Tentang intrik yang ada di balik punggung sempit seorang Taraksa Abhimana Satya
(NCT Mark local AU)
-
Tutup mulutmu, buka matamu
-
*Mature karena tema yang mengandung unsur kekerasan
Orang-orang di ruang medis terlihat sangat panik. Bagaimana tidak? Bosnya terluka, peluru tertancap di lengan kirinya, badannya penuh dengan lebam,
"Tyaga, stay away from here, akan lebih baik jika kamu tidak melihat keadaannya," Aria berkata sesaat Tyaga masuk ke dalam bangsal,
"Kenapa?! Dia adikku!"
"Dengarkan aku Tyaga, kondisi adikmu sangat buruk, dia tidak mau kamu menjenguknya,"
"Tapi kenapa? Jangan bohong kepadaku, Aria-"
"Itu perintah mutlak dari Taraksa, dia tak segan membunuh kita kalau kita melanggar perintahnya, tolong, Tyaga, aku tahu kamu khawatir dengan adikmu, tapi ini perintah," Aria menjelaskan, membuat Tyaga terdiam.
"Tunggu di kamarmu, oke?" Aria meyakinkan. Tyaga menganggukkan kepalanya dengan pelan, berusaha menelan ludah.
"Mau kuantar?" Aria bertanya,
"Boleh," Tyaga menjawab, suaranya masih bergetar. Aria memahaminya. Sebagai seorang psikiater, ia jelas paham dengan apa yang Tyaga sedang lalui saat ini. Ia dapat merasakan tubuh Tyaga bergetar dengan hebat, hingga akhirnya mereka sampai di kamar Tyaga.
"Menangislah kalau perlu, jangan ditahan," Aria berbisik, mengusak kepala Tyaga yang menelungkup di tempat tidur.
000
Baskara menghela nafasnya, melipat tangan di dada sambil menatap Taraksa yang terbaring di tempat tidur dengan bantal-bantal yang empuk,
"Kakakmu panik," Baskara memulai pembicaraan,
"Biarkan-"
"Apa yang terjadi, Aksa?" Baskara bertanya, Taraksa menggelengkan kepalanya,
"Kamu baru pergi, SENDIRIAN, tanpa bodyguard, apa yang kamu lakukan?" Baskara berusaha bertanya,
"Apa ini ada hubungannya dengan kakakmu?" Baskara kembali bertanya, duduk di kursi sebelah Taraksa. Taraksa menganggukkan kepalanya dengan ragu,
"Ya, mereka hampir mengetahui letak HQ kita, untuk menculik Tyaga, aku langsung menghampiri mereka, membunuh mereka,"
"Itu gegabah-"
"I know! I can't help it! Aku nggak bisa ambil resiko, bagaimana kalau mereka berhasil menculik Tyaga, atau lebih parah lagi, mengambil alih HQ?!" Baskara menghela napasnya.
"Baiklah, setidaknya, apa kau tahu siapa yang ingin menculik kakakmu?"
"Sama dengan yang menembak di penthouse kita,"
"How do you know?"
"They used Beretta M951, aku hapal bentukannya," Taraksa menjawab.
"Belum tentu-"
"Gut feelings, Baskara, have you heard of that?" Baskara terdiam. Kalau tentang gut feeling, Baskara tidak bisa berkata apa-apa.
"Sudahlah, aku mau istirahat," Taraksa memalingkan wajahnya.
"Butuh aku panggilkan Tyaga?"
"Nanti malam, sudah kubilang aku mau istirahat,"
"Baiklah," Baskara beranjak dan pergi dari kamar bosnya. Kurasa menjelaskan kepada kakaknya akan lebih mudah, dari pada seperti ini... Baskara berkata dalam hati dan menghela napas.
"Bagaimana?" Aria bertanya sesaat setelah Baskara keluar dari ruangan.
"Panggil Tyaga nanti malam, Aksa ingin dia menemuinya," Aria mengangkat sebelah alisnya,
"Beneran?"
"Ngapain aku bohong," Baskara mendengus. Aria tertawa, menepuk kepala Baskara,
"Iyaa... Jangan ngambek. Udah gede masa masih ngambekan sih," Aria berkata dan berlari, sebelum mendengar Baskara meracau lebih banyak lagi.
note: Baskara
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.