NoRen|Hari itu

2.7K 60 4
                                    

Warn! Perhatikan tanggal dan baca pelan-pelan.

-6 Mei 2020-

Sudah berapa kali kamu tersakiti hari ini? Tak tau.

Alasannya pun masih abu-abu, tak menentu.

Sudah berapa kali kamu cemburu hari ini? Tak tau.

Sekali atau dua kali seperti beribu-ribu. Ya, aku seseorang yang mudah cemburu.

Sudah berapa kali kamu berharap hari ini? Tak tau.

Terlalu banyak harapan yang masih tersimpan.

Sudah berapa kali kamu ketakutan hari ini? Tak tau.

Terlalu banyak rasa takut, membuatku kalut dalam pikiran dan menjadikanku diam berlarut.

Sudah berapa kali kamu iri hari ini? Tak tau.

Banyak nama orang hinggap di pikiran, hingga tak dapat kuhitung karena sudah jutaan.

Ya, ini aku. Seseorang yang sangat tidak sempurna yang sedang mencari penyempurna. Aku tahu, usiaku terlalu muda untuk berpikir seperti itu.

Namun, bukankah kau tidak bisa berbohong kepada dirimu sendiri?

Itu terjadi padaku. Aku terlampau banyak merasa tersakiti, mungkin karena diriku yang sering menanam harapan? Entahlah, aku pun tak tahu. Mungkin Tuhan punya jawabannya. Sayangnya, aku tidak bisa mendengarkan jawaban itu secara gamblang dan keras. Kalaupun itu terjadi, hancur sudah dunia ini.

Aku sering cemburu. Cemburu kepada siapa? Pacar saja tidak punya. Akan kuberi tahu. Mereka, sahabatku dan temanku. Aku sering cemburu karena mereka memiliki prioritas selain diriku, yang mana sebenarnya aku tidak pantas untuk itu. Kadang, aku ingin egois, mengklaim mereka milikku. Tapi aku tahu, itu salah.

Aku bukan prioritas mereka, karena mereka sudah mempunyai seseorang yang mereka bilang, mereka cintai.

Bagaimana aku bisa secemburu itu? Ya, jawabannya karena aku tidak punya seseorang yang menjadikan ku obyek prioritas.

Aku terlampau sering berharap karena sebuah insiden. Aku akui, itu berlebihan. Akan tetapi, begitulah nyatanya. Terlalu banyak insiden yang menyisir hatiku untuk terbawa perasaan.

Aku iri kepada mereka. Aku iri kepada yang lebih. Aku iri karena tidak bisa jadi seperti mereka. Aku iri karena mereka punya, dan aku tidak.

Sebenarnya, aku bisa menjadi mereka. Dengan melangkah dari zona nyaman tempatku duduk, aku bisa lebih dari mereka. Namun, rasa takut selalu menghampiri ku. Seolah berkata, jika aku melangkah aku akan tertancap duri yang lukanya tak dapat kering.

Kau tahu? Jika aku menceritakan ini kepada beberapa orang, mungkin mereka akan berkata. Ingatlah masih ada orang yang tak seberuntung dirimu, masih ada di sana orang-orang yang lebih menderita.

Klasik, kendati bibirku bergumam meng-iyakan. Naas, hatiku berkata lain dan sorot mataku berujar ketidaksetujuan. Kau tahu? Mata dan hati tak bisa berbohong.

Semua ini berat, walaupun aku sudah mencoba mensyukuri apa yang aku dapatkan. Ini bukan hanya lembaran kisah anak SMA yang menggoreskan tinta untuk mengungkapkan cinta.

Ini berbeda. Sedikit, namun tak sama. Yang kubicarakan bukan hanya tentang pendamping hidup, walaupun pada intinya hal tersebut. Unsur keluarga, teman, dan kehidupan nantinya, terjirat dalam suatu lingkaran tak berujung.

Apakah semua ini hanya bualan semata? Haha, kurasa tidak. Karena aku merasakannya. Benar-benar merasakannya, hanya saja kata-kata ku sedikit hiperbolis untuk memberikan seduhan manis.

Una Vida🍃 [NoRen|MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang