4. Sejujurnya

135 3 6
                                    

"Kas, udahlah..."

Lukas mendengus dengan tidak sabar. "Lo bilang tadi ke gue mau jawab jujur."

Chandrika mengetuk-ngetukkan jemarinya ke setir mobil, mencari kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Lukas.

"It's about time to end it all, don't you think so?" Sahut Chandrika dengan aksennya yang kental.

"Tapi kali ini gue serius, Chan."

"Iya, gue tau. Gue juga serius. Jangan memaksakan yang nggak bisa dipaksakan lagi, Kas." Chandrika menambahkan dengan pahit, sudah kenyang akan asam garam pengalamannya dalam topik pembicaraan ini.

Lukas mengusap wajahnya dengan frustasi, meskipun ia tahu betul Chandrika benar.

Apalagi yang ia harapkan dari sisa hubungan ia dan Lalita? Gambling untuk kesekian kalinya demi mendapatkan puing-puing bangunan yang fondasinya tidak pernah kokoh sedari awal?

***

Lalita tak dapat menjelaskan dengan tepat kapan ia memutuskan mengakhiri hubungan mereka.

Tentu saja, ia bukannya sengaja merencanakan demikian, walau belakangan ini hati kecilnya berkata bahwa ia sudah berniat pergi sejak lama, barangkali bahkan sejak awal hubungan mereka, saat mereka pertama kali bertemu.

Tidak mungkin, ia membatin.

Tapi harus ada titik ketika gagasan untuk pergi itu mulai terbentuk. Ketika semesta mulai menggerakkannya.

To fall in love is awfully simple but to fall out of love is simply awful.

Tidak seperti dengan lelaki-lelaki sebelumnya, waktu yang dihabiskan bersama Lukas memunculkan perasaan yang mengaburkan garis tipis di antara infatuation dan cinta yang sejatinya. Bukan hanya mendesah dan melamun, debar jantung dan keringat di tangan ketika memandang yang disayang, bukan. Melainkan tentang seisi semesta tampak saling bertabrakan dan kehidupan terjungkirbalikkan. Semua itu terdengar dramatis, memang, membuat Lalita yang selalu waspada dalam membuka hatinya sempat merasakan kemelut yang berkelanjutan.

Mereka muda, saling cinta, punya banyak waktu dan tenaga. Lalu waktu ikut campur dalam kehidupan yang indah itu, memaksakan berbagai kewajiban hidup yang datang seiring dengan kedewasaan pikiran.

Lukas memang banyak menunjukkan rasa sayang dan afeksi kepadanya, tetapi pertumbuhan pribadi Lalita mengambil arah berbeda, tak bisa dijembatani kemiripan gagasan, selera dan kecenderungan, juga tak bisa dipengaruhi kata cinta semata.

Jadi kalau Lalita berjalan mundur dan menelusuri lagi langkah-langkah menuju saat ketika segala di antara mereka mulai bermasalah, maka ia akan menemukan jawabannya bukan di hal tertentu, melainkan di kenyataan bahwa mereka ujung-ujungnya dua orang yang amat berbeda. Sejujurnya, itu alasan yang payah. Memangnya apa lagi definisi hubungan yang saling mengerti, kalau bukan persatuan dua orang yang berbeda dan mengatasi perbedaan itu?

Lukas mungkin benar ketika ia berkata itu semua salah Lalita.

Lalita-lah yang ujung-ujungnya merusak semuanya.

Dan ia takut ia ada di jalan yang sama dalam mengulang kesalahan yang menyakitkan untuk kedua kalinya.

***

Lalita berdiri di pantry, menyesap pelan teh kemasan dari Thailand oleh-oleh dari Joni–yang entah bagaimana persediaannya tidak habis-habis–seraya menatap layar handphonenya yang menampilkan fotonya bersama Lukas yang tertawa lebar, foto tahun lalu disaat mereka merayakan ulang tahun Lalita di apartemen kecilnya. Saat dimana ia belum mengenal Rino. Dengan ragu ia menyapukan jemarinya di layar, berpikir keras sebelum akhirnya memilih pilihan delete seiring dengan hembusan napas yang berat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

At the First SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang