2

441 40 2
                                    

Tavie tidak tau berapa gelas yang sudah ia minum, namun ia tau pasti sekarang ia sudah akan kehilangan kesadarannya. "Jangan kasih tau Zendra, okay?" ucapnya pada Ares setengah mabuk.

Ares mengangguk. Sebenarnya ia tidak akan bertanggungjawab dengan Tavie yang mabuk karena itu sangat merepotkan. Ia berbohong pada Tavie dan memilih untuk memberitahu Zendra. Akhirnya, ia meninggalkan Tavie sebentar dan menghampiri Zendra. "Tavie mabuk. Sorry."

Hanya sebaris kalimat sederhana itu, tapi Zendra sudah kalang kabut luar biasa. Ia menyentak Anaya yang menempel padanya seperti lem. "Dimana dia?" tanyanya panik.

Ares menunjuk tempat seorang perempuan muda yang menelungkupkan wajahnya di meja bar. Umpatan berawal F dan berakhiran K keluar dari mulutnya.

"Tavie--"

"Zendra, kamu mau kemana?" tanya Anaya. Ia sudah menahan lengan berotot Zendra, tidak rela pria tampan itu pergi dari pestanya yang ia persiapkan sedemikian rupa hingga memesan satu malam di bar ini hanya untuk pestanya.

"Tavie mabuk. Aku harus pulang."

"What? Tapi kamu janji tidak akan meninggalkan pesta sebelum kita--"

"Anaya, adikku mabuk dan ini pertama kalinya dia seperti itu. Aku tidak mau dianggap sebagai kakak yang tidak bertanggungjawab."

Anaya mencebik kesal. "Tapi pesta ini belum selesai. Kita juga belum selesai." Semua orang menatap mereka.

Zendra menghela napas. Ia meraup wajahnya kesal. "Aku harus pergi sekarang."

"Tapi, pesta ini penting."

Zendra melepaskan tangan Anaya, sedikit menyentaknya. "Magentha lebih penting."

***

Zendra membopong Tavie yang sudah setengah sadar. "Kamu wangi.." ucap Tavie seraya mengendus leher Zendra dan itu mampu membuat Zendra meremang.

"Aku sudah bilang pada Ares untuk tidak memberitahu kamu." Tavie menyenderkan kepalanya di dada bidang Zendra.

"Aku tau kamu pasti marah."

Sangat, Magentha. Aku sangat marah.

"Kak Zendra, harusnya aku memberitahu kamu; jangan marah-marah terus, nanti kamu cepat tua seperti Ayah."

Zendra mendudukan adiknya di kursi depan. "Jangan muntah." Ia berucap dingin. Tavie hanya mengangguk-angguk tidak jelas.

Zendra menghela napas. Harusnya ia tidak meninggalkan Tavie sendiri. Harusnya ia menjaga perempuan lugu itu. Harusnya ia tidak memercayai Ares karena temannya itu berengsek. Harusnya ia menjaga Tavie-nya. Maksudnya, adiknya.

***

Violet memekik kaget dan Kenneth memelototkan matanya ketika melihat anak pertamanya dan Tavie masuk ke rumah mereka.

“Astaga, Tavie...” Violet menghampiri Tavie yang sudah tidak sadarkan diri. Zendra tersenyum kecut dan merasa bersalah pada kedua orangtuanya karena membiarkan adiknya mabuk.

“Maaf, Mama.”

Violet mendesah lelah. “Zendra, bawa saja adikmu ke kamarnya.” Violet mengusap wajahnya melihat kelakuan Tavie yang semakin bengal.

“Kenneth, lihat kelakuan anakmu.” Violet duduk kembali di samping suaminya. Kenneth tertawa melihat Violet yang kelimpungan seperti ini.

“Sayang, tidak apa, kelakuannya tidak kelewat batas.”

Violet mengeryit kesal. “Apa menurutmu mabuk-mabukkan adalah hal yang tidak kelewat batas, Kenneth?!”

Kenneth tertawa kecil. “Tapi dia ditemani Zendra, Violet. Tenang saja.”

Quaintrelle [AVAILABLE ON DREAME]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang