Mengejar Impian

2 0 1
                                    

Bahagia itu sederhana, cukup orang yang kamu cintai juga mencintai kamu kembali.

***

Ragu, adalah kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan suasana hati Diky. Pemuda itu duduk termenung, menerawang jalanan kota yang sangat ramai di gelapnya malam. Ia melipat lengan kemejanya, menikmati semilir angin yang berhembus menerpa wajahnya.

Tap.. tap.. tap..

Rara mendekat, perlahan gadis itu merasakan hawa dingin di atap gedung yang lumayan menusuk. Lampu-lampu jalan dan kendaraan sejenak menghentikan langkahnya, matanya terpukau melihat keindahan yang jarang ia saksikan.

"(Sejuk..)" batinnya.

"Ky, kenapa disini sendirian?" sapa Rara seraya menahan gaunnya dari terpaan angin.

Gadis itu mendudukkan dirinya di samping Diky, "Ky..?" ulangnya, memberanikan diri menyentuh bahu Diky.

Diky menghela nafasnya dan menoleh, ia menatap Rara intens. Banyak sekali pertanyaan yang ingin Diky tanyakan, namun kali ini ia tidak ingin berbasa-basi dan banyak bicara. "Ra, lo suka sama gw nggak?" tanyanya.

Rara terperanjat, gadis itu mengernyitkan alisnya, "k-kenapa tiba-tiba nanya gitu?"

"Jawab aja" desaknya.

Gadis itu menunduk, menghela nafasnya dalam-dalam, "iya tentu. Secara kan Diky pacarnya Rara, yaa.. meskipun Rara nggak tahu Diky suka Rara atau enggak, Rara tetap suka kok sama Ky" ia tersenyum.

Tatapan Diky semakin intens, ia melihat sorot mata Rara yang amat sendu seakan mengharapkan sesuatu dari Diky. Tidak ada yang bergeming, hanya ada suara angin yang seakan sehaluan dengan denyut nadi. Angin malam yang semakin kencang seakan membuat bulu kuduk keduanya meremang.

"Ky mau lomba tatap-tatapan sama Rara?" pecahnya. Gadis itu berhasil membuat Diky mengedipkan mata.

"Meskipun gw jutek, nggak perhatian, pemarah, apa lo masih suka sama gw?" tanyanya kembali.

Rara mengangguk, "meskipun gw nggak pernah bilang kalau gw suka sama lo, apa lo masih suka sama gw?"

Gadis itu mengangguk lagi. Diky menundukkan kepalanya, rambutnya yang semula rapi kini terurai menutupi dahinya. "Waktu persiapan festival kemarin, waktu gw ngobrol sama Fredi, lo ada kan?"

"Enn.."

"Lo dengerkan? Waktu gw bilang gw pacaran sama lo gara-gara gw cuman mau manfaatin lo, lo denger kan??" tekannya.

Gadis yang baru saja tersenyum itu terdiam dan mengalihkan pandangannya, "I-ituu.. eng-gak kok"

"Bohong" jawab Diky. Remaja itu menegakkan punggungnya. Ia menatap Rara serius, kali ini wajahnya lebih dekat hingga gadis itu tak berani menatapnya.

"Enggak, Rara waktu-"

"Bohong" potongnya, tidak memberikan kesempatan sama sekali.

Rara menghela nafasnya panjang, "iya.. Rara denger" akunya.

"Liat mata gw", Rara memutar tubuhnya, membuat posisi keduanya berhadapan. Suasana ribut dari dalam ruangan pun tak bisa memecah keseriusan diantara keduanya.

Diky memegang lengan Rara, "apa setelah lo dengar itu, lo masih suka sama gw?"

"Ky.. Rara itu suka Diky apa adanya. Perasaan Rara muncul gitu aja tanpa alasan. Rara nggak peduli mau Diky suka Rara balik atau karena apa, intinya Rara suka Diky tanpa 'karena'. Dan Rara berharap Diky bakal suka Rara suatu saat, hehe" gadis itu menunjukkan senyumnya, kali ini lebih lebar dari sebelumnya.

Tatapannya yang tulus seakan membuat Diky terdiam. Pria dihadapannya itu membisu, tak tahu lagi apa yang ingin ia katakan. Satu hal yang ia sadari saat menatap mata gadis ini... ia saaangat mencintainya... hingga sulit untuk berkata-kata.

"Katakan kalimat terakhir tadi.." pintanya.

"Eh? Ee.. Rara berharap.. Diky suka balik ?" jawab Rara.

"Apa?" sahut Diky tidak puas.

Rara menelan salivanya, jantungnya serasa berhenti berdetak melihat sorot mata Diky yang tajam di gelapnya malam. Pipinya memerah, namun gadis itu tetap memberanikan diri mengucap kata-kata terakhirnya.

"(A-apa Rara salah ngomong ya? Haduuhhh) Rara.. berh-harap.. Diky.. s-suka.. ba- "

Set!

"Eh iya a-anu!!" Ia menahan tubuh Diky yang semakin terasa dekat. Gadis itu terkejut saat Diky menarik lengannya tiba-tiba hingga hidung keduanya sempat bersentuhan. Rara menelan salivanya susah, tangannya dingin disusul detak jantung yang tidak beraturan.

"Kenapa menghindar?" tanya Diky.

Gadis itu menggenggam gaunnya erat, bola matanya berpindah-pindah arah seakan menghindar dari tatapan Diky yang intens. "A-anu.. m-mungkin ini pertama kalinya Rara sedekat ini sama Diky, jadi a-agak gugup, a-ha-ha... ..." jawabnya, tersenyum kaku.

"(Ngomong apasih? Perasaan ini kedua kalinya. Ah iya.. waktu itu dia nggak sadar ya.. dasar..) kalau harapan lo udah terwujud sekarang apa lo gak gugup lagi?" bisik Diky lirih.

Rara terdiam dan melepas cengkramannya. Gadis itu menatap Diky bingung, "m-maksudnya?"

"Gw suka sama lo, apa yang gw ucapin ke Fredi itu hanya usaha gw buat hilangin perasaan gw ke lo, tapi mustahil. Dan sekarang, gw mengakui, gw sayang sama lo, Rara" jujurnya.

Angin yang berhembus seakan berhenti, suara ribut pesta yang tengah berlangsung juga seakan tidak bergeming. Senang, terharu, sedih, bahagia, bangga,  bercampur aduk di benak Rara. Matanya berkaca-kaca namun gadis itu tetap menahan air matanya. Akhirnya kata yang sekian lama ia nantikan dari mulut Diky terucap kali ini. Terdengar sangat romantis meskipun sederhana, didukung dengan pemandangan perkotaan dan semilir angin yang masuk melalui pori-pori kulitnya.

Ia tersenyum haru, "Rara.. seneng dengernya.." teduhnya lirih.

Diky mendekatkan wajahnya spontan, memecah ketenangan yang tengah Rara rasakan, namun lagi-lagi gadis itu memundurkan tubuhnya. Rasa gugup kembali masuk dalam hati Rara. Tangannya kembali mencengkeram gaun putihnya erat.

Dibawah dinginnya air ia merenung. mengamati gelembung gelembung dari nafasnya. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang