Tatapan Ustad kembali ke Cindy "Cindy, bagaimana jawabanmu?"
'Mati aja gue'
"Gimana Cindy, apa jawabanmu?" Tanyanya ulang
"Em.. anu tad.."
Pak ustad mengangkat kedua alisnya sebagai tanda menanyakan jawaban.
"Bebasnya jiwa dari perbudakan selain kepada Allah"
Pak ustad melengos mendengar jawaban Cindy "Pertanyaan kedua, apa bedanya jawabanmu dan jawaban Rizka?"
"Hm?" tambahnya menegaskan
'YAALLAH HAMBA GATAU'
Rizka mengacungkan tangan "Kalau gitu ana aja yang ganti jawaban tad"
Semuanya tercengang mendengar omongan dari Rizka.
"Oke, apa jawabanmu Riz?"
"Ketauhidan yang terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari adalah ketauhidan yang mempertautkan kehidupan keseharian manusia dengan kekuasaan Allah"
Cindy terpelongo, bagaimana bisa seseorang yang tampan juga memiliki otak seencer itu?!
Yak. Semua perempuan kini tertuju padamu Riz, ck.
Pak ustad mengangguk dan mempersilahkan Cindy dan Rizka kembali duduk.
Di sela-sela pembelajaran Cindy kembali menuliskan isi perasaannya kali ini yang tidak tersampaikan
uwu Riz syukro!!!
pffttt bosen bingit
Cindy cantik
Saat menuliskan kata-kata itu Cindy tak sengaja melihat tulisan di pojok buku, jelas itu bukan tulisannya.
Orang tua nte bukan budeg, ini kan tulisan bagaimana mereka bisa dengar?
Cindy terbelalak, kenapa bisa ada tulisan ceker ayam yang sangat tidak estetik di bukunya. Apalagi tulisan itu seakan menjawab curahan hati Cindy terkait orang tuanya yang tak kunjung datang.
'Siapa sih ini ga ada adab banget buka-buka buku orang!' umpatnya dalam hati.
🥒🥒🥒
Saat jalan pulang menuju asrama Cindy masih memikirkan, siapa orang sialan yang berani membaca dan menuliskan tulisan ceker ayam ke buku tulisnya.
Gita melambaikan tangan beberapa kali ke wajah Cindy "Hey, melamun terus. Kenapa nte?"
Cindy terbuyar lamunannya.
"Ck, siapa ya kira-kira? Tanya Cindy
"Siapa? Apanya yang siapa?
"Di buku tulis ana ada tulisan ceker ayam, udah gitu kaya balas isi curahan hati ana lagi"
"Mana liat"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl in PONPES
Teen FictionBagaimana bisa cewe nakal seperti Cindy bertahan di pondok pesantren. Dengan menahan murka ia terpaksa melakukannya karna paksaan sang Ayah.