4 Disappointment

70 8 0
                                    

Waktu berlalu bagaikan hembusan angin, ia tak mungkin berhenti dan tak mungkin pula kembali.

 

Seperti musim gugur yang telah terlewati, kini pepohonan kering itu mulai ‘berbunga’ kembali. Tidak, bukan bunga berbagai warna yang tumbuh di musim semi, mereka adalah bunga salju putih yang menutupi ranting pohon dan juga semua tempat yang dapat dijangkaunya.

 

Hembusan nafas mengembun di jendela kediaman pemuda itu, sebuah apartemen dengan satu kamar. Apartemen yang ia tempati sejak empat bulan yang lalu, sejak semua rahasia itu terungkap.

 

Empat bulan, ya sudah selama itu ia memutuskan untuk keluar dari rumah dan hidup mandiri disini. Menjauh dari sekelompok pembohong yang sebelumnya ia sebut keluarga.

 

Berdecih, pemuda itu tersenyum sinis ketika mengingat apa yang terjadi empat bulan yang lalu. Ia tekuk kaki jenjangnya, melempar pandangannya ke bawah. Melihat pemandangan serba putih yang menjadi santapan matanya yang nampak lelah.

 

Sungguh, jika boleh jujur ia benar-benar lelah. Ia benar-benar lelah dengan semuanya.

 

Ia lelah menjadi orang bodoh, ia lelah melewati semuanya penuh kebencian, ia lelah menghindar…

 

ting tong!

 

Itu suara bel pintu, meski enggan pemuda itu akhirnya beranjak juga. Berjalan menuju pintu depan tanpa melihat dahulu siapa gerangan yang bertandang ke rumahnya di tengah cuaca sedingin ini memalui intercom. Bukankah ia sudah mengatakannya? Ia sungguh lelah, bahkan ia sudah tak peduli seandainya orang yang datang itu adalah pencuri atau apapun itu. Ia benar-benar tak peduli…

 

Ting tong!

 

Suara bel kembali terdengar, pria berusia hampir dua puluh tahun itu bergegas -meski malas- membuka pintu untuk sang tamu, “anyeo-” tercekat, suaranya tertahan di tenggorokan.

 

Maniknya membola ketika menemukan siapa yang mengunjunginya sore ini.

 

“Donghae hyung…”

 

Suara yang amat ia benci namun ia rindukan selalu, suara khasnya yang kerapkali mampu membuat harinya serasa begitu indah. “ada apa kau kesini?”

 

Namun ia tak dapat mengatakan kata manis seperti biasanya, seperti sebelumnya ketika kebohongan itu belum terungkap.

 

Pemuda pucat di depan pintu hanya terdiam, ia menelan salivanya susah payah. “Donghae hyung…” panggilnya pelan.

My SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang