PART 3

25 3 2
                                    

Kaleb berjalan di depan Aidan, membukakan pintu mobil dan membantu pria itu berpindah dari kursi rodanya. Ia harus menahan diri mati-matian untuk tidak melakukan apapun saat Jeon Soyoung berada begitu dekat dengan Aidan. Melihatnya pura-pura seperti itu.

"Pak Kaleb, biar saya saja yang menyetir." Soyoung menengadahkan satu tangan, meminta kunci mobil pada Kaleb. "Bapak ikut mobil belakang saja. Saya ingin berdua dengan Aidan."

Kaleb bertukar pandang dengan Aidan, berharap atasannya menyanggah usulan Soyoung. Tetapi pria itu hanya memberi Kaleb senyum samar dan anggukan kecil. Tak apa, Nak.

Tapi–

–Hey. Tak apa.

Maka Kaleb dengan enggan memberikan kunci pada Soyoung, dan naik ke kendaraan di belakang mereka. Menjaga Aidan dengan perasaan yang begitu was-was.

Kaleb tahu ia tak perlu secemas itu, sebab Kaleb kenal siapa Aidan. Apapun yang Soyoung lakukan, perempuan itu tidak akan berhasil membunuh Aidan. Belum ada yang berhasil melakukannya enam ratus tahun ini, dan tidak akan ada yang berhasil ratusan tahun mendatang. Aidan bisa terluka, sakit, tapi tidak mati. Saat sakit, tubuh Aidan selalu pulih dalam sehari atau dua, dan dia akan baik-baik kembali. Aidan pun tidak pernah menua lebih dari tampilannya sekarang, pria usia tiga puluhan.

Kaleb ingat ketika Aidan berbagi rahasia ini. Mulanya ia tak percaya. Namun setelah Aidan menunjukkan artefak-artefak pribadinya dari ratusan tahun lalu, juga setelah semua yang terjadi atas Aidan, Kaleb jadi yakin atasannya abadi. Aidan tidak menggolongkan dirinya ke dalam spesies apapun selain manusia, namun pria itu yakin kondisinya murni keajaiban genetik. Hanya itu yang Kaleb tahu, dan itu sudah cukup.

Aidan belum menceritakan ini pada sang istri. Bahkan satu-satunya tujuan pria itu menghindari kopi beracun dari Soyoung, adalah agar istrinya tidak curiga. Jelas bukan untuk menghindari kematian. Aidan memercayakan Kaleb dengan rahasianya, dan Kaleb menjaga kepercayaan tersebut dengan hidupnya.

Hanya saja pengganggu dan pembunuh macam Jeon Soyoung ini membuat Kaleb benar-benar gila. Lebih gila lagi karena Aidan tidak mau berbuat apapun untuk menyingkirkan penjahat, yang jelas juga tak mencintainya. Tapi Kaleb bersumpah, kalau Soyoung berbuat sesuatu sekali lagi saja, Kaleb akan membunuh keparat itu.

Tetapi untuk beberapa minggu selanjutnya, tidak terjadi apa-apa. Sampai suatu Selasa, Soyoung meliburkan semua staff karena "ingin ketenangan". Kaleb tidak tahu apa yang direncanakan Soyoung, tapi jalang itu bahkan tidak sembunyi-sembunyi lagi.

"Saya tidak setuju, Pak," Kaleb protes terang-terangan pada Aidan, Senin malam. Aidan sedang melukis di ruang baca, begitu fokus menatap kanvas dengan satu tangan memegang kuas. Ia baru saja mengatakan pada Kaleb, bahwa dirinya tidak keberatan tentang permintaan Soyoung.

"Tidak apa, Kal. Bukannya kau perlu istirahat, juga?"

Kaleb ingin mengerang frustasi. "Kak." Ia mengganti panggilan Aidan. Berharap pendekatan yang lebih personal, dapat membatalkan keputusan itu. Yang dipanggil hanya mendongak sedikit. "Kakak tahu Soyoung pasti berulah."

"Aku tahu."

"Lalu?"

Aidan mengambil cat biru yang nyaris habis, menekan tabung foil itu sampai kerut. Mengambil warna lain, melakukan yang sama. Benar-benar mengacuhkan Kaleb. Setelah sekian lama, baru Aidan menarik kursi bagi Kaleb dan dirinya, mengajak pengawal duduk bersama.

"I love her, Kal. As simple as that. Dan tidak apa kalau dia melukaiku. Karena toh aku baik-baik saja. Hanya, aku ingin dia tetap disini."

Kaleb menyayangi Aidan, tapi ia tidak ingin setuju. Dahinya mengerut tak suka ketika mendengar penjelasan tersebut. Ia sadar, di penghujung hari keputusan Aidan adalah mutlak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Secret (He) KeptTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang