makan malam

29 4 0
                                    

            Mari berkenalan dengan keluarga Satya. Sang ayah adalah pemilik saham terbesar di Indonesia, diikuti jejeran perusahaan besar yang tak bisa dihitung banyaknya. Istrinya adalah seorang desainer kenamaan, sukses mendesain baju hingga namanya melanglangbuana. Tak ada yang tak kenal dengan keluarga Satya, keluarga harmonis yang dikaruniai dua anak laki-laki, Tyaga Abhirama Satya dan Taraksa Abhimana Satya.

Sedari dulu, Tyaga adalah anak yang terbuka. Lesung di pipinya menawan hati orang-orang, tutur katanya yang lembut membuat siapapun luluh menghadapinya. Otaknya teramat pintar, ia sudah bisa mengerjakan soal menghitung ukuran anak kuliah di usianya yang masih bercelana biru. Singkatnya, anak sulung keluarga Satya itu adalah anak yang cerah, living with a golden spoon in his hand. Semua orang menyukainya, Tyaga tak bercela, layaknya porselen cina yang dipajang di etalase.

Lain halnya dengan Taraksa. Ia lebih suka menyendiri. Perawakannya yang dingin membuat orang-orang mengaguminya, namun segan menghadapinya. Kapasitas otaknya jauh lebih tinggi dibanding Tyaga. Taraksa senang melukis, bahkan di rumahnya ia memiliki ruangan miliknya sendiri khusus untuk melukis. Banyak dari lukisannya bertema surealis, dan ia paling benci jika ada seseorang masuk ke ruangannya tanpa izin.

Kini Taraksa sedang berkuliah di London School of Economics and Political Science. Tujuannya jelas, melanjutkan bisnis ayahnya. Sedangkan Tyaga kini bekerja sebagai Information Security Engineer di SpaceX. Dengan cemerlangnya otak Tyaga, ia kini dihire oleh SpaceX dalam usia yang terbilang muda.

000

Tyaga menyeruput tehnya dengan khidmat. Ia kini berada di penthouse keluarganya. Hanya saja ia sendiri di penthouse ini, ayah dan ibunya memutuskan untuk berlibur di New Zealand, menikmati udara segar, meninggalkan sejenak udara Jakarta yang panas. Taraksa? Ah, sebentar lagi dia akan datang, dia baru saja lulus S2-nya di London sana, dan baru akan kembali ke Indonesia malam ini. Ah, sungguh, Tyaga tidak sabar melihat adik kecilnya yang sudah beranjak dewasa itu.

Kenop pintu rumah yang terbuka mengejutkan Tyaga. Yang ia tunggu akhirnya datang, tak lain dan tak bukan adalah adiknya, Taraksa.

"Hai," Tyaga tersenyum, menyapa adiknya. Taraksa tak membalas, malah menatap dingin kakaknya. Tyaga hanya bisa mengelus dadanya pelan-pelan, sabar menghadapi adiknya yang terkenal diam dan dingin sejak ia lahir dulu.

"Sudah makan?"

"Belum," Taraksa menjawab, sambil membuka jasnya, melipat kemeja hingga siku, dan melonggarkan dasinya.

"Aku baru masak, ayo makan," Tyaga mengajak, senyum masih terpatri di wajahnya, walaupun ia agak kecewa, mengapa adiknya bersikap kasar kepadanya.

Taraksa menarik kursinya dengan kasar, menatap piring di depannya dengan jijik. Piring tersebut sudah dipenuhi dengan masakan Tyaga, kalkun panggang dengan mashed potatoes, ditambah salad di sekelilingnya,

"Nggak dimakan?" Tyaga bertanya, tak dijawab oleh Taraksa.

"Aksa," Tyaga kembali memanggilnya. Mengetuk meja makan yang dibuat oleh kayu Dalbergia dan Pink Ivory, namun Aksa mengabaikannya. Tyaga lalu mengusap kepalanya. Melihat ke kanan, terpampang jendela besar menampilkan cuaca setelah hujan, lalu tersenyum pelan. Sungguh udara yang sangat menyenangkan... Tyaga berkata dalam hati, berusaha mengalihkan kejengkelannya terhadap adiknya. Tambahan, Tyaga sangat menyukai udara setelah hujan, sangat segar, dan lingkungannya terlihat bersih.

"Kamu nggak suka, masakan aku?" Tyaga mencoba bertanya pelan-pelan.

"Taraksa-" kata-katanya terputus oleh Taraksa yang membanting garpunya sendiri,

"TARAKSA!!! Apa yang kamu lakukan?!" Tyaga kini membentak Taraksa. Keterlaluan, jika tidak suka masakannya, tinggal bilang! Tidak usah banting-banting!

"Jangan buang-buang makan-"

"Tyaga,"

"Hah?"

"Dalam hitungan tiga, sembunyi di bawah meja," Taraksa menatap tajam kakaknya,

"Apa?"

"Satu, dua, tiga,"

Tak lama kemudian, rentetan peluru memecah jendela agung itu, memecahkan piring-piring dan gelas-gelas kaca.

Sejak hari itu, Tyaga sangat membenci udara setelah hujan.

Sejak hari itu juga, kehidupan Tyaga berubah 180 derajat. 

KLANDESTINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang