Perempuan semampai dengan kuli eksotis itu tampak menahan kekesalannya di depan sana. Beliau duduk di kursi guru yang telah disediakan, lantas mulai menatap anak didiknya satu per satu.
Bukan tanpa alasan Ma'am Kay marah. Pasalnya, kelasku itu sangat ribut sejak tadi. Mereka semua sibuk memilih tempat duduk masing-masing.
Aku tak ambil pusing. Karena biasa berangkat pagi, aku datang paling pertama hari ini. Langsung saja kutaruh tas di barisan nomor 2 paling ujung kiri dekat jendela. Begitu satu per satu dari mereka datang, kelas langsung riuh dengan celotehan berebut tempat duduk.
Ketika Ma'am Kay masuk, barulah suara ribut itu dapat teratasi.
"Sekarang, biar Ma'am yang atur kursinya," putus Ma'am Kay akhirnya.
Ma'am pun berkeliling memilihkan tempat duduk kami. Sejauh ini aku masih tetap di tempatku semula. Sendiri.
"Sudah, ya. Setelah ini, tidak ada lagi yang minta diganti. Pasangan duduknya tetap untuk setahun kelas 7," ujar beliau.
Itu berarti, aku akan duduk sendiri selama setahun.
"Ma'am mulai presensi." Ma'am Kay membuka buku presensi, menatap kami satu per satu.
"Aerachel Keyra?"
Aku mengacungkan tanganku.
"Aldino Rafael?"
Aku memperhatikan sekeliling. Tidak ada yang mengacungkan tangan.
"Aldino Rafael?" Panggil Ma'am sekali lagi.
"Tidak ada yang namanya Aldino Rafael di sini?" tanya Ma'am Kay yang dijawab dengan gelengan oleh para murid.
"Salah taruh absen atau bagaimana, ya?" gumam beliau yang masih terdengar olehku.
Ma'am Kay menatap satu per satu dari kami. Matanya berhenti pada bangku kosong yang ada di sebelahku.
"Rachel duduk sendiri?" tanyanya.
Aku mengangguk.
"Berarti Aldino terlambat. Karena jumlah siswa per kelas sudah ditetapkan 24."
Aku mengangguk-angguk. Berarti jika dia datang, maka ia akan duduk di sebelahku.
Ma'am Kay akhirnya melanjutkan absen.
"Alea Zahira?"
Gadis berambut cokelat yang duduk di depanku mengacungkan tangannya. Dia Alea. Satu SD denganku dulunya.
"Ar—"
Tok tok tok
Suara ketukan di pintu menghentikan proses absensi yang sedang berlangsung.
"Selamat pagi, Bu." Seseorang masuk sambil mengucap salam, nyengir.
Eh, sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi dimana, ya?
"Selamat pagi," jawab Ma'am Kay sambil mengerutkan kening.
"Maaf, Bu, saya terlambat. Tadi jalanan dari rumah saya sangat macet," ujarnya memberi alibi.
Aku ingat sekarang. Dia si absen nomor 3 saat tes masuk kemarin. Siswa yang disukai oleh Via.
"Ooh, kamu Aldino Rafael? Lain kali biasakan jangan terlambat seperti ini. Alasan kamu sangat klise. Kalau memang sering macet, maka berangkatlah lebih pagi." Ma'am Kay memberi wajangan gratis kepada anak itu.
"Siap, Bu. Terima kasih," ujarnya, lalu berjalan memasuki kelas. Sesampainya di depan kelas, ia menjeda langkahnya.
"Perkenalkan, saya Aldino Rafael. Panggil saja Rafael. Umur saya 12 tahun. Hobi saya traveling dan komputer. Dulu saya bercita-cita menjadi dokter. Sekarang entahlah. Sekian. Salam kenal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Glimmer Of The Sea
Fiksi IlmiahKebanyakan orang bilang, legenda putri duyung itu tidak benar. Bahkan sampai sekarang, para peneliti masih berdebat soal keberadaan makhluk itu. Tapi, hei, di sini aku bukannya mau menceritakan kisah kehidupan putri duyung di bawah laut. Jangan sal...