Mau Kemana Lagi?

67 3 0
                                    

Hari ini aku lebih bersemangat untuk berangkat sekolah, karena Rey pastinya. Dia sudah mengisi sebagian fikiranku, membuat tidurku tak tenang. Setelah penantian selama tiga bulan penuh kerumitan, akhirnya Rey kembali untuk memulai kisahnya bersamaku, kuharap begitu.
Seperti biasa sekolahku hari ini ku awali dengan baik busway yang selalu berhasil mengingatkanku tentang kenangan tiga bulan lalu, yang tak pernah terlupa, seperti sebuah memori permanen yang terjadi di otakku. Aku duduk di tempat biasa, mungkin kalian sudah tahu, atau belum?.
Baik ku jelaskan, aku duduk didekat jendela, mudah untuk mengenali tempat dudukku, karena pak sopir menandainya dengan coretan namaku berwarna pink, tempat duduk ini selalu kosong. Hanya aku yang mendudukinya selama tiga bulan. Mungkin karena saking seringnya aku naik busway ini, pak sopir jadi menandainya hanya untukku seorang. Tapi belum tentu juga hanya aku yang duduk disini, tidak apa apa juga sih kalau tempat ini diduduki orang lain toh ini angkutan umum, semua berhak untuk duduk dimana saja. Kalau saja Rey ada disini, aku pasti akan meminta pak sopir untuk menuliskan namanya disebelahku. Belum juga satu menit aku mengatakannya, saat aku ingin duduk betapa terkejutnya, aku melihat kursi disebelahku bertuliskan sebuah nama berwarna biru, tapi tulisannya bukan Rey melainkan si manusia aneh. aku tertawa kecil, melihat hal yang aku pikirkan menjadi kenyataan, tapi dimana dia, aku mencari sepasang sepatu sporty putih yang legend itu, tapi tidak ada. Apa sih neska, nanti juga bertemu lagi.

Suasana yang tadinya agak sepi berubah menjadi keramaian, busway ini terus berhenti untuk mengambil penumpang. Aku menutup mataku sebentar karena jujur aku kurang suka dengan bunyi keramaian atau bunyi klakson kendaraan, karena tidak suka saja, enak kalau suasananya itu tenang, jadi tidak pusing sendiri. Setelah beberapa menit aku merasakan ada yang duduk disampingku, mendekat padaku, tapi tidak terlalu aku hiraukan, mungkin itu orang yang baru datang. Tapi tiba tiba ia membisikkan sesuatu ke telingaku,
      "Sejak bertemu kamu, aku tidak ingin menghilang terlalu lama"
      Aku langsung membuka mataku, melihat seseorang yang aku kira orang lain ternyata, "Rey?"
      "Kenapa? Kaget aku ada disebelahmu sekarang"
      "Kamu ini jin atau apa sih, hobinya kok mengagetkan orang, tiba tiba muncul tiba tiba hilang"
      "Aku Rey"
      "Iya aku tahu"
      "Sudah tahu arti namaku?"
      "Raja, bukan?"
      Ia mengangguk, "dan raja bebas melakukan apa saja, bukan begitu?"
      Aku menunjukkan raut wajah tak setuju, "bukan berarti boleh meninggalkan seseorang bersama sejuta pertanyaan"
       Dia menatapku dengan senyum yang sangat ingin kubawa pulang,
        "Tapi pergiku akan selalu membawa kabar kembali ka"
Aku terdiam, mencerna kata katanya barusan, mengapa kata katanya begitu membuatku berfikir keras. Untuk apa dia mengatakan hal itu, dia akan pergi lagi atau bagaimana. Ah semesta, bagaimana alur cerita ini? Apa aku akan tetap berada di garis abu abu ini, berada dalam siklus kehidupan yang menyakitkan ini, bertemu lalu berpisah, bertemu lagi tapi kemudian lagi lagi berpisah? Jelaskan semesta apa maksudnya?.
       "Kamu mau pergi lagi?"
       Dia tersenyum kecil, "bukan pergi tapi hanya singgah di suatu tempat"
       "Dimana?"
       "Bahasnya nanti saja ya, sudah sampai"
       "Tidak usah turun, cerita saja"
       "Nanti telat ka"
       "Biarkan, aku tidak suka membuat suasana kelas jadi tidak fokus, ceritanya sekarang saja, ya?"
       Dia mengelus rambutku, "Neska, nanti saja ya"
        Yang tiba tiba membuatku luluh dan mengalah, "iya deh"
Ia tersenyum dan berjalan duluan keluar, meninggalkanku di busway dengan penuh pertanyaan, dia itu suka sekali menghilang ketika aku butuh jawaban, tapi tiba tiba juga muncul untuk memberi kepastian. Sudah ka, biarkan saja Rey menjadi dirinya sendiri, toh nanti ia akan menemuimu lagi, janjinya selalu ditepati kok, seperti janjinya kemarin.

Dan benar saja suasana kelas menjadi tidak fokus, aku terus memikirkan apa yang akan dia katakan nanti, apa dia akan mengatakan bahwa ia harus pindah dan pergi dari Bandung? Atau pergi ke negara lain lalu menetap disana?. Setelah berjam jam terjebak dalam sejuta pertanyaan, akhirnya bel pulang berbunyi. Aku cepat mengemasi buku buku dan langsung bergegas datang ke kelas Rey, menemuinya dan cepat cepat memaksanya untuk bercerita soal tadi. Saat aku berjalan kearah kelasnya, tiba tiba dari belakang terdengar suara yang membuatku tersenyum,
       "Mencariku?"
       Aku menoleh kebelakang, "jadi cerita kan?"
       "Tapi tidak disini"
       Tiba tiba saja aku mendapatkan ide, "bagaimana kalau ke kedai kopi Bu asih?"
        "Kedai kopi Bu asih?"
        Aku mengangguk, "tempat yang selalu aku kunjungi dan aku singgahi, ketika kamu memilih untuk hilang Rey"
         Ia tersenyum kecil, "ya sudah, dari sini jauh ya?"
         "Enggak kok, makanya aku suka ditempat Bu asih, tempatnya dekat dengan sekolah"
         "naik apa kesananya?"
         "Busway Rey"
         Ia tersenyum lagi, "Busway kenangan itu ya"
         Aku tertawa kecil, "kok jadi busway kenangan"
         "Karena kalau busway itu sudah tidak kita tumpangi bersama, kan nanti hanya jadi kenangan"
Aku kembali diam, apa lagi ini, sebenarnya mau mengatakan apa sih, kok perasaan ku jadi tidak enak,
         "Kenapa busway nya tidak bisa kita tumpangi bersama, bukankah kamu yang bilang kalau kamu tidak akan pergi lagi?"
         "Aku memang tidak pergi, hanya singgah"
         "Tapi sama sama meninggalkanku kan?"
         "Pergi untuk kembali"
         "Dan kembali untuk pergi lagi, begitu?", Aku menunjukkan kekesalanku aku memalingkan wajah kearah yang lain.
        
Tiba tiba ia menggenggam tanganku, mengajakku untuk naik busway yang sudah datang, aku menurutinya tentu dengan muka yang masih marah. Karena dia itu membingungkan, memahami konsep kehidupannya itu sulit, bagaimana tidak kesal saat sudah susah bertemu, dipertemukan sekali hanya untuk berpisah. Ia terus menggenggam tanganku sangat erat, tanpa berniat melepaskannya sejenak. Seperti seorang kekasih yang takut bila perempuannya diambil orang, itu yang sedang aku rasakan.

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang