BAB 3

3 1 0
                                    


Ruang makan menjadi sangat sunyi seakan turut menerka-nerka apa yang terjadi. Lampu ruang makan terus berpendar, tepat menyorot kotak kayu yang terbuka di bawahnya. Barang-barang berserakan di meja makan, menambah kesan tegang di antara kami bertiga.

"Jadi... Kau mendapat mimpi aneh sebanyak dua kali, Maura yang tiba-tiba diserang oleh kelinci gulat, dan sekarang kelinci tersebut berubah menjadi boneka?" tegas Yandi setelah mendengar ceritaku.

Kelinci yang seharusnya berada pada tas Yandi malah menjadi boneka. Raut wajahnya juga menunjukkan kebingungan, tidak seperti Yandi yang biasanya yang selalu tenang dan tidak acuh terhadap semua hal.

Aku tidak menjawabnya. Maura pun masih termenung dalam diam. Pandangannya tertuju kepada boneka kelinci yang tergeletak lemas di atas meja. Aku yakin Maura juga memiliki banyak pertanyaan namun Ia tampaknya masih berusaha memahami keadaan.

Hampir sekitar lima menit kami saling bertukar pandang tanpa mengeluarkan satu patah kata pun. Kebingungan membanjiri pikiran kami. Yandi terus memainkan kunci yang ada dalam kotak kayu Papa dengan tangan kirinya, dan sesekali mengetuk-ngetuknya ke meja makan sembari ikut bertukar pandang.

"Ini kunci yang kau bilang berada pada dasar kotak," Yandi memecah lamunan kami berdua dengan mengulurkan kunci yang Ia pegang ke pandangan kami.

"Kau juga bercerita bahwa dalam mimpimu, kau pernah melihat Maura menunjuk ke gudang di kamarmu. Lalu juga mendapat mimpi yang menunjukkan bahwa kotak kayu ini ada di kolong tempat tidurmu. Terus... Mengapa tidak kita coba masukkan kunci ini ke dalam lubang kunci di dalam gudang tersebut? Siapa tahu gudang itu akan membawa kita ke suatu tempat?" tambah Yandi dengan nada sedikit kesal.

Aku tidak pernah punya pikiran seliar Yandi.

"Entahlah Yandi... Tidakkah itu terdengar sangat aneh?" imbuhku. Saran Yandi masuk akal, namun terdengar konyol untukku.

"Apakah kelinci yang menyerang kita tadi tidak cukup aneh untukmu? Lalu sebentar lagi akan ada apa? Naga yang tiba-tiba muncul dari tasku?" timpal Yandi dengan nada sarkasnya sambil menunjuk boneka kelinci di hadapannya.

Kelinci itu masih terdiam. Terbujur lemas di antara barang-barang yang membanjiri meja makan. Tubuhku sudah siap bereaksi jika kelinci tersebut terbangun dari tidurnya dan melompat-lompat lagi.

Aku bangkit dari dudukku seakan tidak meperdulikan apa yang Yandi ucapkan.

"Kita butuh minum. Tenangkan pikiran kalian sejenak," kataku sambil mengambil sekotak susu dari kulkas. Yandi dan Maura yang masih menempel pada kursi mereka.

Tiga gelas susu kuantarkan menuju meja makan. Aku berusaha menahan keseimbangan di tengah tegangnya badanku karena kejadian itu.

Tanpa berlama-lama memandang, kami semua meneguk susu yang telah kusajikan. Suasana ruang makan tidak jauh berubah. Waktu menunjukkan pukul setengah lima sore, yang berarti sudah sekitar tiga puluh menit kami berada di ruang makan ini, berusaha mencari jawaban dari apa yang telah terjadi.

"Baiklah... Mungkin saranmu memang masuk akal. Kita akan mencobanya besok. Ingat Yandi, masalah kita dengan Pak Mo masih belum selesai, lho," aku berusaha memutuskan solusi yang tepat untuk semua ini dan mencoba untuk mengalihkan suasana.

"Nah... Gitu, dong! Dari tadi kita hanya berputar-putar, tidak menemukan jawaban sama sekali," timpal Yandi dengan begitu semangat. Suasana hatinya seakan bisa berubah kapan saja.

"Maura... Kakak minta kamu untuk tidak ikut," pandangaku beralih kepada Maura yang berada di sebelahku.

Maura masih terdiam. Pandangannya tetap tertuju pada boneka kelinci di depannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TREETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang