2. Tsuki Ga Kirei

30 5 2
                                    

"Apa? Keluarga Hana pindah?"

Aku tercengang. Bagaimana tidak? Beberapa saat lalu, aku yang baru saja bangun tidur harus mendengar kabar bahwa keluarga Hana akan pindah ke Jepang hari ini. Sungguh kabar yang buruk di pagi hari dan aku tidak suka kabar buruk tentang Hana. Padahal mood-ku sedang bagus pagi ini karena Hana akan mengajakku ke toko kue favoritnya.

Oke, aku tahu kalian pasti bertanya siapa itu Hana.

Hana adalah seorang gadis kecil  berumur delapan tahun. Dia adalah sahabatku sejak pertama kali aku bertemu dengannya empat tahun lalu. Yah, sebagai bocah yang masih berusia sepuluh tahun, aku menganggapnya seperti adik kecilku, karena aku anak tunggal. Sebenarnya, kami dipertemukan oleh kedua orang tua kami yang merupakan sahabat karib, karena itulah aku dan Hana sangat dekat.

Hana, gadis blasteran Indonesia-Jepang yang hari ini akan pindah ke Jepang dan dia tidak memberitahuku tentang itu. Aku benar-benar kesepian jika ia tak ada. Aku tidak punya teman lagi selain Hana. Aku memang seorang anak yang pendiam dan antisosial. Hanya Hana yang mau berteman denganku.

Aku segera bangkit dari kasurku dan mengambil kaus berwarna merah di lemari lalu memakainya. Pokoknya aku harus bicara dengan Hana!

"Lho? Randa mau ke mana?" tanya Bunda heran.

"Nda mau ke rumah Hana, Bun," jawabku sembari mengambil kacamataku dan memakainya.

"Kan kamu belum mandi dan sarapan?"

"Entar aja, Bun. Pokoknya Nda mau ke rumah Hana dulu! Keburu Hana berangkat!"

"Eh, tapi, kan—“

"Yasudah, Bun, Nda ke rumah Hana dulu, ya! Cuma sebentar kok!Assalamu'alaikum," kataku lalu melenggang pergi dari kamar.

Sebelum aku sempat pergi dari kamar, kulihat Bunda menggeleng-gelengkan kepalanya. "Wa'alaikumussalam.”

Kakiku bergerak cepat menuruni tangga dan berlari ke rumah di depan rumahku. Aku berhenti di depan pintu rumah itu lalu membungkuk sambil memegang lututku karena capek. Aku sedikit ngos-ngosan karena berlari tadi. Sebagai seorang laki-laki, fisikku terbilang cukup lemah karena aku mengidap penyakit asma. Bahkan, fisikku kalah dengan Hana yang merupakan seorang gadis kecil yang lebih muda dariku.

Jari telunjuk kananku menekan tombol bel yang ada di rumah Hana. Tak lama kemudian, seorang gadis kecil membukakan pintu rumah Hana. Tanpa aba-aba, anak itu melompat ke arahku lalu memelukku. Karena terkejut, aku tak sempat menghindar dan alhasil, kami berdua terjatuh bersamaan.

"Aduh ...," rintihku pelan. Ah, punggungku benar-benar terasa sakit karena terbentur lantai.

Menyadari tubuhku yang tertindih tubuhnya, anak itu segera bangun. Dengan senyum tak berdosa seperti biasanya, dia menatapku.

"Eh, sakit ya?" tanyanya polos.

Aku menepuk keningku. "Oh, enggak kok. 'Cuma' punggungku sakit banget," balasku datar.

"Hehe, sorry ya, Nda," ucapnya sembari cengengesan. Aku mengangguk sebagai jawaban dan bangkit berdiri.

"Hana," panggilku. "Kenapa kamu enggak bilang sama aku kalau kamu mau pindah?"

Kulihat wajah Hana langsung murung. "Maaf, Nda. Hana enggak sempat bilang karena mendadak. Hana minta maaf banget. Hana, Hana … enggak mau pisah sama Nda! Tapi Hana harus—“

Aku memotong ucapan Hana. "Hana bohong! Hana melanggar janji! Katanya kita enggak akan berpisah sampai maut menjemput!" kataku marah.

"Hana enggak bohong! Nanti, nanti Hana pasti kembali kok!" Mata Hana berkaca-kaca, seperti ingin menangis.

April Project - RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang