Sekitar pukul enam aku baru sampai di rumah, pasti bang ziki dan bunda khawatir dengan keadaanku.
"Yaampun Neska, kok baru pulang jam segini. Memangnya ada kegiatan macam apa di sekolahmu?" Ucap bunda
"Eh bunda, iya, ada kegiatan hari ini, ekskul gitu jadi Neska agak telat Bun. Neska minta maaf ya" ucapku terpaksa membohonginya.
"Sudah Bun, dia kan sudah dewasa. Tidak apa apa kalau pulangnya telat sedikit" ucap bang ziki
"kamu ini Ki, selalu saja bela adikmu. Kamu sama Neska itu beda, kamu laki laki kalaupun pulang malam bunda sudah wajarkan. Tapi Neska kan perempuan tidak boleh yang namanya pulang malam malam"
"Iya sudah Bun, Neska janji nggak pulang malam lagi"
"Tadi kamu diantar siapa? Bunda dengar suara motor, ojek?"
Aku tersenyum, "Bukan, itu Rey"
"rey? Siapa?"
"Eh adek udah pacaran?" Celetuk Abang
"Nggak bang, teman"
"Teman kok senyam senyum" bunda menggodaku
"Sudah ah Bun, Neska ceritakan nanti saja soal Rey"
"Cerita kalau Neska sudah mengenal cinta?"
Memang iya ya?**
Sudah satu Minggu setelah pertemuan itu aku tidak melihatnya lagi, entah kemana ia hilang, ditelan bumi? Entahlah. Setiap hari aku selalu mencarinya di kelas, Tapi selalu tidak ketemu. Apa dia memang tidak ada? Sudah hilang? Pindah kota? Negara? Kenapa tiba tiba lenyap, bahkan tidak ada seorangpun yang memberitahuku kemana Rey sebenarnya, seakan akan hari itu adalah hari pertama sekaligus hari terakhirku bertemu dengannya, satu Minggu ini aku juga selalu mengirimkan surat kerumahnya, menanyakan apa ia masih disana, atau tidak. Tapi suratku tidak pernah dibalas, apa dia sudah membacanya?, Atau malah tidak sama sekali. Kalau ia menerima suratku kenapa tidak membalasnya?, Sesulit itu untuk hanya menulis satu atau dua kata dikertas, dan memberitahuku bahwa ia baik baik saja, bahwa ia masih disini dan akan kembali. Setidak mau itu Rey?
Hari ini hari Senin, hari yang paling ku benci dan mungkin semua murid benci!. Harus berpanas panasan di lapangan untuk upacara. Tapi katanya lysta, hari ini ada pengumuman juara olimpiade matematika tingkat provinsi. Entahlah, aku tidak begitu tahu tentang hal semacam ini. Aku itu lebih suka baca novel ketimbang menyelesaikan persoalan matematika. Jadi maklum kalau aku tidak tahu tentang olimpiade olimpiade di sekolah, tahunya saja karena lysta yang bilang. Setelah semua acara upacara selesai, Tiba tiba aku mendengar suara mikrofon berdenging, pasti mau menyebutkan siapa saja yang menang. Aku mendengar satu persatu nama yang disebutkan oleh Bu lina. Tapi tiba tiba ada satu nama yang membuatku diam tak berkutik, "Rey?"
seketika cuaca yang panas tiba tiba berubah menjadi sejuk dan dingin, nama yang selalu menghiasi pikiranku, nama yang mampu menyuguhkan rindu di setiap hari. Tak kusangka aku akan melihat wajah indahnya itu lagi, kali keduaku untuk bertemu manusia aneh itu, tapi.. dari tadi tidak ada yang maju ke depan?, nama Rey sudah di sebutkan lebih dari lima kali. Tapi orangnya tidak juga bersuara. Apa dia benar benar hilang? Kemana dia? Sakit atau bolos.
"Ta, Rey kemana sih? Kenapa satu Minggu ini dia seperti hilang dari bumi"
"Duh neska, panas panas begini kok masih sempat mikirin rey"
"Apa aku mau memikirkan manusia aneh itu, ini terjadi begitu saja ta"
Lysta menatapku serius, "Udah deh jangan bahas Rey dulu"
"Ta aku serius"
"Kenapa nggak cari kerumahnya aja sih"
"Benar, ih punya sahabat pinter banget sih"
Lysta tertawa kecil, "yaudah, nanti ku temani kerumah Rey nya"
"Benar nih?"
Lysta mengangguk. Ide lysta itu memang selalu benar, untung aku masih ingat jalan ke rumah Rey, tidak ketemu dia satu Minggu bukan berarti aku melupakan segalanya. Nanti sepulang sekolah aku coba saja kerumahnya, siapa tahu aku bisa bertemu dengannya lagi, dan memberitahu bahwa ia menang olimpiade matematika tingkat provinsi, pasti dia senang.
Setelah selesai dengan pengumuman ini, kami semua disuruh untuk kembali ke kelas masing masing. Saat aku dan lysta ingin kembali ke kelas, tiba tiba jalanku dihadang oleh seseorang yang tak lagi asing bagiku, dia berparas tampan, tinggi, dan sedikit konyol. Dia sahabat Rey, iya dia Fin.
"Kenapa?" Tanyaku yang mulai kepanasan karena aku dan lysta ditahan oleh makhluk ini ditengah lapangan.
"Kamu Neska kan?"
"Iya"
"Aku Fin" sambil menyodorkan tangan untuk dijabat.
Lagi lagi aku tercengang, mengingat satu momen paling mengesankan sekaligus menyakitkan, dimana aku dan ia pernah bersama meskipun takdir memilihkan jalan yang berbeda, apa ini benar dia? Ah bukan, sekali lagi nama Fin itu banyak, nama Fin itu bukan hanya miliknya saja. Di dunia ini bahkan banyak yang dinamai Fin oleh orang tuanya, katanya mau melupakan dia Neska, kenapa malah diingat?.
Aku tidak membalas tangannya, "Sudah tahu"
Dia menurunkan kembali tangannya dengan tatapan yang akupun tidak tahu artinya, seperti seorang anak kecil yang sedih karena tak dibelikan eskrim kesukaannya, tapi ini jauh lebih sedih.
"Aku kekelas dulu ya cantik.."
Deg! Tiba tiba otakku spontan memutar sebuah memori enam tahun lalu, panggilan itu, yang selalu ia sematkan untukku, yang setiap pagi selalu menyapaku dan mengajakku untuk sarapan didepan rumah. Yang selalu menjadi pahlawanku, ia adalah manusia pertama yang kupanggil 'sayang', apa dia benar fin? Laki laki konyol itu?.
Aku tidak membalas perkataan terakhirnya itu, setelah ia sadar bahwa aku tidak akan membalasnya, ia langsung pergi dan tak lagi menoleh padaku. Ah Neska, dia hanya sahabat Rey, bukan fin yang itu. Sudah jangan difikirkan. Lysta yang terlihat menyimak pembicaraanku dengan Fin pun hanya melongo.
"Ini kenapa sih?" Tanya lysta padaku
"Kenapa gimana?"
"Kamu lagi pdkt sama Rey atau Fin sih"
Aku tertawa kecil, "Rey lysta, fin kan sahabat Rey, kami juga teman baik kok. Mungkin tadi cuma iseng"
Lysta mengangguk, "nanti jadi kan?"
"Hm"
"Naik apa?"
"Busway"
"Panas ka"
Aku tersenyum, "Memang, tapi busway itu jadi kendaraan favoritku sekarang"
"Kenapa?"
"Alasannya cuma satu dan tidak bisa kujelaskan kenapa"
"Iya apa?"
"Rey"
Lysta tersenyum jahil padaku, "manis sekali"
Sesuai janjiku setelah pulang sekolah aku dan lysta pergi kerumah Rey naik busway yang tiba tiba sudah datang tanpa ditunggu, seperti sudah tahu saja aku buru buru. Setelah kami naik, kami duduk didekat jendela, persis dimana aku dan Rey bertemu satu Minggu yang lalu, buswaynya juga tetap sama, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar busway ini adalah busway yang aku tumpangi bersama Rey seminggu lepas. Setelah dua puluh menit berkecamuk dengan gumaman, aku turun karena sudah sampai di komplek rumah Rey. Tapi kami harus berjalan dulu sekitar lima menit untuk sampai di rumahnya, udaranya sangat sejuk, sepertinya mau hujan. Mendung, langit menghitam, tiba tiba lysta mengajakku berbicara,
"Rumahnya dimana?"
"Sebentar lagi sampai"
"Udah mendung, nanti gak bisa pulang gimana?"
"Tidur dibawah pohon itu" kataku sambil menunjuk pohon beringin didekat rumah Rey.
"Masa iya tidur dibawah pohon"
Aku tertawa kecil, "nggak ta, ini sudah sampai kok"
"Oh ini"
Kami sudah tepat didepan rumahnya, masih sama seperti terakhir kali aku kesini tepatnya satu Minggu lalu, masuk atau tidak ya?, Bagaimana kalau yang kutemui bukan Rey, tapi ibunya?apa yang harus aku katakan nanti. kalau aku bertemu dengan Rey, pembicaraan apa yang harus aku katakan, tapi kalau tidak ketemu?. Ah sudahlah biarkan saja, kalau bertemu Rey hari ini berarti beruntung untukku, dan kalaupun tidak ketemu yasudah tidak apa apa, mungkin semesta belum mengizinkan. Setelah sampai didepan pintu rumahnya aku semakin gugup, seperti akan bertemu seorang presiden, sangat gugup. Aku mengetuk pintunya tiga kali, tapi tidak ada respon. Aku mengetuknya lagi dan ada yang menjawabnya, "sebentar" tapi.. sepertinya bukan suara Rey, suara perempuan.
"Kalian siapa?" Tanya seorang perempuan yang baru saja membukakan pintu.
"Saya Aneska Raveena dan ini teman saya calysta kirei. Kami temannya Rey, bisa bertemu dengannya sebentar?
"Rey? Siapa?"
"Rey, si manusia aneh"
Lysta menyenggolku, "bilang yang betul Neska"
Aku gugup, untuk apa juga kamu mengatakan hal itu tadi Neska!
"maksud saya Rey Bu, murid SMA 1 harapan"
"Saya nggak tahu siapa Rey dan manusia aneh. Di komplek ini gak ada yang namanya Rey"
"Satu Minggu lalu, saya mengikuti Rey Bu, ini rumahnya"
"Anak saya saja masih sekolah dasar, tidak ada yang seumur kalian"
Aku terkejut, sangat terkejut. Aku sempat diam dan tidak percaya dengan apa yang terjadi. Bagaimana bisa di komplek ini tidak ada Rey, dia manusia bukan?, Satu Minggu lepas kan aku mengikutinya pulang, dan rumahnya benar disini kok. Tiba tiba lysta menyenggolku,
"Benar tidak sih rumahnya disini?"
"Benar kok, kan aku sudah cerita padamu"
Tiba tiba ibu yang ada didepan kami bersuara, "memang saya baru disini, baru satu Minggu menempati rumah ini, mungkin Rey yang mbak maksud itu orang yang sebelumnya tinggal disini"
"Yasudah bu kami pamit, mohon maaf sebelumnya"
Ibu itu mengangguk dan kembali masuk ke kadalam rumah, sedangkan aku masih terus berfikir, Rey pindah? Kenapa mendadak sekali, baru satu hari aku bertemu denganmu Rey, katamu kita bisa berjumpa kembali, kenapa sekarang kamu malah menghilang?, Rey kumohon kembali, kamu harus menepati janji yang sudah terlanjur kamu ucapkan didepanku, yaitu 'kita akan bertemu lagi'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
Teen FictionTentang ketulusan dari sepasang hati. Menunggumu itu adalah sebuah pilihan, Ketika cinta kita belum mampu bertemu dan bertatap. Ini kisah tentangku dan tentangnya. Tentang sebuah cinta yang masih didalam pertanyaan. Semesta mempertemukan kami untuk...