolehkan kepalanya saat mendengar suara pintu yang tertutup dari sampingnya. Dia mengernyit merasa janggal dengan keterdiaman Laura.

"Lo udah tenang, Ra?" Vikram bertanya dengan penuh perhatian. Tapi, Laura tak meresponnya melainkan melengoskan kepalanya menatap ke luar jendela seolah tak ingin Vikram menanyakan beberapa hal padanya.

"Huft..." Vikram menghela napas pasrah. Dia mulai menjalankan mobilnya meninggalkan halaman mansion Laura. "Lo bisa enggak rekomendasikan tempat yang nyaman untuk kita membicarakan hal yang ingin gue sampaikan?"

Laura tetap diam tak menanggapi pertanyaan Vikram. Tatapannya terlihat kosong mengamati kendaraan lain yang berlalu lalang. Sesekali terdengar helaan napas penuh keputusasaan. Entah apa yang Laura pikirkan sampai membuatnya seperti itu. Dia hanya menggumamkan beberapa kata. "Kamu di mana?"

Vikram menggeram kesal melihat Laura yang terlihat lesu tidak seperti biasanya. Dia akhirnya menghentikan mobilnya di sembarang tempat yang sepi. Laura yang merasa pergerakan mobil terhenti akhirnya menolehkan kepalanya pada Vikram yang menatapnya tajam.

"Dengerin gue!" Vikram memaksa Laura menghadapnya dengan menekan pundak Laura. Suaranya terdengar sinis bercampur lelah. "Gue cuma mau bilang bahwa gue mendapatkan penglihatan mengenai masa depan lo bersama sosok pria."

Laura mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia menatap tertarik Vikram yang membuat Vikram tersenyum tipis. "Pria? Apakah dia peliharaan?"

"Ah? Peliharaan?" Vikram tercengang mendapatkan respon yang tak terduga.

Laura mengangguk antusias namun tatapannya masihlah tajam seperti biasanya. "Pria itu peliharaan wanitanya."

Penjelasan singkat dari Laura membuat Vikram sedikit mengerti mengenai arah pembicaraan Laura. Dia tak bisa berkata-kata, akhirnya hanya merespon secara asal-asalan. "Ya, pria atau peliharaan terserah apa mau lo tapi dia yang akan selalu bersama lo nanti."

"Bersama? Seperti peliharaan dan majikannya?"

"Ah, mungkin seperti itulah." Vikram tak bisa berkata-kata lagi, akhirnya dia mengambil sesuatu dari dasboard mobilnya. "Ini wajah yang gue lihat di mimpi gue. Terserah lo mau nyari nih cowok atau enggak."

Vikram menyerahkan kertas yang berisi gambar wajah seseorang yang terasa asing di penglihatan Laura. Wajah itu sangat tampan dengan alis yang tebal dan bibir tipis serta rahang yang kokoh. Tatapan matanya yang ada di gambar bahkan terlihat tajam, entah Vikram yang asal dalam menggambar atau memang benar adanya pria itu seperti yang digambar.

"Cari." Satu kata itu penuh dengan nada memerintah yang tampak tak terbantahkan.

Vikram tersenyum kecut melihat Laura yang menatapnya menuntut. "Gue udah tahu pasti lo mau gue nyari cowok itu. Tapi, Ra... cowok itu ada di tempat yang bahkan enggak gue sangka-sangka."

"Di mana?" Laura menekan setiap katanya. Dia menatap tajam Vikram yang tampak ragu untuk mengatakannya.

Vikram melengos menatap ke luar jendela tampak menimang-nimang apakah dia akan mengatakannya atau tidak. Saat Vikram masih tampak ragu, matanya tak sengaja menangkap sebuah bangunan yang terlihat jauh dari jalan tempat Vikram memarkirkan mobilnya. Bangunan bercat putih pudar itu terlihat kokoh walaupun banyak tanaman-tanaman liar yang menjalar dan menempel di tembok-tembok.

Vikram tersentak, matanya terlihat membulat melihat bangunan yang terasa familier di penglihatannya. "I-ini, 'kan tempat cowok itu berada."

*****
TBC_

Dear Angkasa : My Pet Boyfriend (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang