Dalam tidurnya, Aidan memimpikan Jeon Soyoung.
Perempuan kelewat elok yang mencuri perhatiannya sejak hari satu. Pipi Aidan menghangat ketika Soyoung melempar senyuman ramah pertama kalinya, menyodorkan tangan untuk bersalaman, dan memperkenalkan namanya. "Soyoung, Jeon. It's nice to meet you."
Suaranya merdu, keluar dari leher jenjang yang tidak dihias aksesori namun elok karena tulang selangka yang tak ditutupi. Warna kulitnya tan terbakar matahari, merata dan eksotis. Semburat merah, juga kemilau tipis, menguar dari tulang pipinya saat diterpa cahaya keemasan yang menaungi mereka. Memimpin mata Aidan untuk jatuh ke belah bibir berwarna merah muda yang melengkung ke atas ketika si empunya tersenyum tipis. A goddess.
Aidan memimpikan aura Soyoung yang begitu absolut setiap kali perempuan itu memasuki ruangan, meski tak melakukan apapun yang berarti. Setiap langkahnya menggaungkan kepercayaan diri, terutama ketika melangkah menuju sang suami. Perempuan itu tahu ia dicintai. Juga tentang setiap ciuman Soyoung yang begitu lembut, seperti kupu-kupu hinggap di bibirnya – Kadang terasa seperti ceri, kadang seperti madu – Aidan bermimpi.
Maka ketika Aidan membuka mata kembali, ia mencari istrinya pertama kali. Dan Soyoung ada disana. "Jeon Soyoung," panggil Aidan dengan begitu payah. Suaranya, yang tipis dan serak-serak, berhasil mendapat perhatian sang istri. "Soyoung.." Kemari..
"Aidan." Soyoung mendongak sesaat sebelum memutuskan untuk mendekat perlahan. Perempuan itu duduk di sisi kasur Aidan lalu membawa tangan suaminya yang terkulai ke pangkuan. "Sudah baikan, rupanya."
Pria itu meremas tangan istrinya, mengiyakan. Menemukan ketenangan ketika Soyoung bersikap sebagai istri yang perhatian. "Kalau kamu tak ingin disini, kita bisa pulang," Jeon Soyoung mengusulkan. "Aku yang akan merawatmu."
"Lebih mudah untukmu?" Aidan bertanya dalam suara parau.
Istrinya berpikir sejenak. "Kau akan lebih cepat pulih di rumah. Dokter Park juga bisa datang sesekali." Mata Soyoung nampak penuh kesungguhan. Maka Aidan mengangguk lemah.
Apapun.
Apapun. Selama Soyoung tetap disisinya. Toh tubuhnya selalu pulih dengan cepat.
"Aku akan atur supaya kita bisa pulang, kalau begitu." Soyoung langsung bangkit, meninggalkan Aidan. Memberi Aidan kecupan ringkas pada pelupuk matanya, berbisik, "cinta padamu."
Ketika Soyoung meninggalkan ruangan dengan pintu terbuka, salah seorang bodyguard Aidan masuk ke dalam ruangan. Pria itu tinggi, sedikit lebih dari Aidan. Rahangnya yang tegas meninggalkan kesan tangguh dan kokoh. Ia berpakaian rapi, dengan kemeja dan jas hitam yang begitu pas membungkus figurnya, serta menyembunyikan tato-tato rahasia.
Kaleb.
Aidan dapat mengenali pria itu hanya dari suara geraknya. Cara udara disekitar Kaleb berpindah ketika sang pengawal berjalan, membelah udara dengan langkah-langkah pasti. Ini pria kepercayaan Aidan, sudah seperti saudaranya sendiri.
Biasanya Kaleb bersikap tangguh. Tapi sekarang rautnya dipenuhi perasaan bersalah, cemas, dan sedih bercampur jadi satu. Sosoknya berhenti di seberang tempat tidur Aidan, menatap atasannya itu sepersekian detik, kemudian menunduk begitu dalam.
"Hentikan, Kal. Ini bukan salahmu." Aidan berucap, meski mulutnya ngilu saat digerakkan. Ia tahu Kaleb tidak akan bangkit jika tidak dihentikan. Kaleb selalu begitu tulus dan rendah hati ketika melindunginya, dan Aidan tersentuh. Ia tidak melihat alasan apapun bodyguard-nya perlu minta maaf.
Tangan Aidan mengisyaratkan Kaleb untuk mendekat, dan pengawalnya itu menurut. "Saya yang kemarin ingin pergi tanpa pengawal."
"Harusnya saya ikut bapak di mobil. Maafkan saya, pak."
"Bodoh. Saya enggak mau kamu mati," Aidan menolak permintaan maaf Kaleb begitu saja. Pengawal ini persis seperti anjing penjaga. Kuat dan ganas di hadapan semua orang, kecuali pemiliknya. Aidan bersumpah ia melihat mata Kaleb berkaca-kaca seperti anak kecil, ketika pria itu tak sengaja terbatuk hanya karena tenggorokan kering.
"Pak Sal, bagaimana?" Aidan menanyakan soal supirnya.
"Sudah dikebumikan kemarin, Pak."
Aidan mengangguk paham. Bayang kesedihan lewat di wajahnya, menyesalkan kecelakaan itu. "Minta tolong sekretaris saya kirimkan karangan bunga dukacita. Ingatkan saya atur bantuan untuk keluarganya.. Anak Pak Sal masih kecil, mereka pasti kesulitan. Lalu–"
"–Pak," Kaleb menyela atasannya yang terus memikirkan orang lain, meski sendirinya sedang terluka. "Malam itu, sebenarnya.. bagaimana bisa?"
Aidan merenung sejenak, enggan mengatakan yang sebenarnya. Tapi cepat atau lambat, Kaleb pasti tahu. Dan lebih baik informasi datang langsung darinya. Pria itu menghela napas. "Pak Sal sengaja," gumam Aidan pahit, "di saat terakhir dia mengaku disuruh istri saya."
Pernyataan Aidan membuat Kaleb tersedak. Rahangnya seketika mengeras bersamaan dengan alis yang menukik tak suka. Kepalan tangannya kian lama kian membatu.
Lagi-lagi serigala itu.
Sampai kapan atasannya akan membiarkan Soyoung berlaku begini kejam? Kaleb mulai habis kesabaran melihat Aidan didampingi wanita yang, justru dengan segala daya, ingin membunuhnya. Dan untuk apa? Bukankah semua kekayaan Aidan memang sudah milik Soyoung juga?
Mereka berdua sudah tahu perbuatan Soyoung sejak tiga bulan lalu, ketika Kaleb menangkap istri atasannya diam-diam mencampur ekstrak aconitum pada kopi Aidan. Racun bunga wolfsbane yang bertujuan membunuh korbannya perlahan-lahan. Sebuah referensi yang Kaleb yakin Soyoung dapatkan dari drama televisi.
Sejak itu, Aidan hanya memilih berhenti minum kopi, serta memastikan Kaleb-lah yang memasak untuknya. Menambah pekerjaan Kaleb, tapi si pengawal tidak keberatan sedikitpun. Ia malah menikmati waktu makan bersama sang atasan. Setelah itu, Soyoung beberapa kali mengomel karena Aidan berhenti makan masakannya ketika di rumah, tapi pria itu beralasan masakan Kaleb hanya terlalu enak.
Kemudian ada juga kejadian penusukan Aidan di tengah salah satu pidatonya bulan lalu. Aidan selamat, dan pelakunya tertangkap. Menurut kepolisian, penusuk berasal dari kelompok gangster yang terdampak bisnis Aidan. Sebagai orang sesukses ini, memang mustahil Aidan tak punya musuh. Tapi dari penyelidikan Kaleb, terdapat sejumlah bukti yang menyatakan keterlibatan Jeon Soyoung.
Dan Kaleb begitu muak pada Soyoung yang pura-pura tak bersalah, juga tidak sadar bahwa dirinya telah tertangkap basah.
"Lalu, apa kita akan berbuat sesuatu, Pak?"
Kaleb tahu, Aidan terlalu cinta pada Jeon Soyoung. Kaleb juga tahu, alasan Aidan tidak peduli pada perbuatan istrinya terdahulu. Tapi kali ini ia menangkap penyesalan pada obsidian Aidan, karena Soyoung menyebabkan kematian orang lain dalam upaya membunuhnya. Dan jika melihat Soyoung yang tadi berlenggang pongah keluar ruangan, Kaleb yakin penyesalan itu Aidan sembunyikan dari istrinya.
"Kita pulang setelah ini."
Jawaban Aidan bukanlah yang Kaleb harapkan. Seharusnya Aidan melakukan yang lebih! Jauhkan Soyoung dan jangan biarkan perempuan itu melukai siapapun lagi. Kaleb bukan lagi sebatas kecewa. Ia patah. Begitu patah karena melihat Aidan patah hati. Begitu patah karena harus berhadapan dengan musuh, dan dipaksa tersenyum, tunduk.
Tetapi Aidan menangkap kekecewaan itu dalam raut Kaleb. Dan hatinya ikut sakit. Setidaknya, ia harus memberi penjelasan pada pria itu. "Kalau Soyoung dekat denganku, dia akan menyakiti hanya aku, Nak. Tidak ada lagi korban lain."
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret (He) Kept
FantasiAidan adalah multi-milioner dengan istri cantik jelita bernama Jeon Soyoung, yang berusaha membunuhnya demi mendapat warisan. Aidan hanya terlalu mencintai Soyoung untuk memberi tahu bahwa dirinya immortal. *Cerita ini dikembangkan dari writing prom...