Terbakar dalam Gairah (21+)

19.7K 433 15
                                    

Makaila terbangun saat tengah malam tiba. Sengatan rasa sakit yang menyerang sekujur tubuh Makaila menyentak dirinya untuk sadar dari rasa kantuk yang menggelayut di kedua kelopak matanya. Saat itulah, Makaila sadar jika apa yang ia alami sebelumnya bukanlah khayalan. Rasa sakit yang menyerangnya ini, adalah bukti jika dirinya memang sudah dihancurkan oleh Bara. Memikirkan jika kehidupannya sebagai seorang gadis yang suci sudah direnggut oleh Bara, Makaila sama sekali tidak bisa menahan diri untuk menangis tergugu.

Makaila meringkuk dan menarik selimut yang menutupi tubuhnya yang polos. Ah, tidak sepenuhnya polos, tetapi dihiasi oleh berbagai tanda kecupan dan lebam sisa kissmark yang menjadi hasil karya dari Bara. Makaila membenci tubuhnya sendiri, apalagi saat dirinya mencium aroma tubuh Bara yang melekat pada tubuhnya. Makaila juga bisa mencium bau asing yang belum pernah ia cium selama hidupnya. Makaila merasa ingin segera membersihkan dirinya sendiri, atau membakar semua barang yang menjadi saksi bisu terenggutnya kesucian Makaila sebagai seorang gadis.

Namun, Makaila sama sekali tidak bisa melakukan apa pun. Rasa sakit yang menggigit di bagian bawahnya terasa memaku Makaila agar tidak bergerak sedikit pun dari posisinya saat ini. Makaila meratapi nasibnya. Seharusnya, sejak awal Makaila tidak menyembunyikan masalah ini dari Edelia. Makaila seharusnya mengatakan pada Edelia perihal identitas Bara yang sejak awal sudah diketahui oleh Makaila. Setidaknya, jika saat itu Makaila tidak tenggelam dalam rasa takut dan bertindak bodoh dengan tidak mengungkapkan hal yang sesungguhnya, Makaila serta Edelia bisa kembali melarikan diri ke tempat yang jauh untuk memulai hidup yang baru dalam persembunyian.

Makaila meringis dan terisak karena rasa sakit yang masih saja menggigit bagian intimnya. Padahal, Makaila sudah berusaha untuk tidak bergerak sedikit pun, rasa sakitnya tetap saja terasa. Makaila sama sekali tidak berusaha untuk menekan suara tangisnya, dengan harapan jika ibunya yang pastinya sudah pulang dari kerjanya, mendengar suara tangisnya ini. Makaila sudah tidak lagi tahan. Ia tidak bisa menyimpan semua ini sendirian. Makaila perlu pelukan yang bisa memberikan perlindungan dari dunia yang kejam ini.

Di tengah isak tangisnya tersebut, Makaila tersentak saat dirinya mendengar suara pintu yang terbuka. Makaila menatap pintu dengan penuh harap, jika sosok yang membuka pintu tersebut adalah ibunya. Namun, yang ia lihat malahan siluet sosok tinggi berbahu lebar yang sudah dipastikan bukanlah ibunya. Makaila bergetar hebat dan beringsut menjauh hingga terpojok di sudut ranjangnya yang menempel pada dinding. Dirinya membalut tubuhnya sepenuhnya menggunakan selimut tebal yang sejak tadi melindunginya dari udara malam yang dingin menggigit.

Makaila bisa merasakan bagian kasur yang berada di hadapannya melesak, sudah dipastikan karena ada sosok yang duduk di tempat tersebut. Menyadari hal itu, Makaila semakin beringsut dan meringkuk diliputi ketakutan yang kental. Sementara Makaila masih dalam ketakutannya tersebut, saat ini Bara mengamati Makaila dengan sorot pandangan yang sama sekali tidak bisa dibaca. Bara tentu saja bisa mendengar isak tangis Makaila yang terdengar penuh pilu sebab ketakutan yang begitu kental.

Bara mengulurkan tangannya dan membuat wajah Makaila yang sebelumnya tertutupi sepenuhnya oleh selimut, kini terlihat dengan jelas oleh Bara. Makaila menatap Bara dengan kedua netra yang penuh dengan ketakutan. Kedua tangan Makaila membekap mulutnya sendiri untuk menahan isak tangisnya. "Ayo bangun, kita bersihkan dulu tubuhmu," ucap Bara. Namun, Makaila tidak mendengar hal tersebut dengan sebuah ide yang baik. Makaila semakin meringkuk, menyembunyikan dirinya dalam lindungan selimut tebal.

Bara yang melihat hal tersebut mendengkus keras. Namun, Bara sama sekali tidak habis akal. Bara mengulurkan kedua tangannya dan menggendong Makaila yang masih terbungkus selimut. Tentu saja Makaila yang mendapatkan perlakuan tersebut tidak bisa menahan diri untuk menjerit keras, dan meminta tolong pada ibunya. Namun, Makaila sama sekali tidak mendapatkan pertolongan dari siapa pun. Hal itu membuat Bara masih dengan santainya menggendong Makaila menuju kamar mandi dan membuang selimut yang menggulung tubuh Makaila begitu saja. Sebelum Makaila kembali berontak, ternyata Bara sudah merendamkan tubuh Makaila ke dalam bak mandi yang terisi air hangat yang beraroma sabun kesukaan Makaila.

The Hottest Desire Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang