Cinta, membicarakannya tak lengkap tanpa adanya luka. Seperti yang Ellen alami saat ini, ia baru saja mendapat gamparan keras dari Jimin-kekasih hatinya.
"Kau lamban bergerak sayang, kau mau membuatku mati kelaparan hm?"
Jimin mencium kasar bibir Ellen, mencium secara paksa serta sepihak. Sementara Ellen tak membalas ciuman sialan mencipta buliran air mata dari netra indahnya.
"Aku harus pulang Jim, aku ada pekerjaan paruh waktu lainnya."
Ellen bergegas dari tempatnya. Sialnya jemari Jimin lebih dulu mendarat pada lengan kecilnya, membuatnya menoleh berlalu menatap iras kekasihnya.
"Ellen, kau tau aku tidak menyukai keadaan dimana aku harus marah-marah padamu supaya kau patuh padaku'kan? Jadilah penurut, dan antarkan barang ini untuk Hoseok hyung."
Jemari Ellen mengepal, netranya mengatup saat merasakan bibir Jimin mendarat pada keningnya.
"Aku mencintaimu Jung Ellen."
Bak sebuah kalimat hipnotis, ungkapan cinta yang baru saja keluar dari mulut Jimin berhasil membuat Ellen menuruti apa yang kekasihnya ucapkan.
Pekerjaan paruh yang harusnya ia dahulukan, kini ia tinggalkan. Meski masih memiliki sisa waktu, 45 menit untuk pergi ke alamat yang Jimin beri namun ia tidak memiliki cukup tenaga. Pun akhirnya ia berhenti di depan sebuah minimarket kecil dengan kaleng soda ditangannya.
"Hah, mengapa aku harus mencintai lelaki bajingan sepertinya. Aku bahkan sangat-sangat cinta padanya."
Jung Ellen menundukkan wajahnya, mengusap buliran sialan yang kian deras mengalir dari kelopak matanya.
"Ellen."
Suara Jungkook membuat Ellen menaikkan kepalanya, ia menatap lelaki muda itu dengan tatapan sayu mencipta iras nestapa pada wajah Jungkook.
"Apa pekerjaanmu sangat berat? Kau terlihat sangat kacau."
Ia mengambil tempat untuk duduk disamping Ellen, lantas memberikan sapu tangan dari sakunya. Tanpa ragu mengusapkannya pada wajah Ellen, lantas merapikan rambut Ellen yang menutupi wajah cantiknya.
"Jungkook, apa kau luang?"
"Iya, aku baru saja selesai dengan penelitian pertamaku. Ada apa?"
Nampak ragu namun tak memiliki pilihan lain, pun Ellen meminta bantuan Jungkook untuk mengantarkan paket ke alamat yang Jimin beri.
"Kau baik-baik saja'kan? Aku sangat khawatir melihatmu seperti ini."
Ellen melipat bibirnya kedalam, tak berniat memberi jawaban pada Jungkook sebab ia memang dalam keadaan tidak baik.
"Apa sih pekerjaanmu sampai-sampai begini keadaanmu?"
Ia masih sibuk bertanyaa disaat jemari dan netranya sibuk mengemudi dan melihat-lihat alamat yang Ellen beri."
"Kau pasti akan membenciku, bahkan menjauhiku jika tau pekerjaanku."
Jungkook tersenyum dengan smirk andalannya, lantas berhenti tepat di depan sebuah rumah mewah dengan pagar hitam.
"Kenapa? Semua orang memiliki pekerjaan mereka masing-masing sesuai garis yang Tuhan berikan. Turunlah, aku akan menunggu disini."
Jawaban Jungkook mencipta kerutan pada kening Ellen, untuk usianya yang terbilang muda Jungkook terdengar lebih dewasa.
Sudut Ellen terangkat, lantas melepaskan sabuk pengaman dari tubuhnya berlalu meninggalkan Jungkook sendirian di dalam mobilnya.
Sejemang berlalu ponsel Jungkook berdering, nama Erline yang berada disana. Hembusan napas ringan keluar dari rongga hidung Jungkook, lantas menerima telepon dari Erline.
KAMU SEDANG MEMBACA
HASTA LAVISTA (M) √
Fiksi PenggemarMain Cast : Jeon Jungkook; Jung Ellen; Park Erline. ©Dulcemiel_