Bel pulang telah berbunyi. Aku memasukkan barang-barangku yang berserakan di meja. Kelas sudah hampir kosong. Aku menggendong tasku lalu keluar dari kelas.
"Hei, Do. Bagaimana ulanganmu tadi ?" Yandi dengan cepat menghampiriku dari belakang.
"Entahlah, aku menjawab sebisaku. Pak Bowo selalu saja menyuguhkan soal yang memusingkan untuk muridnya." Jawabku.
"Aku saja yang membawa contekan hampir tidak kukerjakan semua. Sungguh soal yang tidak bisa dikerjakan."
Kami mengobrol panjang lebar mengenai ulangan tadi pagi. Yandi adalah temanku semenjak berada di sekolah dasar. Hingga sekarang di sekolah menengah atas ini kami masih satu sekolah. Walaupun beda kelas kami masih sering mengobrol. Dia tidak pernah lepas dariku, seakan tidak punya teman lain.
Kami berpisah di parkiran. Aku mengambil motor merahku. Jam sudah menunjukkan pukul empat sore.
"Ah ngapain saja aku. Maura pasti menunggu lama."
Aku langsung menancap gas lalu keluar dari sekolah untuk menjemput adikku.
Jarak rumah dari sekolahku lumayan jauh. Jadi Mama mengizinkan untuk membawa motor sendiri, dan juga menyusul adikku. Aku dan adikku, Maura, berada di sekolah yang berbeda. Ia masih berada di sekolah menengah pertama.
Selang beberapa menit aku sampai di sekolah adikku. Dari luar aku bisa melihatnya duduk-duduk di lobi. Aku mengirim pesan kepadanya,
"Udah di luar."
Ia dengan segera langsung beranjak dari duduknya dan menuju kemari.
"Lama bener... Ngapain aja di sekolah." Tanyanya
"Hehe maaf tadi Kakak ada keperluan sebentar." Jawabku dengan sedikit alasan.
"Aku minta mama belikan motor sendiri aja kalau gini terus."
"Hmmm.. masih kecil. Belom boleh."
Tanpa basa-basi lebih panjang lagi kami langsung berangkat pulang. Di perjalanan, seperti biasanya Maura berbicara cukup banyak mengenai kegiatannya di sekolah. Ia merupakan anak yang banyak bicara, sementara aku tidak terlalu suka berbicara banyak.
Maura dan Mamaku adalah keluarga satu-satunya yang kupunya. Papaku meninggal enam tahun yang lalu, saat aku berumur 12 tahun. Papa tidak meninggalkan apa-apa kepadaku. Ia meninggal karena kanker yang Ia derita.
Kami bukanlah keluarga yang kaya raya dan terpandang tapi syukurlah kebutuhan hidup kami selalu tercukupi. Mama yang bekerja sendirian masih bisa menghidupi kami berdua.
Kami berdua tiba di rumah. Maura membukakan pagar lalu aku memasukkan motor. Seperti biasa Mama masih bekerja jam segini jadi kami hanya berdua di rumah.
Sungguh hari yang melelahkan. Ulangan Pak Bowo sangat menguras tenagaku untuk berpikir. Aku langsung masuk ke kamarku di loteng dan merebahkan tubuhku di kasur.
Tak berselang beberapa lama seseorang menepuk pundakku. Aku terbangun, rupanya aku ketiduran. Mataku masih remang-remang untuk melihat orang itu. Tidak itu bukan Maura. Orang itu berjanggut putih lusuh dan mengenakan kain.hijau untuk menutupi tubuhnya.
Aku beranjak dari kasurku dan menghadapnya. Aku dapat melihat tangannya yang keriput dan kurus. Kain hijau itu seakan menutupi tubunya yang kurus kering. Ia setinggi daguku. Ia menatapku dalam-dalam, seakan ingin menyampaikan sesuatu dari tatapannya.
"Dunia kita semakin rapuh." Ucapnya kepadaku dengan suara yang lirih.
Kadua tangan kurusnya meraih lenganku
KAMU SEDANG MEMBACA
TREE
خيال (فانتازيا)Seorang ramaja yang bernama Aldo menemukan rahasia besar ayahnya. Penemuan ini membawa Aldo ke dunia lain yang tidak pernah diketahui manusia sebelumnya. Ditemani oleh adiknya, Maura, dan sahabatnya, Yandi, mereka akan menjelajahi dunia yang penuh m...