BAB 2

30 15 5
                                    

Acara wasana warsa kemarin memang indah. Tapi, ada satu hal lagi yang terpenting. Aku harus cari informasi tentang sekolah yang aku tuju.

Lagi dan lagi, pastinya kita semua menginginkan SMA unggulan. Entah unggulan ke- satu atau ke-dua. Yang pasti bukan yang ke-seratus.

Dengan aku mendapatkan gelar tiga besar nilai tertinggi UN, aku rasa peluangku jauh lebih besar.

***

Hari berlalu seiring berjalannya waktu, mendekati hari pendaftaran yang digelar serentak di seluruh Indonesia.

"Buk, Sherin takut kalo ga bisa banggain ibu"

"Kenapa Rin?"

"Sherin takut ga bisa masuk SMA unggulan buk"

"Rin, sekolah dimana saja ibu dan ayah tetap dukung kamu. Ibu tidak pernah kan memaksa kamu harus sekolah di SMA unggulan?"

"Iya sih buk, minta doanya aja ya buk"

"Iya, ga kamu suruh sudah pasti ibu doain untuk putri bungsu yang baik ini"

Entah kenapa, perasaanku seolah mengatakn aku akan gagal kali ini.

Tapi , ada hal yang lebih penting. Yaitu, beruntungnya aku memiliki ke-dua orang tua yang sangat baik dan selalu mendukungku.

***

Terdengar ketukan pintu dekat ruang tamu. Sontak saja aku menuju suara ketukan itu, karena tidak mungkin ayah pulang kerja secepat ini , pasti tamu dan takutnya penting.

"Haii, Sherin, aaa akhirnya ketemu lagi"

Ternyata dibalik pintu itu kudapati Elisa sahabatku yang datang membawa bingkisan. Aku rasa, aku tidak ulangtahun hari ini.

"Ayo masuk sini, aku buatin minuman dulu deh ya"

Setelah beberapa menit, aku datang membawa tatakan lengkap beserta minuman dan camilan.

"Ini diminum ya, spesial nih buat kamu"

"Ga usah repot-repot Rin"

"Udah ga usah sungkan. Jadi, gimana? Kok tumben bawa bingkisan juga hehe"

"Nanti aku ceritain, tapi yang pasti Rin, ada kabar yang mungkin buat kamu ga seneng"

"Apa?"

"Tentang pendaftaran Tahun Ajaran Baru"

"Rumornya, nilai UN teman-teman kita yang ada di smp lain, terutama di smp unggulan, nilainya bagus-bagus banget, dan katanya berbanding terbalik dengan SMP kita" ~ jelas Elisa.

"Hah? Beneran?"

Sebenarnya, ini adalah hal yang paling aku khawatirkan selama ini. Aku menyadari memanglah SMPku bukan sekolah unggulan. Dan mungkin nilai UN yang aku dapat tidak sebanding dengan orang pintar diluaran sana.

"Tapi, Rin, kamu harus semangat, Rata-Rata UN kamu udah delapan soalnya"

"Hehe, iya sih, sebenarnya aku takut banget, tapi semoga masih ada secercah harapan"

"Eh ini camilan enak banget deh, buat sendiri ya pasti"

"Iya, aku ga bisa buat, ibuk sih biasa pinter masak, ga kaya anaknya"

"Hahaha Chef Sherin ga boleh ngomong gitu"

"Hahaha aamiin deh"

"Rin, ini bingkisan buat kamu mungkin untuk terakhir kalinya"

"Hah maksudnya?"

"Aku harus pulang ke Solo Rin, aku ga bisa sama kamu dan sahabat kita yang lain lagi, karena orangtuaku ada keperluan disana"

"Keperluan apa? Sepenting itukah?"

"Iya, nenek sakit, dan minta papa supaya kembali ke Solo"

Elisa adalah sahabat yang paling dekat denganku dibanding yang lain. Antara sedih atau bahagia, aku tidak tau. Yang pasti Elisa akan sangat senang bisa kembali ke tempatnya dilahirkan.

"Semoga cepat sembuh ya Sa , aku harap semua baik baik saja. Yang pasti kamu seneng kan?"

"Iya Rin, aku udah lama ga ketemu saudara-saudaraku di sana, aku harap kamu bisa main ke Solo, nanti aku kenalin sama saudaraku yang ganteng-ganteng hehe"

"Hahaha, insyaAllah ya, kita bakal ketemu lagi kok, dan pastinya bingkisan ini bukan terkahir kalinya"

"Iya Rin"

Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Dan saat itu Elisa berpamitan denganku dan ibu untuk terkahir kalinya.

"Lisa, salam ya buat orangtua kamu , makasih juga udah mau jadi sahabat Sherin di sekolah" ~ kata ibu.

"Iya bu, nanti Lisa salamin kok, dan sama sama juga bu, Sherin teman yang baik selama ini"

"Kamu juga Rin"

"Pamit dulu ya bu, Rin? Dadah" Itu adalah lambaian tangan Elisa yang mungkin tak akan dapat ku jumpai ditahun berikutnya.

***

Ayah sudah pulang, dan aku bergegas membuaatkannya secangkir kopi hitam. Seperti biasa, aku, ibu dan ayah berbicang-bincang. Tidak ada kakak kali ini karena dia tengah bekerja di luar kota.

Sedih rasanya harus berpisah dengan Elisa. Elisa adalah sahabat terbaikku. Bukan aku membedakan sahabat-sahabatku. Tapi siapa yang mau ditinggal sahabat? Tentunya tidak ada, dan pasti akan sangat merasa kehilangan.

Baik baik ya Elisa, kita pasti bisa bertemu lagi dan kumpul dengan teman-teman.

***

Ini masih belum ya , hehe, dukung aku dengan vote ya , dan share ke teman-teman juga. Dan selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Salam hangat❤️

Aku Manusia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang