"Rachel! Ayo cepat, nanti kamu bisa terlambat!" Seruan Mama terdengar dari bawah. Aku yang tengah sibuk mempersiapkan ransel pun buru-buru keluar dari kamar, lantas menuruni anak tangga.
"Aduh, kamu ini lama sekali." Aku hanya nyengir menghadapi omelan Mama. Setelahnya, kami pun bergegas masuk ke mobil.
"Sekolahnya jauh ya, Ma?" tanyaku di sela-sela perjalanan.
"Tidak terlalu jauh."
"Kira-kira berapa menit, Ma?"
"Sekitar 15 menit kalau jalanan macet begini."
Aku mengangguk mengerti. Yah, jalanan macet pun, Mama itu penyetir yang handal. Selalu bisa menyelip sana-sini walaupun memakai mobil.
"Apa guru-gurunya baik, Ma?" tanyaku lagi.
"Aduh, kamu itu banyak tanya ya, Ra. Mana Mama tahu soal gurunya." Mama kembali mengomel.
"Ra kira Mama tahu. Mama kan juga alumni Cempaka Putih," ujarku, nyengir.
Mama menggelengkan kepalanya. "Gurunya, 'kan, sudah berganti. Tidak mungkin guru Mama juga mengajar kamu, 'kan. Beliau pasti sudah pensiun semua," jelas Mama akhirnya.
Aku menganggukkan kepalaku. Yah, semoga gurunya baik-baik.
"Sebelum itu, pastikan dulu kamu menjawab soal dengan benar saat tes masuk nanti," tambah Mama.
Aku mengangguk mengiyakan.
***
Setelah meminta do'a dari Mama, aku pun masuk ke dalam ruangan ujian. Tes masuk salah satu SMP favorit di kotaku. SMP Cempaka Putih.
Aku mencari kursiku, melihat nomor ujian yang tadi kudapatkan. Ah, ternyata absenku nomor 2. Aku sudah mengira-ngira bahwa absenku akan berada di awal-awal. Karena namaku diawali huruf 'A' dan setelahnya huruf 'e'.
Aerachel Keyra. Nama itu ditempel di meja ke dua dari kiri, tepat di depan pengawas ujian. Aku pun meletakkan tas, lalu duduk dengan tenang sambil melihat satu per satu calon siswa yang datang.
"Hei," sapa seseorang membuyarkan lamunanku, tersenyum.
"Hai," balasku ikut tersenyum, memerhatikan 3 siswi yang kini tengah berdiri di depanku.
"Ayo kita tukaran tempat duduk," ajaknya tiba-tiba.
Aku menatapnya bingung. Tukaran tempat duduk?
"Maaf, tapi ini tempat dudukku. Mana bisa ditukar," tolakku.
Anak itu tampak sedikit kesal. Namun, ia tetap berusaha tersenyum.
"Iya, aku tahu, tapi tempat duduk di sini diatur berdasarkan asal sekolah saat SD. Jadi aku di sini," ujarnya lagi masih tetap kekeuh.
Aku mengerutkan kening.
"Tapi namaku sudah tertera di meja ini. Jadi aku tidak mungkin pindah." Aku masih berusaha menolak ajakannya untuk tukaran.
"Mungkin namamu tertukar denganku," ujarnya lagi.
Aku melihat nama yang ada di seragam sekolahnya, lantas beralih melihat meja yang ada di sebelah kiriku.
Abigayl Zalvia - 01
"Kamu pikir aku bodoh? Nama untuk tes ini diurutkan berdasarkan nomor absen. Bukan berdasarkan sekolah asal. Aku absen ke dua, jadi aku duduk di sini. Jangan seenaknya saja mengubah aturan." Akhirnya aku menaikkan nada bicaraku satu oktaf.
Ia dan kedua temannya terlihat tidak terima dengan perkataanku barusan. Dih, salah siapa memancing emosi pagi-pagi begini.
"Dasar! Sombong sekali, sih!" umpatnya, lantas pergi ke luar kelas bersama teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Glimmer Of The Sea
Fiksi IlmiahKebanyakan orang bilang, legenda putri duyung itu tidak benar. Bahkan sampai sekarang, para peneliti masih berdebat soal keberadaan makhluk itu. Tapi, hei, di sini aku bukannya mau menceritakan kisah kehidupan putri duyung di bawah laut. Jangan sal...