"Jadi.....Ardan itu tidak ada hubungannya dengan laki-laki itu" jelas Arumi terakhir, tangannya sudah bertaugan menggenggan jemari iparnya, Hanum.
Hanum terlihat terkejut, air matanya mengalir menyiratkan penyesalan, "tapi....apa itu mungkin?"
Arumi mengangguk pasti, "mungkin saat itu kamu nggak sadar kalo kamu lebih dulu mengandung Ardan. Lagipun, saat malam itu kamu todak benar-benar melakukannya kan? Bukankah Rakha datang sebelum semuanya terjadi?"
Hanum menerawang jauh ke dalam kenangan, "ja-jadi....Ardan bukan hasil perbuatanku dengan laki-laki itu, tapi dia anak Mas Rakha?"
"Iya, dia anak kalian, sekarang kamu lebih baik minta maaf sama dia. Selama ini, dia harus menjalani kerasnya hidup sendiri, ditambah dengan siksaan batin dan fisik dari kalian. Kalian seharusnya bersyukur karena Ardan masih mau bertahan dan belum menyerah." ucap Gama dengan tegas, hatinya masih tersulut amarah yang sedang ditahan baik-baik. Hari ini ia sedang puasa, tidak ingin hanya mendapat lapar dan hausnya.
.
.
.
.
.
.
Rakha menghela nafasnya, sudah dari setengah jam yang lalu ia memandangi wajah anaknya. Ardan memang sedang tidur, namun sesekali bibirnya terbuka hanya untuk meringis, dahinya mengernyit secara spontan bagai ada sesuatu yang menusuk tubuhnya, memberikan rasa sakit yang luar biasa.
Entah kenapa rasa penyesalan harhs ada di akhir, ketika semuanya usdah terlambat, apalagi perkataan Syakir yang membuat Rakha tambah merasa bersalah selama enam belas tahun ini. Sebagai dokter, Syakir sudah mengusahakan yang terbaik, tapi hanya sampai disitu karena pasiennya yang tak minta dan tak ingin lebih.
"Stadium akhir, akan cukup sulit untuk menyembuhkannya. Tim medis hanya bisa melakukan pengobatan yang bisa memperpanjang umurnya, namun sudah tidak lagi bisa menyembuhkannya. Penyakit ini juga tidak bisa sembuh begitu saja, ada beberapa kasus yang sembuh namun sel kanker bisa tumbuh lagi di beberapa tahun setelahnya. Untuk Ardan, ini sudah sangat terlambat, kami hanya bisa berdo'a."
"Mas...."
Rakha sontak menoleh mendengar panggilan lirih dari belakangnya itu, menampilkan sosok wanita cantik berambut panjang yang terikat rapih. Rakha tersenyum, kakinya melangkah langsung memeluk erat wanita itu. Tidak ada lagi alasan untuk mereka berpisah atau membenci Ardan, karena lelaki itu adalah anak kandung mereka.
"Maafin aku, mas...."
"Enggak, aku yang minta maaf" elak Rakha dengan cepat, tangannya mengelus punggung Hanum penuh cinta.
"Ay--" Harris sudah berada di ambang pintu, dalam hatinya berniat mengunjungi ayah dan adiknya. Beberapa jam yang lalu, ia sudah mendapat pesan yang lumayan panjang dari pamannya, menerangkan dengan sangat jelas bahwa, Ardan adalah adik kandungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ardan [TERBIT]
DiversosSudah terbit di WorldMedia Publisher [Pemesanan bisa melalui Shopee dan Tokopedia] Segalanya akan menjadi indah, ketika sinarnya meredup "Aku tak pernah menginginkan terlahir kembali dengan cara yang lebih baik. Karena hidupku ini sudah cukup bisa d...