My Man
Chapter 02
~*~
Sara Pov
Aku terpaku menatap punggung tegap seorang pria yang tengah berbincang dengan Bunda seraya duduk. Sial, melihat punggungnya saja sudah membuatku seperti ini, bagaimana jika aku melihat wajahnya?
"Nah, itu dia." Aku tersentak saat suara Bunda terdengar nyaring diruang tengah.
Kepala pria itu bergerak menoleh kebelakang, menatap kearahku yang juga tengah menatapnya, lalu tersenyum kecil.
Aryan memang benar-benar pria –sialan– yang sangat tampan, sama persis seperti apa yang dikatakan oleh Bunda. Ia benar-benar tampan.
Alis pria itu terlihat begitu pas dengan bulu mata lentiknya, dan mata yang memancarkan kelembutan, rahang kokohnya yang sedikit tergores dibawah pipi sebelah kanan, menambah kesan jantan dan bagaimana cara pria itu menarik sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman, itu terlihat begitu menarik di mataku. Astaga, aku hampir kehilangan kesimabanganku saat menatap bibirnya yang sepertinya sangat pas untuk pria jantan sepertinya, sangat penuh dan begitu merah, terlebih bibir bawahnya terbelah dengan sangat seksi.
Sial! Ia sangat tampan!
Aku tidak yakin akan bertahan lama dengan pria tampan ini, maksudku, dengan pesonanya yang sangat memikat, bagaimana aku bisa menahan diriku untuk tidak merasakan bibir itu yang masih saja tersenyum, meskipun aku tidak ada niatan untuk membalasnya, tapi tenang saja, Aryan, aku akan membalas dengan hal yang lebih indah, yang akan membuatmu tidak bisa tidur dengan tenang malam ini.
Sial, kenapa aku jadi terdengar seperti wanita nakal? Tapi, sepertinya aku tidak bisa menyangkal, bahwa saat aku berdekatan dengannya, aku akan benar-benar menjadi wanita nakal.
Aku tidak sadar saat Bunda dan Aryan ternyata sudah berdiri. "Lebih baik kalian cepat pergi," saran Bunda yang terdengar seperti godaan ditelingaku.
~*~
Aku melirik Aryan yang tengah mengemudi. Sesaat aku tersadar bahwa warna kemejanya sama dengan dress yang tengah aku kenakan, sangat cocok berpadu dengan jeans biru gelap dan sepatu kulitnya. Ia terlihat benar-benar menarik dimataku. Aku membuang pandanganku ke luar jendela mobil saat ia sadar tengah aku pandangi.
"Ada apa?" tanya Aryan memecah keheningan yang tercipta sejak tadi. Sungguh, ini pertama kalinya aku mendengar suaranya dengan langsung, yah, sebenarnya aku tidak ingin berlebihan, tapi suaranya memang menjadi daya tarik sendiri, bahkan saat kemarin malam ia mengatakan bahwa aku cantik, itu justru terdengar unik.
Aku mengangkat bahu dengan wajah yang kubiarkan datar, meskipun jantungku seperti sedang maraton. "Tidak ada."
Aryan memutar kemudinya kesuatu tempat yang sepertinya aku tahu. "Tapi dengan caramu melihatku seperti itu. Itu mengatakan hal lain, Sara."
Aku hampir mengumpat saat namaku begitu unik diucapkan dengan mulutnya. "Kita akan kemana?" tanyaku berusaha untuk mengalihkan pembicaraan, meskipun aku tahu mobil ini akan berakhir dimana.
Aryan menoleh sejenak kearahku, "Toko bunga," jawab pria itu yang kembali fokus pada jalan didepannya.
Oh, kukira ia akan mengajakku ke pantai karena jalan ini memang searah dengan pantai, tapi untuk apa ke toko bunga?
Aku menggeleng samar saat berpikir, bahwa ia akan membelikanku bunga sebelum kami pergi ke pantai. Itu terlalu romantis untuk kami yang baru saja bertemu, yang bahkan aku maupun Aryan sama-sama belum saling mengenal.
"Apa aku sudah mengatakan?" Aryan mengajukan pertanyaan yang membuatku mengerjap aneh. Apa aku melewatkan perkataannya? Tapi kurasa terakhir ia mengatakan, bahwa kita akan ke toko bunga.
"Dress yang kamu pakai terlalu terbuka, jadi," Aryan mengetuk jemarinya di stir mobil, "Aku berusaha untuk membawamu ketempat yang tebih tertutup."
Aku tidak menyangkal, jika dress yang aku kenakan memang terbuka, tapi apa maksud dari "ketempat yang lebih tertutup" ?
Aku hendak bertanya sebelum Aryan menghentikan mobilnya didepan sebuah toko yang sudah tutup, dan kurasa ini toko bunga yang dimaksud Aryan. Pria itu turun, lalu membuka pintu mobilku. Aku turun dari mobil, lalu mulai mengikuti Aryan yang seperti tengah mencari sesuatu.
Mataku membola, "Aryan, apa yang ka-," perkataanku terhenti saat Aryan berhasil membuka pintu toko bunga tersebut.
Aryan sedikit memiringkan kepalanya, "Masuklah, kamu akan suka."
Aku menggeleng kecil, yang benar saja, apa dia baru saja menyuruhku untuk masuk kedalam toko orang? Sial, apa dia berniat mengajakku untuk merampok? Kurasa Aryan sudah gila.
Aryan terkekeh, "Toko ini milikku, kamu gak usah tegang gitu."
Brengsek!
Kenapa ia tidak dari awal saja memberi tahu bahwa toko ini miliknya, setidaknya aku tidak akan seperti wanita bodoh yang hanya bisa membuka mulut karena terkejut dan merasa ditipu.
Aku menatap Aryan yang seperti tengah menungguku masuk terlebih dahulu. "Sara, apa kamu berubah pikiran?" tanya Aryan.
Berubah pikiran? "Apa maksudmu?" tanyaku yang kebingungan dengan pertanyaannya.
Aryan meraih tanganku, lalu menuntunku masuk ke toko bunga miliknya. Pria itu berbalik saat pintu kembali terkunci, dan setelahnya ia kembali menuntunku ke sebuah ruangan yang kuyakini adalah ruang makan. Aku tidak menyangka, bahwa tokonya –yang bisa kukatakan kecil– ternyata memiliki ruang makan layaknya rumah.
Aryan melepaskan genggaman tangannya, lalu menarik satu kursi yang langsung aku duduki. Ia tersenyum lembut, "Anggap saja rumah sendiri," ucap pria itu yang langsung menuju lemari es, mengambil beberapa bahan makanan. Tunggu, apa ia berniat memasak?
"Kamu akan memasak?" tanyaku saat melihat Aryan memotong daging.
Ia menoleh sesaat, "Yah, begitulah."
Sial! Ia bahkan bisa memasak, dan seharusnya aku tidak terkejut dengan hal itu karena sudah pasti ia bisa masak, jika tidak, mana mungkin ia memiliki dapur ditokonya dengan peralatan masak yang hampir memenuhi dapur ini, bahkan banyak wajan dengan beberapa ukuran tersusun rapih di dinding.
Aku berjalan menghampirinya yang sedang mengambil perlengkapan memasak, "Ada yang bisa kubantu?" tanyaku sekedar basa-basi. Aku tidak mau dikatakan wanita tidak berguna yang hanya bisa duduk diam menyaksikan seorang pria didepannya yang sedang memasakkan sesuatu untuk kami makan, sedangkan memasak adalah pekerjaan wanita pada umumnya.
Aryan tersenyum, "Bisa tolong potong sayurnya?" tanya pria itu seraya menyodorkan pisau dan beberapa sayuran yang tidak kutahu namanya.
Aku mengangguk ringan, lalu mulai mengiris sayuran berwarna hijau yang cukup panjang, sepertinya aku tahu namanya, tapi aku lupa.
"Aw!" Sial! Sudah kuduga jari tanganku pasti akan teriris.
"Astaga!" Aku menoleh pada Aryan saat mendengar pekikannya, pria itu dengan cepat menghampiriku. "Apa yang kamu lakukan?!" tanyanya cukup khawatir.
"Aku sedang mencoba memotong jar-," ucapanku terhenti saat ia mamasukan jari tanganku kedalam mulutnya, "Aw!" Aku meringis saat Aryan menghisapnya terlalu kuat, lalu pria itu memuntahkan darahku yang sudah bercampur dengan air liurnya ditempat cuci piring, terus seperti itu sampai ia merasa bahwa darahku tidak keluar lagi.
Aryan melirikku, "Kamu seharusnya lebih berhati-hati." Pria itu merobek sapu tangannya, lalu mengikatnya dijariku yang terluka. "Sekarang duduklah, aku yang akan memasak!"
~*~
Gimana? Gimana?
Krik~
CERITA BERBAYAR !!
FOLLOW!! VOTE!! COMENT!!
Rara NW
KAMU SEDANG MEMBACA
My Man | On Going
RandomSara adalah seorang wanita karir yang sukses, yang sangat sibuk, yang tidak mungkin bisa mengurus segala urusan rumah tangga. Akan tetapi, ia tak berdaya saat sang Ibunda memutuskan untuk menjodohkannya dengan pria yang katanya cacat. Pria cacat ya...