7.1. - Bersua

29 3 2
                                    

Playlist : Banda Neira - Sampai jadi debu.

- RevRey | Surat Untuk Reyga -

(Millen Revalia Nirvania Ardiana)

- RevRey | Surat Untuk Reyga -

Dan dia bilang, "Rev, kita perlu bicara..."

Seketika dunia gue berasa berhenti bergerak detik ini juga, otak gue juga tiba-tiba kehilangan kemampuan berpikir dengan jernih, perasaan gue juga nggak enak. Kalau diumpamakan seperti program aktif lalu sekarang programnya tiba-tiba log out mendadak. Rasanya gue mau pingsan detik ini juga.

Reyga mengajak gue bicara, awalnya gue tolak tapi dengan perdebatan sengit seperti biasanya dia nggak mau ngalah dan gue lagi yang harus ngalah, baiklah gue ikutin apa mau dia.

Kita pergi ke rooftop tempat yang dulu sering kita datangi jaman SMA. Dan gue inget, terakhir kali gue mendatangi tempat ini waktu Reyga minta balik lagi saat dia baru putus sama Nadira. Masih ingat guys? Dan dari sana awal kebencian gue mulai memuncak.

Kita duduk di tepi gedung yang langsung mengarah pada keramaian kota yang disajikan dari atas gedung. Ditambah sunset yang manis banget sore ini, langit yang berwarna oranye. Senja yang menurut gue benar-benar indah. Tapi nggak jadi indah soalnya sama Reyga. Obrolan sore ini ditemani dengan dua gelas jus alpukat.

Suasana yang awkward, karena masing-masing dari kita nggak ada yang mau memulai obrolan duluan. Gue sendiri bingung harus ngobrol apa sama dia. Dan gue rasa Reyga juga sama, sedang memikirkan topik pembicaraan yang mau diobrolkan sama gue.

Benar-benar beda banget rasanya. Gue nggak pernah ngerasa secanggung ini saat bertemu sama orang. Atau mungkin guenya saja yang kaget tiba-tiba bertemu dengan masalalu gue. Walaupun pertemuan kayak gini selalu gue hindari, tetapi sepertinya semesta punya caranya sendiri untuk mempertemukan gue dengan dia.

Hampir dua puluh menit berlalu tapi kita masih betah saling diam, sambil menikmati angin sore yang sebentar lagi berubah jadi malam. Perlahan warna langit sudah berubah menjadi gelap. Baik gue maupun Reyga belum ada yang mau angkat bicara, tetapi kalau saling diam seperti ini tanpa adanya pembicaraan jadi buang-buang waktu. Dua puluh menit itu berharga, bisa gue pergunakan untuk mandi, makan, atau rebahan. Dan lima belas menit kemudian dia baru memecahkan keheningan itu.

"Apa kabar Rev?" tanyanya. WHAT?! Sumpah ya, bener-bener ketos menyebalkan. Hei, masnya pertanyaan kayak gitu semua anak SD juga bisa tanpa perlu nunggu tiga puluh lima menit! Gue suka nggak paham deh kenapa dari dulu dia selalu menyebalkan.

Baik-baik tenang Rev, tenang.

"Baik seperti yang Lo lihat," jawab gue. Lalu kita kembali terdiam lagi. Entah berapa menit lagi gue harus tunggu dia kembali bicara.

Pasti kalian bertanya-tanya, 'kenapa nggak Lo duluan yang mulai Rev?' alasannya karena gue sudah males duluan.

Saat matahari sudah benar-benar menghilang, langit sudah menjadi gelap, dan kini tergantikan dengan cahaya rembulan. Dia mulai kembali berbicara, "Rev kita perlu bicara." Lagi-lagi gue menghela nafas. Sabar Rev, sabar. Memangnya sejak tadi yang kita lakukan itu bukan bicara namanya? Gue jadi geram sendiri. Akhirnya gue jawab, "apa yang harus kita bicarakan lagi?"

Lalu dia beralih menatap gue, "kita harus memperjelas kisah ini Rev."

Gue tertawa sumbang saat itu. "Apa yang harus kita perjelas? Bukannya setiap bagian dari cerita ini sudah sangat jelas? Jadi, bagian mana lagi yang kurang jelas?"

RevRey - Surat Untuk Reyga #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang