Kami sampai di rumah sekitar jam tujuh malam, Rey mampir sebentar ke rumah dan mengobrol dengan bang ziki. Mereka terlihat sudah akrab dan banyak mengobrol tentang Amerika. Aku hanya duduk disebelah Rey tidak menangkap obrolan mereka, mataku tertuju pada wajahnya yang nampak lelah. Tapi ia tidak berhenti tersenyum pada bang Iki. Sesekali ia menatapku dan kembali tersenyum, hal yang paling indah yang pernah kutemukan padanya itu terletak pada senyuman yang ingin kubawa sampai akhir hidupku. Senyuman itu sangat indah, memikat siapapun yang melihat senyumnya, senyum yang selalu ingin kulihat, yang sangat ku kenal, mungkin jika nanti aku tidak mengenalinya lagi, hal yang pertama kali mampu membuatku ingat adalah senyumnya yang tak pernah habis ditelan waktu. Tiba tiba bang ziki dapat tugas dari kampusnya dan pergi ke kamar. Ia menyuruhku untuk membuatkan rey air minum. Berhubung cuaca sedang dingin jadi aku membuatkannya teh hangat, hitung hitung gantinya karena tadi ia tidak memesan teh.
"Ini Rey diminum"
Ia tersenyum, "terimakasih malaikat cantik"Aku hanya bisa tersenyum, tiba tiba entah dari mana datangnya aku teringat momen dimana aku bertemu Rey untuk pertama kali, aku baru sadar bahwa aku tidak benar benar tahu nama aslinya. Rey hanyalah sebuah nama samaran, ia sama sekali tak memberitahuku tentang hal itu. Bertanya pun aku enggan, karena percuma aku tidak akan menemukan jawaban. Tapi semakin aku diam semakin aku ingin bertanya padanya,
"Rey?"
"Hm?" Ucapnya sambil menyeruput teh yang kubuatkan tadi
"Sesuai janjimu, kamu akan memberikan nama aslimu pada perempuan kedua yang mampu membuatmu jatuh cinta, bukan begitu?"
Ia mengangguk, "iya benar"
"Orang itu bukan aku ya?"
Dia mengelus rambutku, "setelah aku mengatakan aku takut kehilanganmu, apa kamu masih berfikir aku sedang mencintai orang lain?"
Aku tersenyum, "lalu namamu?"
"Akan ku pastikan orang yang akan tahu namaku itu kamu ka"
"Kapan?"
Ia menatapku, "Nanti.."Aku memilih untuk diam dan membiarkan dia menjalankan rencana yang aku sendiri tidak mengetahuinya, mencintainya memang tidak sulit tapi memahami isi fikirannya yang berbelit memang melelahkan. Meskipun faktanya begitu aku tidak pernah keberatan jika menunggu namanya lebih lama lagi, ia sudah berjanji memberi namanya untukku, jadi untuk apa aku merasa khawatir, dia bukan laki laki yang suka membual, bukan begitu Semesta?
Di tengah acara yang saling diam, tiba tiba ia mengatakan sesuatu, "Kenapa diam? Kamu tidak percaya ya?"
Aku tersenyum kecil, "sayangnya Semesta membuatku selalu percaya padamu"
Ia ikut tersenyum, "kalau sebuah masalah menghampiriku atau kamu, apa kita masih bisa saling percaya?"
Aku menurunkan lengkungan senyum yang sedari tadi melekat di wajahku, entah apa yang sedang ia bicarakan seolah olah sebuah masalah akan benar benar terjadi, "kalau itu benar benar terjadi, aku akan tetap mempercayaimu"
Ia tersenyum tipis, "terimakasih ka"
"Lantas, bagaimana denganmu? Apa kamu akan berhenti mempercayaiku jika sebuah masalah datang?"
Ia menggeleng, "bahkan sejak kita bertemu di busway tua itu aku sudah menaruh seluruh kepercayaanku padamu. Aku tidak khawatir sekarang"
Bisa kalian lihat sendiri, bagaimana Rey membuat seorang perempuan tersipu, ia pandah berkata kata tapi dia bilang tidak bisa mengatakan hal hal romantis. Dasar pembual."Rey?"
"Hm?"
"Sebaiknya kamu pulang, sudah larut" ucapku seraya menunjuk langit yang semakin menggelap
"Ah iya, sampaikan pada abangmu aku pamit"Aku mengangguk dan mengantarnya sampai depan. Setelah ia menyalakan mobil yang baru diantarkan supirnya karena ia meninggalkannya di pinggir jalan tadi, aku kembali masuk ke dalam rumah dan menyampaikan bahwa Rey sudah pulang ke bang Iki.
"Bang Rey sudah pulang, dia tadi memintaku menyampaikan ini ke Abang"
Abang hanya mengangguk, saat aku ingin keluar tiba tiba Abang mengajakku mengobrol sebentar,"Ada apa bang?"
"Rey tidak menyakitimu kan?"
Aku menanggapinya dengan tertawa kecil, "ah Abang ini apa sih. Enggak bang"
"Jika dia menyakitimu, bilang ke Abang. Abang sudah memperingatkannya tadi agar tidak menyakitimu"
"Ishh, Abang ini Neska sudah dewasa bang bukan lagi seorang anak perempuan umur delapan tahun yang gampang menangis"
"Tetap saja, Abang tidak ingin siapapun menyakitimu"
Aku tersenyum, "terimakasih bang, tapi Rey?. Dia tidak akan menyakitiku"
Abang tersenyum kecil, "yasudah ke kamar, tidur. Besok sekolah"
"Iya iya bawel"
"Ish ini anak"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
Teen FictionTentang ketulusan dari sepasang hati. Menunggumu itu adalah sebuah pilihan, Ketika cinta kita belum mampu bertemu dan bertatap. Ini kisah tentangku dan tentangnya. Tentang sebuah cinta yang masih didalam pertanyaan. Semesta mempertemukan kami untuk...