SCANDIUM

58 2 0
                                    

Kita semua tak pernah memilih untuk dilahirkan di Dunia. Dengan siapa dan menjadi siapa. Semesta selalu menyiapkan teka-teki sempurna yang tak akan pernah bisa kita duga.

Jika malam ada untuk menyempurnakan siang, maka bintang akan selalu datang meskipun matahari tak pernah bersuara bahwa ia merindukannya. Boleh kusimpulkan, jika luka juga ada karena bahagia sedang menanti diujung sana? Entah, itu hanya sebuah rahasia. Bisa jadi setelah melalui jalan berduri semua hanya menjadi letih, perih bahkan mati.

Danita

***

15 juli, 2017

"Saya nggak mau kamu Sekolah disini!" Suara keras itu kembali menampar perasaan Danita pagi ini. Pria paruh baya berkacamata itu tengah menampakkan emosi kemarahannya.

Danita mengangkat kepalanya, tatapan matanya yang pertama menusuk wajah seseorang yang tengah marah didepannya itu, sebelum ia menarik nafasnya dalam-dalam. "Danita salah apa, Yah? Sampe ayah mau ngebuang Danita?!" Tanyanya, sudah cukup ia bungkam dan menuruti permintaan Ayahnya selama ini.

"Saya nggak membuangmu! Saya cuma mau kamu sekolah di luar negeri!"

Jawaban itu menjadi belati tajam yang kembali menancap dihatinya. Itu hanya kalimat kebohongan yang selalu ayahnya katakan. Ayahnya hanya ingin ia pergi sejauh mungkin. "Danita mau sekolah disini, Yah. Danita mau sama Mama," lirih gadis itu pelan bersamaan dengan air mata yang membasahi pipinya.

"Danita nggak mau sekolah di luar negeri. Gimana kalau misalnya Danita depres--"

"Itu alasan saya ingin kamu pergi dari sini!! Penyakit kejiwaan kamu bisa merusak citra saya Danita. Saya sudah sering mengatakan itu."

Perkataan Arman, membuat telinga Danita semakin ngilu dibuatnya. Sudah bertahun-tahun ia tak pernah dianggap sebagai anak oleh ayahnya. Danita selalu disembunyikan, namanya tak pernah Arman sebutkan kepada teman-temannya. Meskipun hidup dalam satu atap, Danita tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah. Ia hanya menjadi parasit dan seseorang yang tidak pernah di inginkan kehadirannya.

"Saya tau Ayah malu, tapi tolong kasihani Danita sedikit untuk terus ketemu sama Mama."

Arman tampak menyatukan alisnya mencoba berpikir. Setelah duduk disebuah sofa coklat, pria itu tampak melihat Danita dengan muka datarnya. "Dengan satu syarat, Pindahkan Mamamu ke rumah sakit jiwa. Dan mulai sekarang kamu akan jadi anak dari mbok Karsih. Saya akan membiayai kamu, dan membiarkanmu tinggal disini. Jangan pernah panggil saya Ayah. Masalah ini sampai disini Danita. Jangan macam-macam kalau kamu tidak ingin saya pindahkan ke rumah sakit jiwa dengan Mama kamu."

Degggg....

Semalu itu Arman menyebut Danita Anak? Kilat mata yang menggambarkan ketidak sukaannya pada Danita kini mencuat sudah. Setiap hari Danita terus berdoa, jika Ayahnya akan mau menerimanya, meskipun tak ada jawaban hingga detik ini. Luka yang dibuat Arman semakin nyata terlihat begitu dalam.

'jangan pernah panggil saya, Ayah'

***

1 Maret 2020

Byurrrrr....

Cairan dingin itu baru baru saja mengguyur kepala Danita, gadis itu hanya bisa menunduk lesu seakan malas untuk berbuat lebih jauh lagi. Danita muak akan hal ini.

Sedangkan lima gadis yang ada didepannya menampilkan tawa renyah yang begitu menggelegar di sebuah gudang kosong sekolah, suasana semakin menyeramkan kala salah satu dari mereka meremas kerah baju putih Danita dengan kasar.

"Bangun! Lo nggak usah sok tersakiti jadi orang!" Katanya ketus, membuat Danita semakin memejamkan matanya ketakutan.

"Dasar cewek nggak berguna! Cewek gila! Mati aja bisa nggak sih lo?" Ucap lainnya.

Plakkk...

Gadis berbando ungu dengan poni tail itu menampar wajah Danita dengan keras, nampaknya ia sudah tak sabar ingin membabi buta gadis malang di depannya ini dengan brutal.

"Lo tau kenapa kita benci sama lo?"

Danita tak bersuara, air matanya luruh sembari mencengkram rok sekolahnya yang sudah kotor terkena debu, mengingat betapa kotornya ruangan itu. Kakinya tak mampu lagi menahan tubuhnya untuk berdiri, Danita hanya mampu menatap sepatu cewe yang tengah membully-nya saat ini dan enggan mengangkat kepalanya.

"Jawab Danita! Bisu lo?" Sarkas Ghea, cewek bar-bar yang paling ditakuti disekolah.

Ghea dan Geng-nya memang sudah tidak diragukan lagi dalam hal membully, dari adik kelas sampai teman seangkatan. Semua pernah menjadi sasarannya. Danita-lah satu-satunya bulan bulanan mereka selama bersekolah disini.

Danita menggeleng, "Gue minta maaf kalo gue punya salah, gue nggak tau kenapa kalian ngelakuin ini ke gue. Maafin gue, Ge."

"Lo lupa lagi?! Segampang itu lo nanya pertanyaan yang sama setiap gue giniin lo, Nita! Oke, dengan senang hati gue bakal ingetin lagi, Lo tau kan, satu sekolah ini ga ada yang tau kalo lo anak dari Arman pengacara sampah itu, cuma gue yang tau, Ta! Karena gue juga tau kalo lo nggak pernah diakui menjadi anak bajingan itu!" Muka Ghea berapi-api menatap Danita penuh amarah.

Bughh...

Satu tendangan dari gadis itu menghantam perut Danita secara tiba-tiba, Danita tersungkur memegangi perutnya. "Kenapa lo nggak mati aja sama bokap lo itu! Lo bayangin keluarga gue ikut ancur! Gara-gara bokap lo selingkuh sama mama gue!"

Hal itu lagi yang dikatakan Ghea, Danita menarik nafas panjang sambil memegangi luka-lukanya. Perselingkuhan Ayah dan Mama Ghea terjadi dua tahun lalu saat mereka kelas X. Entah bagaimana bisa Danita menebus kesalahan ayahnya pada gadis ini, namun sudah beribu kali Danita minta maaf, namun Ghea terus memperlakukan Danita seperti ini.

Ghea dan teman-temannya kerap mempermalukan Danita bahkan tak segan menyakitinya.

"Gue udah minta maaf berapa kali sama lo, Ge. Gue ngakuin ayah gue emang salah," ucap Danita terisak menatap lantai dibawahnya dengan pandangan kosong. "Gue bener-bener minta maaf, kenapa lo nggak pernah berhenti nyakitin gue?"

"Gue nggak akan berhenti, sampe hidup lo hancur kaya gue! Gue benci lo, Ta! Gada kata maaf buat lo dihati gue!"

Danita mengangkat kepalanya, mengabaikan rasa sakit dihatinya maupun sekujur tubuhnya, "HIDUP GUE UDAH ANCUR, GE! HIDUP GUE UDAH NGGAK ADA GUNANYA LAGI! GUE JUGA NGGAK TAU KENAPA GUE MASIH HIDUP! GUE UDAH MUAK DENGAN DIRI GUE SENDIRI!"

Semua yang berada di ruangan itu terkesiap menatap Danita dengan pandangan yang sulit diartikan. Baru kali ini Danita berkata keras kepada mereka. Ghea bahkan memundurkan tubuhnya dan merasa tak percaya. Ada apa dengan gadis ini?

Ketika semua gadis itu masih terlonjak kaget dengan perkataan Danita barusan, Danita kemudian mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku bajunya. Kemudian berusaha berdiri dihadapan kelima gadis itu.

"Lo mau gue mati, kan? Silahkan bunuh gue kalo itu bisa ngurangin dendam lo ke gue dan Ayah gue."




.
.
.
To be continued>>>

🆙12 Mei 2k20

Note; terima kasih sudah mau baca.

Salam sayang
Andini Nadila

SCANDIUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang