Aku pun ingin seperti anak lainnya yang selalu dirawat dan dijaga oleh kedua orang tuanya dengan penuh kasih sayang. Aku berhak mendapatkan kebahagiaan itu. Tapi nyatanya tidak.
•••••
"Mamaa... Mama mu cemana?" Aluna menarik Mamanya yang beranjak dari rumah membawa koper dan tas kesayangannya.
Vina memutarkan badannya dan berjongkok dengan kedua lutut menempel di lantai seraya menyamakan tingginya dengan Aluna.
"Mama mau kerja dulu ya Al, nanti kalo mama libur pasti mama pulang dan bawain mainan yang banyak buat kamu," jawab Vina sambil mengusap kepalanya lalu mencium kening Aluna.
"Mama jangan pegi, Mama di cini aja cama Nene," pinta Aluna agar Mamahnya tidak pergi.
Vina hanya bisa tersenyum tipis dan mencium lagi Aluna. Vina berdiri dan memutarkan tubuhnya dan berjalan kearah pintu.
Aluna terdiam menatap punggung Mamahnya yang mulai menjauh seraya mulai menangis.
Sebenarnya Vina tidak tega melihat Aluna selalu ditinggal kerja olehnya. Pasalnya Aluna masih berumur tiga tahun. Bukan hanya kerja, Dia pun sibuk karena sebentar lagi akan menikah dengan calon Suaminya yang baru.
"Mamaa...Maaaa...aaarhh...Mamaaaa!!!" Teriak Aluna sambil menangis berusaha mengejar Mamahnya.
Nenek Yati meraih Aluna dan memeluknya karena tidak tega melihat Aluna nangis sangat keras.
"Vin, kamu yakin mau terus ninggalin Anak kamu? Dia masih kecil gak seharusnya kamu tinggalin. Dia butuh kasih sayang layaknya seorang Anak," sahut Nenek Yati tegas kepada Vina anaknya.
Vina menghela nafas dan memberhentikan langkahnya, lalu memutarkan tubuhnya hingga mata mereka bertemu dan saling tatap.
"Gak, Bu. Aku harus pergi banyak urusan yang harus Aku kerjakan. Oh iya, dan satu hal lagi Aku akan menikah dengan calon suamiku beberapa hari lagi." Sahut Vina.
"Aku pergi dulu ya Bu. Tolong jagain Aluna, kalo urusan Aku sudah selesai pasti Aku pulang kok,"
"Aku pamit dulu ya Bu, Assalamualaikum," sahut Vina dengan menarik kopernya dan masuk ke dalam mobil.
Ibu Yati terisak melihat Anaknya yang mulai pergi keluar dari rumah seraya memeluk Aluna dan mengusap kepalanya.
Aluna masih menangis dan memanggil Mamanya agar tidak pergi. Tapi tetap saja Mamanya pergi meninggalkan Aluna dan juga Neneknya.
Setelah Mamahnya masuk ke dalam mobil Aluna keluar rumah dan mengejar mobil yang membawa Mamahnya pergi. Tapi Nenek menahannya.
Aluna terus menangis dipangkuan Neneknya seraya menghapus air matanya yang terus keluar.
***
Sepeninggalan Sanggara-Ayah kandungnya Aluna, Vina-Mamahnya menjadi sedih dan tidak percaya bahwa suaminya akan secepat itu meninggalkan dirinya dan juga Aluna, karena itulah untuk menghilangkan kesedihannya, Ia berencana menjadi wanita karir yang sukses dan menghidupi keluarganya.
Ia pergi keluar kota mencari pekerjaan, dan diterima lah Dia di suatu perusahaan yang cukup terkenal di kota itu. Karena itu, Vina menjadi jarang untuk merawat Anaknya dan semuanya diserahkan kepada Nenek Yati-ibunya Vina, dan setiap bulannya Ia selalu mengirimkan uang untuk kebutuhan Aluna dan Ibunya.
Karena ketekunan Vina dalam bekerja, Ia diangkat menjadi manager oleh bos-nya yang semula menjadi karyawan biasa. Dan satu hal yang mengejutkan pemilik perusahaan itu pun tertarik dengan Vina, sebut saja Pak Ferry Paulus Giantara orang terpandang kaya se-Kota itu. Karena kesederhanaan dalam diri seorang Vina membuat Pak Ferry jatuh cinta, bahkan Pak Ferry berencana untuk mengajak Vina menikah dan Vina pun menerima ajakan tersebut.
Disisi lain, sejujurnya Nenek Yati tidak tega mendengar Aluna yang selalu menanyakan Mamahnya yang jarang pulang kerumah. Ditambah keadaan Nenek Yati yang sering sakit-sakitan karena faktor usia, tapi Ia berusaha sabar dan tegar merawat Cucunya.
***
Pernikahan pun telah dilaksanakan di rumah Vina-Mamahnya. Acara berjalan dengan lancar dan kelihatannya Aluna senang mendapat Ayah baru biarpun hanya Ayah tiri, setidaknya ada pengganti Ayah kandungnya yang telah meninggal.
Tapi salah, Vina lebih memilih tinggal bersama suaminya, mereka hanya tinggal beberapa hari saja di rumah tersebut. Hal itu membuat Aluna menjadi sedih, Aluna lebih memilih menemani Neneknya dibanding ikut dengan mereka, biarpun Aluna masih polos, tapi dia mengerti Neneknya lebih tulus merawat Aluna disaat Mamahnya sering pulang pergi untuk urusan pekerjaannya.
Rumah terasa sepi kembali setelah mereka meninggalkan Aluna dan Neneknya.
***
6 tahun kemudian.....
Aluna beranjak usia yang ke sembilan tahun, seperti biasa dirumahnya hanya ada Aluna, Nenek dan pembantunya. Sekarang dia duduk di bangku kelas 4 SD. Mamahnya setiap sebulan sekali pasti datang berkunjung untuk mengetahui kabar anaknya dan juga Ibunya. Benar saja, setelah menikah pun Vina masih sering mengurusi pekerjaannya. Mereka berdua dikaruniai seorang anak perempuan yang sekarang umurnya menginjak 6 tahun, sebut saja Felysia Inez Giantara. Anak ini tumbuh dengan kasih sayang yang cukup, tidak seperti Aluna yang selalu mengharapkan kasih sayang itu untuk dirinya.
"Nek, kok Mamah belum pulang ya? Aluna udah kangen sama Mamah, Aluna pengen Mamah tinggal disini. Mamah jahat Nek udah ninggalin kita lebih milih tinggal sama Ayah," Aluna mulai terisak.
Nenek terdiam dan menatap wajah Aluna seraya mengelus kepalanya dengan lembut.
"Aluna sayang, Mamah itu kan udah punya Ayah jadi pasti sibuk, dan Aluna kan punya adek jadi harus dijagain dan dirawat sama Mamah," jawab Nenek seraya tersenyum.
"Mamah kamu itu selalu sayang sama kamu, buktinya dia selalu ngasih kabar dan nanyain kamu terus, biarpun Mamah kamu sibuk Mamah kamu kan sering kesini bersama Felysia adek kamu,"
"Jadi kamu jangan sedih terus ya, masa cucu Nenek cemberut terus setiap hari, kan cantiknya jadi berkurang," jelas Nenek.
"Tapi kenapa adeknya Aluna selalu dirawat, sedangkan Aluna dari dulu sampe sekarang nggak, Nek?"
Nenek hanya terdiam lagi mendengar pertanyaan Aluna, membuat dadanya sakit dan mulai terisak.
"Kamu udah makan?" Nenek mengalihkan pembicaraan agar Aluna tidak menanyakan Mamahnya lagi.
"Belum, Nek." Sahut Aluna.
"Yaudah yu kita makan dulu, kasian perut kamu ntar bunyi deh," Mereka berdua pun akhirnya tertawa.
"Iya Nek."
Mereka berjalan menuju meja makan dan disiapkan oleh Bi Ida -pembantunya. Mereka pun makan dengan lahap, hanya suara sendok yang beradu dengan piring.
Setelah selesai makan, Aluna kembali ke ruang tengah menonton kartun kesukaannya Spongebob. Dengan ini Neneknya lebih tenang karena tidak menanyakan Mamahnya lagi.
•••
Hargai penulis dengan vote tekan bintang di kiri bawah.
Jangan lupa share ke temen-temen, saudara dan kerabat biar baca cerita akuuu..
Selalu jaga kesehatan dan semoga ibadah puasanya berjalan dengan lancar sampai akhir, Aamiin...
Tunggu part selanjutnya✨
-withlove,nandut
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih
Teen FictionBertahan dalam sandiwara kehidupan Menutupi luka yang semakin dalam Bukan. Bukan luka yang aku inginkan. Bahkan, Aku tidak siap untuk menerima kenyataan dan harus kehilangan lagi dan lagi. Cinta. Ia hadir bisa menguatkan dan bisa merapuhkan.