Oleh: Khayzuran
Lelaki berdasi merah marun itu sampai di Rumah sakit miliknya dengan bahagia, senyum manis tidak lepas dari bibirnya, mempertegas lesung pipit di pipi kanannya. Selamat datang kembali dalam hidupku Handini.
"Pak Riga sudah ditunggu di aula, hari ini ada rapat dengan tim BPJS."
"Oke."
____________________
Handini menyambut Maura yang diulurkan dengan kasar oleh Dewi, Maura kecil di dekap Handini penuh rasa cinta. Sekarang kamu aman sama ibu Nak...
Fahri menutup map kertas berisi surat cerai yang baru saja ditanda tangani Handini, memasukkannya ke dalam tas, namun pada detik yang bersamaan Handini menyambar map kertas itu sebelum masuk ke dalam tas, tangan Handini dengan cepat merobek-robek surat cerai lalu menjejalkan serpihan kertasnya ke dalam mulut, mengunyahnya dengan kasar, melumat dan menelannya tak bersisa.
Mulut Dewi dan Fahri menganga tanpa kata, keduanya speechless dengan apa yang baru saja dilakukan Handini yang sungguh diluar dugaan keduanya.
"Apa yang Mbak lakukan?"
Dewi menjerit histeris.
"Sekarang kamu memang sudah sah menjadi istri Mas Fahri secara agama, tapi di mata hukum aku yang masih sah menjadi istri Mas Fahri dan aku akan tetap mempertahankan Mas Fahri, aku akan memperjuangkan hak aku sebagai istri juga hak anak-anakku, kalau kamu dan Mas Fahri berani tinggal satu rumah aku tidak akan segan-segan melaporkan kalian ke polisi dengan pasal perzinaan."
"Handini kamu ini sungguh sudah keterlaluan, mau kamu apa sih? kamu mengacaukan segalanya."
Fahri mulai berang, matanya memerah, rahangnya mengatup.
"Mas Fahri tahu kan mau aku apa? aku mau Mas Fahri tetap jadi suami aku, tidak menceraikan aku dan silahkan Mas Fahri menikah dengan Dewi, aku tidak keberatan di poligami, tapi jangan ceraikan aku."
Fahri mendekat pada Handini, Handini mundur, Handini tahu Fahri sedang marah besar. Orang yang sedang marah rasionalitasnya sering hilang jadi bisa melakukan apapun diluar kendalinya.
Tangan Fahri bersiap mencengkram Handini, Handini mengelak, berlari ke arah Arkania yang masih asyik melumuri badannya dengan tanah. Handini menyeret Arkania mengajaknya masuk ke mobil, Handini sungguh sangat kepayahan denga Maura yang ada di pelukannya dan Arkania yang ia seret dengan tangan kanannya sambil berlari.
Fahri dan Dewi berlari menyusul, mengejar Handini. Dengan sisa tenaga Handini berhasil menjebloskan Arkania ke dalam mobil, lalu menyusul Handini dan Maura masuk dari pintu yang sama.
Ahlamdulillah...sesaat Handini bernafas lega, tak peduli dengan gedoran Fahri dan Dewi pada kaca mobil."Buka...."
Dewi memukul-mukul kaca mobil, Fahri berusaha membuka pintu dan jendela mobil yang sudah terkunci sempurna.
"Mau kamu bawa kabur kemana anak-anakku?"
Tanya Fahri saat kaki Handini memginjak gas mobil, melaju dengan gigi empat.
Maura mulai menangis, Arkania memukul-mukul dasboard mobil, sesekali menendangnya. Sangat beresiko menyetir sambil menggendong bayi apalagi dengan pikiran yang kalut, Handini sadar akan itu. Setelah dirasa cukup aman dari kemungkinan kejaran Dewi dan Fahri, Handini menepi ke bahu jalan, dipasangkannya seat belt untuk Arkania dan menyusui Maura yang masih menangis, entah karena haus, entah karena ketakutan.
Hari hampir senja, Handini memarkir mobilnya di pinggir danau kecil. Handini belum tahu akan membawa anak-anaknya kemana, saat ini rumah belum mejadi tempat yang aman dan sehat untuk mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
PESAN UNTUK ISTRI SUAMIKU
Fiksi UmumSilahkan follow dulu sebelum baca. Cinta saja tidak cukup untuk mempertahankan keutuhan sebuah hubungan, perlu komitmen yang kuat dan rasa saling percaya. Jangan pernah memperjuangkan orang yang tidak ingin diperjuangkan. Jangan memaksa untuk tetap...