CHAPTER 03<<Abstrak

898 109 13
                                    

             Hati-hati jangan sampai kamu terpeleset lidahmu sendiri, karena sakitnya akan melebihi terpeleset di lantai.
🍁

Jingga mengangkat wajahnya dan beralih menatap ketiga temannya, sementara yang ditatap hanya senyum-senyum.
  
"Kalian nggak ngerti yang gue rasain."

"Gue gak setuju!!" ucap seseorang tiba-tiba yang membuat ke empat cewek itu menoleh kaget.

              **********
Semua menoleh ketika mendengar sumber suara berat itu, bahkan tampak sekali jika ekspresi keempat manusia yang sedang duduk itu terlihat syok.

"Kenapa? Lo cemburu?? Haa gue tau apa jangan-jangan ... lo suka ya sama si Jingga?" tunding Raya dengan mata memicing dan jarinya yang menunjuk wajah Langit.

"Gue? Suka dia? Gak akan!!" Jawabnya setengah meledek, Jingga langsung memasang wajah datarnya.

"Terus?" tanya Raya lagi sembari menaikkan dagunya.

"Ya ... gu-gue," ujarnya gugup.

"Gak bisa jawab 'kan lo?" ujar Raya dengan tangan bersendekap di dada.

"Gue cuma mau pesen sama lo, jangan sampai lo kepleset sama lidah lo sendiri Man!" balas Fahri yang tiba-tiba lewat  sambil menepuk bahu Langit. Cowok itu terdiam seperti ada yang mengganjal di hatinya.

"Cakep!! Nah, itu baru doi gue" ucap Zea heboh sendiri dengan mengacungkan jempolnya.

Langit hanya diam tak berkutik lidahnya bahkan terasa kelu, dan menatap kepergian Fahri dengan berbagai asumsi.

Sementara Fahri hanya mengerlingkan sebelah matanya untuk zea.

"Kalaupun gue suka dia, mungkin dia gak akan pernah jadi milik gue." Sayangnya kata-kata itu hanya disimpan rapat-rapat dihatinya.

Zea terkekeh ringan melihat itu. Kadang ia bingung mengapa langit sangat possesiv terhadap Jingga? Ntah kenapa cowok yang di depannya itu sangat aneh jika menyangkut cowok yang mendekati Jingga. Seperti tak rela, namun gengsi cowok tampan itu terlalu tinggi untuk mengakui.

Rara yang merasa jawaban Langit belum komplit lantas bertanya kembali. "Terus masalah lo?"

"Yaa, gue kasian aja si sama cowoknya, ntar digigit. Kan dia kuyang" balasnya cepat dan tanpa dosa.

Mendengar itu Jingga memekik tak terima!Dan siap untuk menyerang dengan jurus andalannya yaitu memukul. Meskipun sakitnya tak seberapa namun bisa mengurangi rasa dongkol dihatinya.

"Kenapa? Lo ga terima" ucapnya santai saat Jingga hendak melayangkan kotak pensil ke arahnya.

Gerakan jingga terhenti di udara, sepertinya sia-sia dia menyerang Langit si Kadal kemarau untuk kali ini. Lalu ia menurunkan tangannya dan kembali duduk dengan mata yang  masih menatap Langit kesal.

Rara yang sedari tadi menyimak pun angkat bicara. "Gue heran sama lo. Kenapa lo selalu gangguin Jingga dan gak terima setiap Jingga mau kita cariin jodoh?"

"Simple aja si jawabannya, nih ya ... yang pertama karena jodoh itu di tangan Tuhan, " jelas Langit dengan yakin." Dan yang kedua gue suka aja lihat dia kesel dan marah-marah," lanjutnya lagi, Jingga melebarkan matanya.

Jingga menatap langit tajam, suasana mendadak abstrak. Teman-temannya pun hanya diam setelah mendengar penjelasan Langit. Tak ada yang berani membuka suara hingga akhirnya Jingga berdiri dengan perasaan yang bergemuruh.

"Lo ngeselin!!" ucapnya singkat dengan mata memerah kemudian berlalu pergi menabrak bahu Langit.

                 *****

Langit dan Jingga [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang