Happy reading
---
Surakarta, Jawa Tengah
Sudah seminggu Arzu bersekolah di Solo, gadis itu sedikit-sedikit mulai beradaptasi dengan bahasa jawa agar bisa lebih akrab dengan teman sekelasnya. Mereka sejauh ini ramah pada Arzu yang merupakan pendatang, tak jarang pula mereka yang penasaran akan bertanya pada Gadis yang hari ini mencepol rambutnya tentang kehidupan di Jakarta yang terkenal keras. Arzu juga mulai akrab dengan teman semejanya-Salsa, walau gadis berambut sebahu itu masih terlihat cuek dan hanya memainkan handphonenya terus-menerus.
"Ar, Lo kok bisa deket gitu sama bang Dhirga, duluran yo?" tanya Rizal, membuat teman perempuan yang sebaris dengannya sekita menatap penasaran.
"Enggak, Radhit mah sahabat Gue." Jawab Arzu, "Radhit?" tanya Ratna penasaran.
"Udah kebiasaan." Jawab gadis itu, " Kan Lo dari Jakarta, kok bisa? Kenal di sosmed, ya?" Gadis berlesung pipi ikut bertanya.
"Jadi, Ayah Gue tu orang Jawa asli, Bunda orang Jakarta. Gue sering ke Solo waktu libur sekolah, ke rumah Mbah Kakung di Mojosongo situ. Kenal sama Radhit pun karena ayah kita satu angkatan di militer, sahabatan juga. Jadi yaudah deh kenal, terus sahabatan sampe akhirnya Gue pindah kesini."
"Jadi udah lama dong."
"Iya, udah dari kecil juga. Emang kenapa?" Arzu balik bertanya. Ia masih penasaran seberapa terkenalnya si Kentang, sampai saat awal Ia menginjakkan kaki di kantin sekolah hampir seluruh murid menatap mereka. Dan bukan hanya saat di kantin, keesokan harinya saat mereka berangkat bersama semua siswa perempuan menatap sinis dirinya.
"Kaget aja kalo Gue mah. Soalnya nih ya, dari SMP Gue belum pernah liat tuh bang Dhirga berangkat bareng, gandeng, bahkan deket sama cewek."
"Masa, iya? Kentang beneran tu bocah satu emang, belok nih jangan-jangan." Balas Arzu tak percaya atas omongan Rizal. "Bener, Ar, Gue yang baru kenal karena ekskul futsal aja kaget waktu tau Lo nempel banget sama Bang Dhirga, mana pake Aku-Kamu dah kayak soulmate." Ucap Bombom yang sedari tadi hanya menyimak.
"Udah, bubar Lo semua, pening kepala Gue dengar kalian ngegosip." Salsa yang sedari tadi diam.
"Nggak asik Lo dasar Mak Lampir."
"Tak lempar kepalamu pake botol, nih." Salsa mulai mengangkat botolnya, bersiap melempar Bombom.
"Bombom hebat ya, Salsa bisa sampe ngomong gitu lho." Salsa mendelik, meletakkan kembali botol minumnya.
~*~*~
"Gimana sekolahnya, Kak?" Tanya Sasro pada anak sulungnya.
"Sejauh ini oke aja kok, Yah." balas Arzu tetap memandang pada kartun kesukaannya.
"Arzu nggak ngerepotin kamu kan, Ga?" Ayah beralih menatap Dhirga. Dhirga yang sedang memakan kue di toples seketika merubah duduknya menjadi tegak, meletakkan toples kue yang Ia pegang.
"Nggak kok, Yah. Rain udah mulai pergi ke kantin sendiri sama temennya." Sasro mengangguk.
Melihat sang Ayah beranjak Dhirga kembali duduk bersandar pada sofa, melanjutkan makan kuenya yang tadi tertunda. Arzu menghampiri Dhirga mendudukkan dirinya kemudian bersandar. Dhirga diam saja, tangannya sibuk dengan kue yang Ia makan dengan mata yang fokus pada acara kartun.
"Kamu tadi tegang banget ditanyain Ayah gitu doang." Ucap Arzu
"Ayah tu mukanya agak serem tahu nggak, tegas gitu bikin segan." Cowok itu kembali menjejalkan kue ke dalam mulut. Gadis itu balas berdeham.
"Capek ya?" tanya Dhirga seraya menundukkan wajahnya, melihat Arzu yang sedari tadi hanya diam. Mata gadis itu terpejam.
"Biasa aja, Cuma lagi pengen nyender." Cowok beralis tebal itu hanya mengangguk, mengelus lembut kepala sahabatnya.
"Radhit."
"Apa?"
"Sebelum Aku pindah Kamu nggak pernah deket sama cewek gitu?"
"Nggak males, mereka tuh ribet. Entar ngekang, mau main kudu ijin, bales chat lama muni-muni(marah-marah), ditinggal futsal mencak-mencak, nggak romantis dikira nggak peka. Hihh nggak mau." Dhirga menggelengkan kepalanya, memberi ekspresi geli.
Gadis berambut sebahu itu terkekeh kemudian menegakkan badannya, menghadap Dhirga dengan kaki yang diangkat-bersila- merubah ekspresinya menatap curiga pada Dhirga.
"Kamu nggak belok kan?" Tanya Arzu dengan mata menyipit. Cowok itu memutar mata malas, "Nggaklah, gila aja."
"Tapi kok nggak doyan betina?"
"Bukan nggak suka perempuan, Nyil. Ntar kalo Aku punya cewek Kamu mau di kemanain?"
"Apa kaitannya?" Balas Arzu bali bertanya.
"Gini lho, Kenyil, dengerin Radhit. Kalau Radhit punya pacar terus Kamu mau main-main, keliling Solo, ngajak makan di Kota Barat, ngajak belanja, nonton dan lain-lain sebagainya, emang mau sama siapa?"
"Kalau misal kamu bosan, ngajak jalan-jalan tapi Radhit lagi sama pacar Radhit, kan nggak mungkin Aku tinggal cewek Aku gitu aja. Tapi nggak mungkin juga ngebiarin Kamu jalan-jalan sendiri." jelas Dhirga kemudian memasukkan lagi kue yang tinggal sedikit itu ke dalam mulutnya.
"Terus Kamu tetap milih nemenin Aku jalan-jalan, iya kan?" ucap Arzu menaik turunkan alisnya sambil tersenyum.
"Rupamu! Ya nggak lah, tetep jalan sama pacar. Upik abu mah biarin aja bosen di rumah." Balas cowok itu dengan songongnya, mematahkan rasa percaya diri Arzu.
Berdecak, memasang wajah berlagak hati kecilnya terluka. "Nggak jadi sayang, jahat!" Rengek Arzu.
"Jahat tapi meluk-meluk. Dasar nek kon modus we pinter! (Dasar kalau modus aja pinter!)"
"Bodoamat!" Balas Arzu lebih dalam menelusupkan wajahnya karena malu.
"Kak! Tak nikahin kalian nanti pelukan terus kaya gitu!" Seru Ayah membuat Arzu seketika duduk tegap dan perlahan mengambil jarak dari Dhirga. Bener kata Radhit, Ayah mah serem.
~*~*~
nyender tu emang syahdu banget, yekan?:v
share ke teman-teman kalian kalo kalian suka:*
jangan lupa vote dan komennya:)
Selamat Malam takbiran!!
Tetap jaga kesehatan, jngan ngluyur, di rumah aja:*
Perbatasan Boyolali-Solo-Karanganyar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone You Love(d)
Teen FictionArzu Raindra Putri awalnya bahagia, orang yang Dia cinta memperhatikannya dengan sangat. Memberikan apapun yang dibutuhkan walau Ia tak pernah meminta. Lalu Arzu jatuh begitu dalam, terbiasa dan mulai menjadi zona nyaman, sangat bergantung hingga l...