Daffa benar-benar merasakan kebahagiaan luar biasa dalam hidupnya, kehadiran vanilla juga arka dan sosok bayi yang sedang di kandung oleh istrinya terasa sangat lengkap menurut daffa, saat ini kebahagiaan Daffa bertambah karena vanilla yang selalu memanggil dirinya dengan panggilan sayang-Ayah.entah mengapa ia maunya memanggil daffa ayah dan anak kedua mereka juga harus memanggil daffa ayah, daffa agak heran juga mengenai hal itu namun ia merasa senang-senang saja karena vanilla menerima dirinya dengan baik, bahkan terlalu baik mengingat dosa masa lalu daffa pada vanilla
ia sudah terlalu banyak menyakiti vanilla juga ketidakadilan yang di dapat oleh vanilla ketika diingat membuat hatinya sakit juga sesak, bagaimanpun vanilla hanya wanita yang rapuh dan lemah ia tak tahu bagaimana jadinya jika yang terkena peluru Vei adalah vanilla, bisa-bisa ia gila saat ini juga.
"ayah kenapa melamun sih!?"
Vanilla memberenggut kesal karena sejak tadi ucapannya sama sekali tak di respon oleh daffa, padahal ia sudah sangat semangat-semangatnya mengatakan jika anak mereka lahir vanilla yakin pasti perempuan, pasti juga akan lucu jika arka memiliki adik perempuan
"ah? kamu bilang apa sayang?"
Vanilla memalingkan wajahnya, ia ingin menangis saat ini juga karena mendapati kebiasaan melamun daffa belum hilang, bahkan setelah kematian liora daffa lebih sering melakukan itu, apa daffa tidak sadar vanilla sangat sakit mengetahui hal itu juga belakangan karena kondisinya yang sedang hamil ia jadi lebih sensitif pada kondisi-kondisi seperti ini
"sayang...kamu marah gara-gara aku nggak jawab ucapan kamu?"
"menurut kamu!?"
Daffa memegang pundak istrinya dengan lembut, ia memaksa vanilla menatapnya, "maafin aku ya, aku cuman kepikiran sama arka"
Vanilla meneteskan air matanya, jelas sekali jika saat ini daffa berbohong, memangnya kepikiran kenapa sama arka? apa arka berbuat sesuatu yang merugikan? nggak kan!
Daffa tersenyum kecil melihat raut muka vanilla yang tak bersahabat, ia tahu vanilla memang selalu bisa menebak pikiran nya apalagi vanilla yang sangat sensitif, bisa mengalahkan kesensitifan arka saat tidur.
"aku cuman kepikiran gimana hidup aku bisa bertahan jika kamu dan arka pergi" ucap daffa dengan lirih,
vanilla mengerucutkan bibirnya, ia memeluk dengan sayang tubuh daffa yang lebih besar darinya, ia tahu bagaimana perasaan daffa saat ini, laki-laki itu pasti khawatir karena kejadian di masa lalu yang terus saja mendatangi mereka, apalagi dirinya sendiri yang sekarang sudah mulai keras kepada daffa, ia pernah mengatakan kepada laki-laki itu, jika Daffa berselingkuh barang sekali atau bahkan lebih dari itu ia tak segan-segan meminta cerai dan meninggalkan daffa, sudah cukup laki-laki itu menyakitinya terlalu dalam ia tak mau terbuai lagi.
"jangan mikir negatif mulu, mending mikir sekarang aja, gimana cara kamu buat bahagiain aku sama anak kita" ucapan vanilla membuat daffa tersenyum kecil,benar dirinya tak harus memikirkan hal yang jelas-jelas tak akan terjadi, vanilla sudah ia ikat selamanya tidak ada celah bagi wanita itu untuk meninggalkanya
"ayah, arka baik-baik aja kan sama dennis di rumah?"
Daffa mengelus puncak kepala vanilla dengan lembut, sudah hampir dua hari ibu mertua juga adik iparnya meminta arka menemani mereka di rumah tepatnya di kampung vanilla, mereka mengatakan sangat merindukan arka dan ingin meminjam sebentar bocah laki-laki, daffa dan vanilla hanya bisa pasrah karena arka yang tak menolak dan malah senang menerima ajakan nenek dan pamannya
"dia pasti baik sayang, yang jaga kan orangtua kita nggak mungkin mereka menyakiti arka"
"tapi dennis itu kalo lagi becanda kasar, aku nggak suka"
daffa mengerutkan keningnya mendengar penuturan vanilla, sejak kapan vanilla menjadi seperti ini, biasanya ia akan selalu membela dennis karena daffa tahu vanilla sangat menyayangi adik bungsu satu-satunya itu
"tenang aja, kan ada indung sama bapak juga yang bakal ngerawat bahkan mereka nggak segan bunuh nyamuk yang hinggap di kulit arka kamu tahu sendiri gimana posesifbya indung"
Vanilla terkekeh kecil mendengar ucapan daffa, benar indungnya memang sangat posesif pada arka apalagi setelah mereka memutuskan pindah ke jakarta dan arka juga pastinya ikut bersama mereka, bu Lilis bahkan menangis tersedu-sedu melepas cucunya yang tampan itu, vanilla wajar saja indungnya seperti itu karena sejak arka lahir ke dunia membuka mata pertama kalinya, bu Lilis lah orang yang merawat bahkan menjaga arka
vanilla masih merasa terpuruk saat itu, keadaan yang sangatlah sulit dimana tuntutan dari keluarganya agar ia segera kembali ke Jakarta meninggalkan kampung halaman agar tidak terlalu lama menebarkan aib, arka di rawat dengan baik oleh indungnya, Vanilla masih merasa tidak pantas jika mengingat hal itu, rasanya ia bukan anak yang baik untuk orangtuanya juga bukan ibu yang baik untuk anaknya, sungguh miris sekali
"ayah, pengen peluk lama-lama"
daffa merentangkan tangannya, ia memeluk vanilla juga mengelus punggung wanita itu dengan gerakan yang membuat vanilla mengantuk, ia sangat suka menghirup harum badan daffa, rasanya vanilla ingin memeluk daffa tanpa henti dan tidak mau membiarkan daffa pergi sedetikpun
"besok ayah kerja ya?" tanya vanilla dengan sedih
"iya sayang, besok aku kerja, kamu nggak sendirian kok ada bi susan di rumah juga besok arka dateng sama dennis kan?
"tapi aku maunya sama kamu!"
"tapi kamu harus tetap istirahat sayang, aku kerja juga buat kalian "
Vanilla menggeleng perasaannya beberapa hari ini sedang tidak nyaman entahlah karena apa yang jelas ia ingin selalu berada di dekat daffa, bahkan vanilla ingin sekali kembali menjadi sekretaris laki-laki itu agar dirinya bersama setiap hari mendampingi daffa
"kamu jahat banget nggak mau ngertiin aku!" Vanilla mulai meneteskan air matanya, drama melankolis sudah di mulai saatnya Daffa berbicara hati-hati karena sedikit saja salah kata bisa fatal sampai berhari-hari
"jadi aku harus gimana? apa kamu nggak kasian sama arka juga dedek yang ada di perut kamu? mereka kalo punya pikiran kayak kita mungkin sekarang udah ngeluh karena mamanya sering gerak sana-sini nggak mau diem, nggak kasi kesempatan papanya cari uang, kamu nggak setega itu kan sayang?"
Vanilla bersungut-sungut, apa daffa pikir vanilla ini masih anak-anak ya, ish! kekesalannya jadi semakin bertambah
"ya udah jangan pulang ke rumah, tetap di kantor"
Daffa menghembuskan napas sabar, menghadapi vanilla memang harus ekstra dan tahan banting
"kamu kok gitu yang? kamu nggak mau aku peluk lagi?"
vanilla mendelik "ya mau! kamunya aja yang nggak ngerti aku kan pengennya sama kamu, cuman kamu!"
daffa malah tertawa kecil mendengar ucapan vanilla, selain gengsian vanilla juga memiliki cara lain agar Daffa menebak-nebak isi pikiran wanita itu, padahal sebenarnya daffa tahu jika vanilla mengkhawatirkan dirinya karena banyak karyawan muda di kantor yang sedang magang bahkan ada beberapa dari mereka yang sering modus kepada Daffa dan ketahuan oleh vanilla sehingga wanita itu tak segan mengunci daffa di kamar dan mengurungnya saat ini juga agar tak di lirik wanita lain,sungguh konyol jelas-jelas Daffa begitu mencintai vanilla
"ya udah jangan ngomel lagi, ini udah hampir tengah malam ayo tidur"
vanilla masih enggan menatap daffa ia bahkan pura-pura asyik menatap televisi di depannya yang jelas-jelas tadi mereka abaikan,
Daffa berdecak "mau aku gendong?"
vanilla tetap diam, masih juga di tanyain! harusnya daffa peka dong!
tanpa aba-aba tubuh vanilla sudah di angkat oleh daffa ala bridal style tanpa sadar vanilla mengalungkan tangannya di bahu daffa
"apaan sih ayah! aku mau nonton masih seru tau"
"nggak! kamu kalo udah nonton nggak bisa nahan diri bahkan sudah dua hari tidur pagi gara-gara tv, nanti kamu sakit itu yang aku takutkan"
diam-diam vanilla tersenyum dalam pelukan daffa, ia suka perhatian daffa bahkan tak segan kadangkala jika sedang jenuh vanilla berpura-pura ngidam padahal kemauan dirinya sendiri tanpa bantah daffa pasti langsung menuruti kemauannya, tentu saja vanilla bahagia, setidaknya daffa bersungguh-sungguh berubah
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Chapter (series II my devil boss)
RomanceHidup sesungguhnya yang di miliki daffa setelah kehilangan orang-orang tersayangnya adalah ketika kembali berjuang mendapatkan kebahagiaan yang kian lama kian meredup, perlahan rahasia-rahasia yang dulu di sembunyikan begitu rapat mulai terbongkar...