{1} Merelakan 🥀

28 4 2
                                    

Jam menunjukkan pukul 14.00 WIB.
Ara masih belum pulang dari tadi.
Bima pun sama, biasanya jam 12.00, beliau sudah pulang. Bibi masih beres-beres di dapur.

Kriing..Kriingg...Kriingg..Telefon rumah berbunyi hampir dua puluh kali. Tapi Bibi belum mengangkatnya sama sekali, mungkin tidak mendengar suara tersebut. Ke dua belas kali nya telefon berbunyi, akhirnya Bibi menuju ke arah suara telefon tersebut.

Baru saja Bibi mau menyapa nya, Ara datang dengan membawa satu kantong plastik berisi makanan. Tanpa mengucapkan salam, Ara langsung duduk di sofa berwarna abu-abu.

"Siapa Bi?" Sambil membuka jaket merah nya.

"Tidak tau Non," Bibi kebingungan.

Ara mengernyitkan dahi. Tanpa memperdulikannya, Ia dengan lahap memakan sepotong gorengan yang dibawanya tadi.

"Inalillahi wainna ilaihi rojiun."
Bibi menangis sedih, sambil menutup telefon rumahnya.

"Ada apa Bu? Siapa yang meninggal?" Ara mulai khawatir, dan menyimpan gorengan yang akan dimakannya.

"Ituu Nonn," Bibi sulit untuk mengucapkannya.

"Itu..Itu apaaa??" Ara panik. "Bibi, ayo bilang, apaaaa??"

"Tuan meninggal dunia Non..." Bibi lemas.

"Tuan siapa Biii? Jangan bilang kalo Ayah Ara yang meninggal Biii" Ara tak percaya dengan ucapannya Bibi.

"Iy..iyaa..Non, Tuan Bima meninggal dunia. Jenazah nya sudah dibawa ke Rumah Sakit Cinta Asih." Ucap Bibi sedih.

Air mata nya jatuh ke pipi yang mulusnya itu,
"gak mungkin Bi, gak mungkinnnnn...Inii semua bohong, Ara gak percaya."
Ara menjerit dan bergegas mengambil kunci mobilnya.

"Bibi, ikut Non.."

...

Baru saja Ara dan Bibi mau masuk ke dalam Rumah Sakit, didepannya ada petugas rumah sakit membawa jenazah.

"Stop.." Ara menghentikan petugas RS tersebut.

"Maaf Dek, kami harus segera membawa jenazah ini ke dalam ruangan jenazah." Ujar salah satu petugas RS tersebut.

"Saya mau lihat, identitas jenazah ini," Ara menangis dan tampak lemas.

"Sebelum kami membawa jenazah ini, kami menemukan dompet berwarna cokelat Dek." Salah satu petugas, memberikan dompet tersebut kepada Ara.

Ara sangat sedih. Ia ingat bahwa dompet itu adalah dompet milik Ayahnya. Ara membuka dompet tersebut, dan ternyata benar, dompet itu milik Ayahnya,disana terdapat foto mereka sejak Ara masih kecil, KTP, kartu-kartu rekening milik Bima.Ara kecewa.Ia mematung.Air matanya jatuh berkali-kali.

Tetapi, Ara masih belum yakin bahwa yang meninggal itu adalah Ayah nya, Bima. Ia langsung membuka kain yang menutupi jenazah tersebut.

"Jangan dibuka, Non..." Bibi menangis tersedu-sedu.

Ara tidak bisa menahan kesedihannya itu.Ia menjerit histeris ketika melihat bahwa jenazah tersebut adalah memang benar Ayahnya.

"Ayaahhhhh, jangan tinggalin Ara yahhh, Ara gak mau sendirian....
Ayaahhhhhhh."

Bibi berusaha untuk menenangkan Ara, tetapi Ara masih saja tidak menerima kenyataan bahwa Ayahnya meninggal dunia.

Ara membuka ponsel nya. Mencari kontak bertulisan BUNDAQU. Kemudian menekan tombol telefon.

"Maaf nomor yang anda tuju tidak bisa dihubungi.Cobalah beberapa saat lagi."

Hanya kalimat itu yang didengarnya sekarang. Ara kesal. Ara marah. Ara kecewa. Itu yang dirasakannya sekarang.

Ia membanting ponsel nya.
Kemudian memeluk Bibi yang ada untuknya saat ini.

...

"Bii, tolong bawakan airnya," Mengelus nisan Bima.

"Ini, Non.." Memberikan sebotol air bersih kepada Ara.

Ara membersihkan nisan Bima, sambil bergumam,
"Ayah, yang tenang di sana yah. Ara bisa jaga diri baik-baik kok disini.
Ara sayaaangg bangett sama Ayah, love you Ayahh." Air matanya menetas ke nisan Bima.

"Ayoo Non, kita pulang, langit nya udah mendung." Merangkul Ara.
Berusaha untuk membawanya pulang.

Ara menghapus air mata nya.
Berusaha untuk mengikhlaskan kepergian Ayah tercinta.


Jangan lupa follow, coment, dan tentunya like yah. Gratis kok gak usah bayar.

Trimakasih banyak yang sudah membaca🤗💛

#Bandung, 5 Mei 2020
Bye Shinlyariana




Perfection Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang