Chapter 4

20 6 0
                                    

   Semakin hari Vian semakin memikirkan Acha. Sekarang Acha terlihat lebih ceria dari biasanya bahkan terlihat... cantik, batin Vian. Vian langsung mengacak ngacak rambutnya, "apaan sih gw, sejak kapan Acha cantik, dia kan bukan level gw." Kata Vian pada dirinya sendiri. Tanpa sadar Vian sering memperhatikan Acha, Rico, sahabat Vian menghampirinya dan memanggilnya, tetapi Vian hanya diam menatap Acha. Rico merasa aneh, karena Vian selalu bilang Ia sangat membenci Acha. "CHAAA, VIAN LIATIN LU TERUS NIHHH, LU KASI PELET APAAN?" Teriak Rico. Vian kaget dan langsung memukuk kepala Rico, Acha tertawa melihat mereka, dan langsung pergi. Vian menatap Acha yang tertawa, "manis ya..." kata Vian reflek. Rico semakin kaget, ia menyingkirkan tangan Vian dari kepalanya dan berkata pada Vian, "EH BRO, LU UDAH KEPINCUT SAMA ACHA? AKHIRNYA TUH CEWE USAHANYA NGAK SIA SIA YA."
"BACOT LU RICO, TOA BANGET SIH LU." Kata Vian padanya, dan Vian pun langsung pergi.

   Saat Vian sedang berjalan-jalan, ia tidak sengaja bertemu Acha dengan teman temannya, "Ha- hai Acha, lama ga ketemu." Panggil Vian canggung.
"Hah? Lama ngak ketemu? Kita kan tiap hari ketemu di kelas." Jawab Acha sambil tertawa. "Kenapa Vi? Ada yang penting ya? Ato gw ada bikin lu kesel?" Tambah Acha.
Vian langsung panik karna Ia tidak tau harus menjawab apa. Vian hanya bisa tergagap.
"Cha udahlah ayo balik kelas, lama banget asli si Vian." Kata Zefa sambil menarik Acha.
"Vian gw pergi dulu ya." Kata Acha.
Vian masih tergagap sambil menatap kepergian Acha. "Aduh bodoh banget si gw, ngapain juga gw nyapa dia si ah." Kata Vian pada dirinya sendiri.

   Vian merasa semakin gila, beberapa waktu berlalu tetapi Ia tetap tidak bisa berhenti memikirkan Acha. Ia pun ingin mencari alasan untuk berbicara dengan Acha. Pada saat jam olahraga, Vian sengaja membeli susu kotak kesukaan Acha, agar selesai jam pelajaran, Ia dapat memberikannya dan dapat berbicara pada Acha.
"Cha!" Panggil Vian. Acha menolehkan kepalanya dan mengernyit, tumben sekali Vian memanggilnya seperti itu. Vian menyodorkan 1 kotak susu dingin tersebut. Acha sekali lagi tampak bingung. "I-ini buat lu, lu suka minum ini kan?? Ee- anggep aja ini ganti dari air yang lu kasih waktu itu." Kata Vian.
"Air yang mana? Yang lu tumpahin atau yang gw kasih pas di UKS?" Jawab Acha.
Vian langsung tergagap karena merasa bersalah mengingat waktu itu dia menuang air diatas kepala Acha yang pasti membuat Acha marah.
Acha tertawa melihat ekspresi Vian, "Becanda Vi, makasih ya susunya." Kata Acha, dan Acha langsung pergi, tetapi Vian menarik tangan Acha.
"Cha, gw mau minta maaf soal gw yang sering ngak sopan sama lu, dan gw mau bilang terima kasih karena udah beliin gw minuman sama makanan kemaren." Kata Vian panjang lebar.
Acha hanya mengangguk dan kembali berjalan pergi, tetapi Vian kembali menarik tangan Acha, "Cha, tunggu dulu donggg."
"Kenapa?" Tanya Acha bingung atas perlakuan Vian yang sangat jauh berbeda dari biasanya. Kalau dulu Acha pasti akan sangat senang, tapi sekarang, hati Acha sudah tertutup untuk Vian.
Zefa muncul tepat pada waktunya, Ia memanggil Acha untuk mengajaknya ganti baju. Acha langsung melepas tangannya dari tangan Vian dan berlari mengikuti Zefa.

   "ARRGGGHHH GW KENAPA SIH, KALO GINI TERUS GW BISA GILA. SI ACHA KENAPA JUGA TIBA TIBA BERUBAH GITU. KALO DULU, GW YAKIN DIA BISA MELELEH GW GITUIN, TAPI SEKARANG KAYAK NGAK PEDULI GITU, INI GW YANG SALAH APA ACHA SIH." Kata Vian pada dirinya sendiri yang mulai stres.

   Pelajaran seni dimulai, dan mereka sudah mulai latian untuk pentas seni. Mereka akhirnya akan mempentaskan tentang cinderella. Selama latihan, Vian terlihat tidak berhenti bersenyum dan tidak berhenti menatap Acha. Sesekali teman teman lain memanggil manggil Vian yang terus tersenyum sendiri. "Vian lu udah gila apa gimana sih?" Tanya salah satu temannya. Vian hanya menjawab ngapapa.

   Waktunya pulang sekolah, tetapi hujan turun sangat deras. Acha masih harus rapat untuk cup sekolahnya. Selesai rapat, sekolah sudah sepi, dan Acha tidak membawa payung dan terpaksa harus menunggu. Vian ternyata belum pulang, ia baru saja selesai bermain basket di lapangan indoor sekolah. Ia mendatangi Acha, "Cha, kok belum pulang?" Tanya Vian.
"Oh, tadi habis rapat, sekarang mau pulang tapi ngak bawa payung nih."
Vian langsung memikirkan ide untuk pulang bersama Acha, hitung hitung untuk pdkt.
"Yaudah Cha, gw anterin pulang mau ngak? Gw bawa motor, lu pake jaket gw aja biar ngak basah." Kata Vian.
Acha kaget mendengarnya, "ngak usah vi ngapapa kok gw, tinggal nunggu hujan reda." Jawab Acha.
Hujan tidak terlihat seperti akan reda jadi Vian sedikit memaksa Acha, "Cha udah mau malem loh, masa tetep mau pulang sendiri, udah gw anterin, gw ngak bakal apa apain lu kok." Kata Vian.
Akhirnya Achapun menurut. Mereka pulang bersama dalam lebatnya hujan, Acha memberitahu jalan ke rumahnya. Mereka banyak diam di dalam perjalanan, hanya terdengar suara derasnya hujan, dan suara suara kendaraan yang berlalu lalang.
Mereka sampai di rumah Acha, mama Acha langsung membukakan pintu untuk mereka, mama Acha meminta Vian untuk masuk terlebih dahulu, Vian awalnya menolak, tapi hujan semakin deras dan akhirnya Vian pun ikut masuk. Vian diminta mandi dan berganti pakaian dengan pakaian milik Papanya Acha.

   Vian juga diajak makan malam bersama keluarga Acha. Mama Acha mengira Vian adalah pacar Acha. Saat mereka makan, mama Acha bertanya sudah berapa lama hubungan Acha dan Vian. Acha langsung tersedak, Vian pun menepuk nepuk leher belakang Acha. "Cha, lu ngapapa? Nih minum dulu." Vian menyodorkan segelas air yang langsung diteguk habis oleh Acha. "Anak muda ya, kalau lagi cinta cintaan, romantis banget, jadi keinget papa sama mama dulu." Kata papa Acha.
"Vian bukan pacarku maaa, paaaa. Dia cuma temennn, tadi Acha ngak bawa payung, makanya Vian anterin pulang." Kata Acha.
Awalnya papa mama Acha tidak percaya, tetapi mereka tetap melanjutkan makan malam sambil mengobrol. Selesai makan malam, hujan masih turun, tetapi Vian pamit pulang. Papa Acha merasa berterima kasih, dan Ia mau mengantar Vian pulang, Vian awalnya menolak keras, tetapi papa Acha khawatir Vian akan demam, jadi Ia meminta tinggalkan motornya dulu di rumah Acha, dan papa Acha akan mengantar Vian pulang dengan mobil. Akhirnya Vianpun mengiyakan kata kata papanya Acha.

   Keesokan harinya, pagi pagi sekali, Vian datang ke rumah Acha untuk mengambil motor, dan Vian mengajak Acha untuk pergi ke sekolah bersama. Acha menyetujui, dan mereka langsung berangkat. Sesampainya di sekolah, sahabat sahabat Acha langsung syok melihat hal tersebut dan menarik Acha untuk berbicara dengan mereka. "CHA LU KENAPA BISA PERGI BARENG VIAN?!" tanya Zefa sambil ngegas.
Acha menjelaskan kejadian kemarin.
Zefa masih speechless melihat kejadian tadi. "Lu udah move on kan? Lu bakal buka hati buat dia lagi?" Tanya Aris.
Acha awalnya bimbang tapi Ia menjawab bahwa Ia tidak akan lagi membuka hati untuk Vian.

EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang