"Nanti raknya ditaruh sebelah sini, sama buku-bukunya di pojok sana."
Hari ini cafe tutup. Angga dan para pelayannya sibuk mendekorasi tempat itu.
Banyak buku-buku berserakan, kursi-kursi dan meja pengunjung pun tidak beraturan lagi letaknya. Angga merancang bagaimana nanti semuanya disusun dengan sangat rapi dan terlihat seperti sederhana namun berkesan.
Sudah hampir 2 jam mereka semua melakukannya. Itulah yg Angga inginkan, cafenya memiliki banyak buku-buku layaknya perpustakaan. Angga sangat terobsesi sekali dengan buku walaupun tidak suka membaca.
"Banyak banget bukunya."
Angga menoleh pada sumber suara. Lagi-lagi moodnya tidak sebagus barusan.
"Ngapain ke sini." Tanya Angga dingin.
"Aku mau bilang kalau aku mau pergi ke luar kota. Aku ada reuni sama teman-teman aku." Bella tersenyum senang.
Ya, dia adalah Bella.
"Itu nanti di atas ya, sama pot bunganya itu disusun dekat jendela."
Angga tidak menghiraukan Bella. Dia berjalan mendekati para pelayan yang sedang mendekorasi.
Bella mengerutkan dahi, dia tidak menduga kalau respon Angga seperti itu. Dia merasa seperti tidak dianggap.
"Aku ngomong sama kamu kenapa kamu main pergi aja!" Bella menarik tangan Angga agar menghadap di wajahnya.
"Terus kalau kamu mau keluar kota, aku harus ngapain?"
Angga menarik Bella untuk pergi ke ruang kerjanya. Kalau di depan para pelayan nanti mereka malah melihat Angga marah-marah.
Tangan Bella kesakitan, karena Angga menariknya dengan sangat kuat. Bella berusaha melepasnya, namun genggaman Angga tidak bisa dia lepaskan.
"Ngga, sakit!!!"
Angga melepasnya dan Bella mengusap-usap pergelangannya. Tidak pernah Angga bersikap seperti ini sebelumnya.
"Kenapa kamu kasar banget sama aku. Waktu itu kamu dorong aku di tangga, sekara-"
"Aku gak pernah dorong kamu di tangga."
"Waktu it-"
"Aku nggak sengaja, udah aku bilang aku nggak sengaja! Di saat aku lagi senang, pasti tiba-tiba kamu datang. Bikin semuanya jadi berubah tau nggak! Bisa nggak sih, nggak usah nemuin aku sehari aja."
Angga mengusap jidatnya dan menghela nafas.
Bella mendekati Angga, kenapa semua yang dia lakukan itu salah. Padahal menurutnya, dia tidak melakukan apa-apa sama sekali.
"Jangan pernah temuin aku lagi dan jangan datang ke rumah aku lagi."
Angga menatap Bella dingin dan pergi keluar dari ruangannya. Sedangkan Bella hanya mematung melihat Angga pergi.
🥀🥀🥀
"Assalamu'alaikum." Ucap salah seorang Bapak-bapak yang hendak mendekati Angga.
Angga berhenti menyalakan motornya dan menoleh ke sumber suara.
"Wa'alaikumussalam, Bapak? Bapak ngapain ke sini?"
Bapak itu adalah Bapak petugas pemakaman yang Angga temui waktu itu.
"Boleh bicara sebentar?"
Angga berpikir sambil melihat-lihat ke dalam cafe, karna di dalam ada Bella dan takutnya Bapak ini nanti langsung menyerbu Bella.
"Gimana kalau bicaranya di tempat lain aja Pak? Saya bonceng Bapak ke tempat makan aja ya."
Bapak itu mengangguk. Kelihatannya dia sangat lelah, terlihat di wajahnya ada keringat mengalir. Mungkin saja waktu datang ke cafe Angga dia menaiki angkot.
Sepanjang perjalanan Angga melontarkan pertanyaan kepadanya.
"Mau ngomong soal apa Pak?" Tanya Angga.
"Saya bingung nak."
"Bingung ken-, oh iya Pak, panggil saya Angga ya." Angga teringat bahwa dia belum memberitahu namanya sejak bertemu kemarin.
"Iya nak Angga."
"Angga aja Pak, hehe. Bapak mau nanyain tentang anak Bapak ya?"
"Iya Angga, saya bingung kalau nggak nanya ke kamu, saya mau nanya siapa lagi. 5 tahun saya nggak ketemu dia."
Angga sangat kasihan dengan Bapak itu, mungkin ini saatnya dia membantunya. Entah Bella benar anaknya atau tidak dan sejujurnya Angga juga bingung, Bella tidak pernah memperkenalkan Ayahnya kepada Angga. Dia pasti memberikan alasan-alasan lain yang tidak masuk akal jika Angga menanyakan Ayahnya.
"Sudah sampai Pak."
Angga berhenti di depan restoran seafood. Namun Bapak petugas pemakaman itu malah bingung.
"Ayo masuk Pak, saya yakin pasti Bapak suka." Angga mengusap punggung Bapak itu sambil membawanya masuk ke dalam.
"Saya nggak pantas buat masuk ke dalam, saya cuman petugas pemakaman yang tiap hari megang tanah, baju saya juga nggak sepadan sama orang-orang di dalam." Bapak itu seperti tidak mau masuk ke dalam.
Angga menghela nafas. "Pak, di pintu restoran itu nggak ada tulisan kalau petugas pemakaman nggak boleh masuk. Itu restoran untuk semua orang Pak, toh kalau mereka meninggal pasti yang bersihin makamnya kan petugas pemakaman seperti Bapak."
Bapak itu tersenyum, dia tidak pernah menyangka kalau dia akan dipertemukan dengan seorang anak yang memiliki hati mulia seperti Angga.
"Ya udah, tunggu apa lagi, ayo masuk Pak."
"Itu kayak anak saya." Tiba-tiba Bapak itu menunjuk seorang perempuan.
Jangan lupa vote ❤️
![](https://img.wattpad.com/cover/221364903-288-k501424.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Angga
Teen FictionPengusaha muda yang bergerak di bidang makanan dan minuman, sekaligus pemilik cafe yang terletak di sebuah kota, menjadikan Angga sebagai orang yang percaya diri dan mampu untuk hidup sendiri. Namun, kisah percintaannya tidak semanis pekerjaannya. D...