Suara teriakan Ibu membuat Angga terbangun dari tidurnya.
"Ya allah, Bella." Ibu menangis, sambil mengusap-usap jidat Bella yang tengah di perban.
Tangis Ibu pecah, Ibu belum pernah seperti ini sebelumnya. Sedangkan Angga, dia seperti tersudutkan, karena Ibu terus memandang Bella.
"Bu." Panggil Angga lirih.
Ibu tidak menjawab, dia memandang anak angkatnya dengan mata yang sangat merah.
"Bu." Panggil Angga sekali lagi.
"Nadya nggak ada teman di rumah, kamu pulang ya." Ibu menyuruh Angga untuk pulang.
"Kerjaan Angga masih ada Bu, di kantor. Gak bisa ditinggal gitu aja. Ehm, nanti Angga telpon orang aja ya suruh jagain Nadya."
Ibu menggeleng, dia tidak mau anaknya—Nadya—di rumah sendiri.
"Ya sudah kalau gitu Ibu pulang aja, Bella biar Angga yang jagain nanti sampai jam 2 siang." Baru saja datang, Angga sudah menyuruh Ibunya pulang lagi.
"Tolong, Angga. Tolong turuti apa yang Ibu mau." Pinta Ibu dengan suara serak.
Tak ada pilihan lain lagi, Angga langsung pergi keluar. Tanpa pamit, tanpa mengucapkan salam apa pun.
Angga meremas rambutnya, geram. Kenapa Ibu sampai sesayang itu sama Bella ?
🥀🥀🥀
Suasana sangat sepi, hanya ada Angga seorang dan beberapa petugas pemakaman, Angga pun menyapanya.
Salah satu petugas pemakaman itu tersenyum, lantas dia bertanya. "Mau ke makamnya siapa nak?"
"Ke makan Mama, Pak."
"Oh, iya silahkan, nanti kalau sudah selesai bapak boleh ngomong ?"
"Iya, iya Pak boleh kok."
Angga tersenyum, begitu pun petugas pemakaman itu.
Dengan cepat Angga menuju ke makan Mama. Sebelumnya dia sudah pulang terlebih dahulu untuk menemui Nadya dengan membawa sejumlah makanan ringan kesukaan Nadya. Dan pastinya dia juga meninggalkan pekerjaannya, lagi-lagi Angga berbohong kepada Ibu.
Saat ini adalah waktu yang tepat bagi Angga untuk mencurahkan segala perasaan yang membuatnya gundah.
"Ma, apa kabar?" Angga mengusap nisan Mama.
"Angga kangen, rindu, sama Mama. Menurut Mama, Angga cocok nggak sama Bella?" Tanya Angga, seakan-akan Mamanya benar-benar ada disitu.
Sudah pasti tidak ada yang akan menjawab, Angga pun bilang, "Angga cuman sayang sama Mama dan Angga gak akan mau terima perjodohan yang Ibu berikan sama Angga. Angga sayang Mama, I love you."
Banyak yang Angga curahkan, bukan hanya tentang perjodohannya dengan Bella, tetapi juga pekerjaannya, Nadya, Ibu dan yang lainnya juga.
Sudah merasa cukup puas, Angga meninggalkan makam Mamanya dan dia pun menghampiri petugas pemakaman yang ingin mengobrol dengannya tadi.
"Pak!" Panggil Angga.
Petugas pemakaman itu menoleh, kemudian mendekat ke arah Angga.
"Sudah selesai?"
"Sudah, Pak. Oh, iya Bapak tadi mau ngomong soal apa?"
Bapak petugas pemakaman itu mulai bercerita. Angga menatapnya penuh arti, bingung ada apa sebenarnya dengan Bapak ini.
"Kebetulan sekali saya bertemu dengan kamu. Waktu itu, saya lihat anak saya di sebuah cafe. Dia menggandeng seorang laki-laki. Tapi sebelumnya Bapak mau minta maaf sama kamu ya nak."
Angga mengernyitkan dahi. "Maaf kenapa Pak?"
Bapak itu menghela nafas. "Laki-laki itu kamu nak. Apa kamu kenal dengan anak saya?"
"Hah? Tapi Pak, Bapak punya foto anak Bapak?"
"Saya nggak punya, foto-foto keluarga saya sudah hangus semua, karena waktu itu rumah saya kebakaran."
Angga merasa prihatin dengan Bapak ini, dia ingin membantu namun masih bingung.
"Ini kartu nama saya, nanti kalau ada apa-apa Bapak bisa datang ke kantor saya."
Bapak itu mengambil kartu nama yang disodorkan oleh Angga. "Saya ingin sekali bertemu dengan anak saya dan saya betul-betul yakin kalau anak saya bersama dengan kamu nak."
"Sudah Pak, Bapak jangan sedih, nanti kapan-kapan Bapak bisa cerita tentang anak Bapak lagi sama saya, karena saya mau balik ke rumah sakit Pak."
Bapak itu bingung. "Siapa yang sakit? Keluarga kamu?"
"Ehm, teman saya Pak, sa-saya harus balik ke sana lagi." Angga beranjak dan pamit kepada Bapak itu.
🥀🥀🥀
Sepanjang perjalanan Angga selalu saja memikirkan anak yang Bapak petugas pemakaman itu maksud. Apa anak Bapak itu Bella?
Ingin sekali Angga menunjukkan wajah Bella tadi, namun itu bukan waktu yang tepat. Bisa saja Bapak itu nanti akan berbuat sesuatu kepada Bella. Bapak itu terlihat baik, namun tidak ada salahnya kalau Angga khawatir.
Bella selalu saja mampir di pikiran Angga. Kadang-kadang dia khawatir dan kadang-kadang juga dia tidak peduli dengan Bella.
Kalau bukan saja karena perjodohan, Angga pasti sudah menjauhi Bella dari awal. Karena Bella adalah orang yang sangat menuntut, sangat suka sekali membuat Angga pusing dengan permintaannya untuk pergi jalan-jalan, ke pantai ataupun rekreasi ke luar kota.
"Aku gak akan pernah suka sama kamu Bella, kamu dekat sama aku pun itu karena Ibu. Yang membuat kamu jadi seperti ini itu Ibu, Bella."
Jangan lupa vote yaa 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Angga
Fiksi RemajaPengusaha muda yang bergerak di bidang makanan dan minuman, sekaligus pemilik cafe yang terletak di sebuah kota, menjadikan Angga sebagai orang yang percaya diri dan mampu untuk hidup sendiri. Namun, kisah percintaannya tidak semanis pekerjaannya. D...