"Jika aku diberi pilihan akan hidupku atau hidup orang lain. Maka aku akan memilih hidup orang lain karena hidupku tak lebih berharga dari hidup orang lain."
Laura Chintya Bella
*****"
Peringkat 1, Laras Chintya Bella. Peringkat 2, Laura Chintya Bella. Peringkat 3, Valen Anindya. Nama yang Ibu sebutkan tadi, silakan maju ke depan untuk menerima penghargaan." Wali kelas Laura mengumumkan peringkat yang berhasil diraih setelah Ujian Akhir Semester di Sekolah Dasar.
Ketiga orang yang disebutkan tadi, maju ke depan termasuk Laura. Mereka menerima bingkisan hadiah dengan sertifikat penghargaan. Bingkisan hadiah Laraslah yang paling besar dan Valen mendapat bingkisan yang terkecil. Valen melirik Laras dengan tatapan bengis. Sorot matanya menunjukkan rasa iri dan juga tak terima karena bukan dirinyalah yang mendapatkan peringkat 1.
Setelah menerima penghargaan, mereka dipulangkan oleh wali kelas. Laura menggendong tasnya, tangannya digunakan untuk membawa bingkisan hadiah beserta sertifikat penghargaan. Laura melirik Laras yang tampak tersenyum bahagia. Teman-teman Laras menghampirinya dan mengucapkan selamat sambil tersenyum.
Pandangan Laura beralih menatap Vikram yang berdiri gelisah tak jauh darinya. Vikram ingin menghampiri Laura tapi dia ragu karena terlalu takut dan belum terbiasa dengan adanya Laura menjadi sahabatnya.
"Ada apa?" Laura berdiri di depan Vikram membuat Vikram tersentak.
"I-itu..." Vikram gelagapan. Dia takut untuk menyampaikan sesuatu yang akan terjadi. "L-Laras dalam bahaya."
Alis Laura meruncing tajam. Tangannya mencengkeram bahu Vikram dengan tatapan menusuk. "Jelaskan apa yang kamu lihat!"
Vikram menelan salivanya kasar. Laura memang sudah mengetahui mengenai kemampuan Vikram yang bisa melihat masa depan karena Vikram didesak untuk menceritakan mengenai dirinya sendiri. "Laras akan dikeroyok dan dipukuli sampai babak belur oleh teman-teman..."
Vikram menjeda ucapannya. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga Laura. "Valen."
"Hm, aku punya ide. Vikram, kamu ikut denganku." Mata Laura menatap misterius Valen yang sedang berkumpul bersama-sama teman-temannya.
"Kak Laura!" Laras berlari menghampiri Laura. "Aku mau ke toko buku yang ada di dekat sekolah kita. Kakak pulang duluan aja."
Laura tersenyum miring. "Aku dan Vikram ikut."
Laras mengerutkan keningnya heran. "Kak Laura, 'kan enggak suka kalau melihat buku-buku tebal. Katanya suka mual, memangnya enggak apa-apa?"
Laura mengangguk-anggukkan kepalanya. Tangannya mengelus rambut hitam sebahu Laras yang sama persis seperti dirinya. "Enggak apa-apa kok. Ya, 'kan, Vikram?"
Laura menoleh ke arah Vikram yang mengangguk ragu menanggapinya. Mereka berjalan keluar sekolah menyusuri jalan setapak menuju ke toko buku yang letaknya beberapa bangunan dari sekolah. Vikram yang berjalan di belakang menatap sekelilingnya dengan tatapan waspada.
Laura menghentikan langkahnya membuat Laras dan Vikram melakukan hal yang sama. "Kenapa, Kak?"
Laura tak menjawab, dia menatap mobil hitam yang merupakan mobil jemputan Vikram yang mengikuti mereka sedari tadi sesuai permintaan Vikram sebelum keluar dari sekolah. Tanpa aba-aba, Laura merebut bingkisan hadiah Laras dan merebut tas pink Laras lalu melempar tas merah menyala miliknya beserta bingkisan hadiahnya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Angkasa : My Pet Boyfriend (On Going)
Novela JuvenilKamu depresi? Membenci diri sendiri? Cerita ini cocok untuk kamu yang membenci dirimu sendiri dan berusaha untuk menghargai diri sendiri tapi tetap saja gagal. Saya jamin setelah kamu membaca cerita ini kamu akan lebih membenci dirimu sendiri! HAHA...