Tamu|| Part.5

51 10 2
                                    

"Tapi dia keliatan kaya anak baik-baik, Cok. Ya kali indehoy kek gitu, mana sama kakek-kakek lagi." Bantah Paul merasa kurang percaya dengan cerita yang disampaikan oleh seorang temannya.

Sosok pemuda berkacamata dengan panggilan Yuan itu berdecak kesal merasa diragukan. Kemudian berujar, "dih, itu tuh cuma topeng. Di belakang mah aslinya kek uler."

"Iya kayak lo, di depan ketos di belakang kek setan." Sahut salah seorang teman Paul yang berambut Wolf itu, namanya Kio.

Yucci tertawa setelah mendengar berbagai gurauan serta gosip yang Paul dan teman-temannya ucapkan. Perasaannya yang sebelumnya tidak begitu nyaman dan bosan karena harus terkurung di ruangan bernuansa putih itu kini telah sirna. Ia merasa cukup terhibur dengan kedatangan Paul dan teman-temannya pria itu.

"Kiwkiw Yucci cantik banget sih kalau senyum." Goda Kio.

"Apa sih?!" Balas Yucci salah tingkah.

"Ea ea ada yang salting nih," Ucap Yuan menimpali.

Melihat hal itu Paul dan kedua temannya semakin tergelak dan semakin gencar menggoda gadis itu.

Sementara Yucci nampak begitu senang dengan kedatangan Paul dan kedua temannya. Di ruangan lain Prada merasa sangat geram karena ayah dan ibunya melarang dirinya untuk menemui Yucci.

"Sabar Prada, ada yang sedang menjenguk Yucci. Tidak enak jika tiba-tiba menyela," Ucap Tiffany mencoba memberikan pengertian terhadap Prada.

"Siapa yang menjenguk nya?" Tanya Prada setelah menelan ludahnya kasar. Khawatir apabila orang yang menjenguk adiknya adalah Sean.

Tiffany menjawab tanpa mengalihkan tatapan matanya dari ipad yang ada di hadapannya, "jika tidak salah namanya paul dia datang bersama dengan kedua temannya."

"Paul? Dia laki-laki?"

Tiffany mengangguk santai masih dengan tatapan tertuju pada ipadnya. Pekerjaannya lebih berharga ketimbang menanggapi ocehan tidak bermutu dari anak itu.

"Ya. Kenapa apa ada masalah?" Ucap Tiffany.

"Masalah? Apa Anda gila? Anda membiarkan nya satu ruangan dengan seorang pria?" Sengak Prada mengungkapkan amarah.

Melihat amarah Prada yang berapi-api Tiffany tersenyum remeh. Meletakan iPadnya, ia lantas melepaskan kacamata yang sejak tadi bertengger di batang hidungnya.

"Apa kau baru menyadarinya? Aku memang sudah gila sejak menemukan putriku hampir mati karena obat antidepresan," Decih Tiffany kembali teringat akan kenangan menyakitkan itu. Bayang-bayang mengenai putrinya yang tergeletak sekarat dengan napas tersendat-sendat berputar-putar di kepalanya.

Mendengar itu Prada terdiam kaku mendengarnya. Jakun di lehernya nampak bergerak menelan salivanya pahit. Perasaan bersalah seketika menjalar memenuhi setiap ruang yang ada di dalam dirinya.

"Maaf." Cicit Prada dengan kepala tertunduk.

Tiffany berdecih menanggapinya. Setelah itu tidak ada lagi percakapan di ruangan itu. Baik Prada maupun Tiffany masing-masing sibuk dengan kesibukannya sendiri. Prada dengan perasaan bersalahnya dan Tiffany dengan ponsel di genggamannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SECRET STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang