Prank!
Hancur. Figura berisi foto dua insan yang saling tersenyum itu pecah berserakan di lantai bersama dengan barang-barang lain. Akibat dari kemarahan dan perasaan kecewa seorang istri terhadap suaminya.
"Jahat! Mereka semua jahat!" Jeritnya pilu, menarik-narik rambutnya.
"Astaga, Uci. Jangan sakiti diri kamu sendiri hanya karena pria sialan itu!" Nasehat itu keluar dari bibir seorang pria yang menerobos masuk ke dalam kamar kemudian memeluk erat raga sang wanita yang tak lain adalah adiknya.
Wanita itu masih menangis bahkan semakin pilu setiap detiknya. Terlebih ketika pikirannya terus mengulang peristiwa kelam yang menimpa keluarga kecilnya, semakin membuat tangisnya membeludak.
"Arga pergi, hiks ... ANAK KU PERGI!"
Masih dengan posisi memeluk, pria tadi tak mampu berkutip. Bibirnya terasa tak mampu mengucapkan barang satu kata pun. Air matanya turut jatuh, karena dapat merasakan sakitnya perasaan sang adik. Sudah diselingkuhi, anaknya justru meninggal karena terlambat diberi pengobatan. Rasa sakit mana lagi yang mampu menyaingi rasa sakit sang adik.
"Sayang." Suara dengan nada gemetar itu menyapa dari sesosok pria berpakaian serba hitam yang berdiri di daun pintu.
Wanita tadi sontak mendongak secara perlahan dengan sorot mata penuh kebencian. Secara perlahan ia mengurai pelukan hangat sang kakak, wanita itu bangkit lalu berjalan menghampiri sosok pria yang berdiri di depan pintu tadi.
Plak! Tamparan keras mendarat di pipi pria itu.
"Pembunuh! Dasar pembunuh!" Jeritan itu kembali terdengar dengan tangan yang mencengkram kerah kemeja sang pria.
"Chi, maaf."
Wanita itu tak mengidahkan permintaan maaf sang pria. Rasa sakitnya terlalu dalam hingga sulit menerima ucapan itu. Dia sudah terlalu tenggelam dalam perasaan kecewa yang dibuat oleh orang tersayangnya.
"Aku nggak butuh maafmu, aku cuma butuh agra. Aku cuma pengen anak ku. Cepet balikin!"
Dia kembali berteriak pilu. Membuat seisi rumah mampu mendengar suara yang menyakitkan itu. Hingga tak mampu berbuat apa-apa selain turut berduka atas apa yang terjadi.
Melihat respon sang suami yang hanya diam tak berkutip. Wanita tadi geram bukan main. Diraihnya sebuah vas yang sudah setengah hancur kemudian tanpa rasa ragu ia memukul sang suami dengan benda itu.
Pria tadi berteriak kesakitan kala serpihan vas keramik memasuki matanya. Darah merembes keluar baik dari dahi, leher, maupun matanya. Meski melihat tingkah brutal sang adik, pria pertama tadi memilih diam. Merasa sikap sang adik sudah benar.
"Pembunuh! Dasar pembunuh!" Wanita itu terus berteriak tanpa henti meski sudah berusaha ditengankan oleh beberapa kerabat lainnya. Sebelum akhirnya pandangannya buram dan menggelap.
"Ya ampun, Dio---"
****"Diora kamu bangun, Nak?"
"Eumh." Yucci menggeliat kurang nyaman saat rasa nyeri perlahan menggerogoti sekujur tubuhnya.
"Sssh ... sakit." Ia berujar lirih dengan mata yang perlahan terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET STORY
FanfictionPrada. Nama itu adalah sebuah kutukan yang membawa Yucci pada kehidupan penuh kesengsaraan. Karena kehadiran pria cacat yang sialnya adalah kakaknya itu, ia harus tahan banting mendengar cacian dari banyak orang. Bahkan seluruh teman sekelasnya jiji...