Dira sudah siap dengan koper di tangan kanannya. Sejak subuh tadi dia sudah sibuk berbenah untuk pulang ke desa. Berdalih kalau ada sesuatu yang harus dia kerjakan di sana, dia memutuskan untuk pulang lebih dulu meninggal kakek dan nenek mereka yang masih harus menemani Dara.
"Kau serius ingin pulang? Apa tidak terlalu cepat? Apa kau tega kembali ke desa sementara lusa adalah pernikahanku?" tanya Dara dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
Ia tidak rela jika Dira pergi tanpa menunggu hari istimewa kambarannya terjadi. Sebentar lagi Dara akan menjadi istri orang lain. Dan Dira? Tega sekali dia tidak menyaksikan hari bahagia itu ? Katanya saudara kembar? Tapi kenapa seperti ini?"Maafkan aku,Dara... Ini sungguh tidak bisa aku tunda lagi...lusa akan ada calon pembeli sapi kita dengan harga tinggi" jelas Dira yang sebenarnya tidak tega juga untuk meninggalkan Dara menghadapi hari bahagianya tanpa Dira disisinya.
"Sapi kita? " Dengus dara rengan wajah kesal.
"Sapimu! Bukan sapiku !" sentaknya lagi menahan marahWajar kan? Kalau dia merasa kesal pada Dira sekarang ? Bayangkan saja! Kembaran yang disayanginya itu ternyata lebih memilih sapi daripada menghadiri acara pernikahan Dara. Memang lebih berharga mana, sih? Sapi atau Dara? Pikir Dara dongkol.
Saat ini gadis itu sudah siap akan berguling-guling . Jika Dira tetap kukuh pada pendiriannya untuk pergi. Bahkan sebutir air matanya sudah jatuh membasahi pipinya demi membujuk sang adik untuk tetap tinggal sebentar lagi.
" jangan menangis.. " Bujuk Dira hendak menghapus air mata Dara, yang langsung ditepis kasar oleh gadis itu.
" Aku janji, jika protes jual belinya cepat selesai ,maka aku akan segera kembali ke acara pernikahanmu " Janji Dira kemudian justru membuat Dara menangis seperti anak kecil dan membuat nenek Munah dan kakek Irul merasa pusing mendengarnya.
"Bahkan kau lebih mementingkan uang dari pada aku... " ucap Dara sudah seperti anak perempuan yang akan ditinggalkan ibunya berangkat kerja.
"Dasar mata duitan!"
Sebuah lenguhan nafas panjang dari bibir Dira Mendengar rutukan dari saudaranya itu.Andai saja Dara mengerti isi hati Dira saat ini. Tangisan Dara jelas membuat Dira merasa hatinya sakit karnanya. Bukannya ia tidak bersedih jika kembarannya bersedih , hanya saja, percakapan yang terjadi di restoran kemarin malam membuat Dira seperti orang yang tidak ada gunanya bagi Dara.
Sikap bu Gina, pak Dony, bahkan Fabian pada dara begitu hangat ,harmonis, dan juga membuat hati Dira menangis terharu. Ia senang jika ada yang memperlakukan Dara yang notabennya juga orang kampung,dengan begitu hangat. Tidak seperti dirinya, yang harus berkerja keras di desa, merawat kakek dan neneknya yang sudah menginjak usia senja, itupun terkadang masih menuai gunjingan dari berberapa orang di desa."Dengarka aku dulu, Dara" Dira meraih kedua bahu Dara dan mulai berbicara serius.
" Saat pernikahanmu terjadi,maka hidupmulah yang akan berubah. Bukan hidupku. Aku harus tetap mencari uang untuk aku, kakak ,dan nenek meneruskan hidup di desa. Saat kau sudah menikah nanti, hidupmu akan otomatis menjadi tanggung jawab Fabian. Kau yang akan menjadi tanggung jawabnya,bukan kami... Jadi kumohon mengertilah....kau akan tetap menikah dengan Fabian,ada atau tanpa diriku . Karna do'aku akan terus terucap untukmu "Dara menatap Dira dengan mata yang cukup sembam. Ia paham dengan satu sifat Dira yang tidak ingin merepotkan orang lain. Itu yang membuat Dara memilih untuk jarang kembali untuk kembali kedesa.
Dua tidak ingin melihat Dira terbebani . Ia cukup tau kalau kakek dan nenek merekalah yang menjadi alasan bagi Dira tidak bisa jauh dari desa, meski kenyataannya gadis itu membantah . Dira lah yang seharusnya bahagia sekarang. Perjuangannya membuat Dara merasa malu sendiri . Dibandingkan dengan dirinya yang mendapatkan pria kaya sebagai calon suami,di depan sana, masih ada Dira yang memimpin dengan keberhasilannya menanggung kakek dan nenek mereka tanpa pernah mengeluarkan kata keluh sedikit pun. Dan kali ini Dara menangis , dia kembali merasa kalah dengan saudarinya. Kalah dalam hal ketangguhan hidup.****
Sudah hampir 6 jam berlalu Sejak keberangkatan Dira kembali kedesa. Artinya, ini sudah siang. Dan tidak ada yang bisa ia kerjakan saat ini, segala urusan pernikahan sudah ditangani oleh pihak calon mempelai pria. Dan tidak menyisakan tugas apapun bagi pihak keluarga Dara. Bahkan saat mereka hanya menyuruh Dara untuk beristirahat. Mengumpulkan tenaga fisik maupun batin,untuk digunakan pada hari pernikahannya nanti.Ponsel biru milik Dara bergetar diatas nakas. Diliriknya jam yang ada didinding. Sudah dua jam. Mau apa Feri menelpon nya siang ini?
"halo?" sapanya setelah menslide layar ponselnya.
"kau ada waktu? " tanya seorang pria di ujung telpon itu tanpa basa-basi
" Tidak" sahut Dara langsung
" Aku tidak ada waktu . Aku harus beristirahat sekarang""kau sakit ?" terdengar nada kecemasan dari Feri.
" apa perlu aku menjengukmu sekarang? ""Tidak perlu!" tolak Dara lagi dengan tegas. Namun dengan nada yang masih datar. Ia memang tidak punya minat sama Sekali dengan salah seorang teman sekolahnya dulu seperti ini. Tidak sama sekali! Sungguh
Feri hanya diam. Hembusan nafasnya yang teratur terdengar dari ponsel yang digenggam oleh Dara.
" Kalau tidak ada lagi, aku akan tutup telpon____"
"Tunggu!" Sergah Feri langsung saat Dara akan memutuskan sambungan telfon mereka.
" Aku menghubungimu karna ingin membahas sesuatu tentang kita " katanya membuat Dara mendengus
"Tenang ki_____" lanjut Dara
" Tentang kita, sebelum kau menikah" sela Feri lagi bagaikan sengatan listrik yang membuat bulu kuduk Dara berdiri.Darahnya seolah mengalir terus kebawah kakinya. Hampir terjatuh jika posisinya tadi berdiri.
"ka-kau dimana? "*********
Bersambung....
Maaf ya semua, karna jadwal updatenya gak menentu💛
Ohh yaa menurut kalian siapa aja yang cocok untuk ilustrasi dari Dara, Dira, Fabian, Feri ?
Kalau tau siapa aja yang cocok
Jangan lupa Komen yaa...@yuhuudew_
Salam manis❤❤❤Dewioktaviyaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia satu hati
RomanceKarena sebuah kecelakaan, Dira yang terbilang cukup naïf, terpaksa menggantikan posisi saudara kembarnya untuk menikah dengan Fabian. Pria dingin dan juga kasar, yang selalu menyudutkan Dira atas kesalahan Dara (saudara kembar Dira), yang sebenarnya...