Namaku Lana Shafira, umurku 24 tahun. Masih lajang dan cantik. Kata siapa? Kata mamaku lah.
Pekerjaanku, aku sebagai pembawa berita di pagi hari dan di stasiun tv yang bernama PCY media. Pemiliknya seorang artis yang tampan meskipun sudah punya empat anak. Yang mana ketampanannya menurun pada ketiga anak lelakinya. Bahkan secara tidak langsung aku juga menyukainya karena mama sering memutar lagu-lagu dia waktu aku masih remaja. Aku beruntung bisa bekerja disana karena bisa meminta tanda tangan beliau untuk mamaku.
Malam ini aku pulang lebih larut. Karena mendapat traktiran teman kantorku. Apartemenku berada di lantai 5. Aku baru sebulan pindah ke sini. Waktu hendak masuk ke dalam lift. Di pinggirnya ada papan yang bertuliskan tebal lift sedang di perbaiki. Hah? Jadi, Aku harus naik tangga malam-malam gini? Yang benar saja?
Aku bukan tipe penakut sih, sebelum aku pindah ke sini aku sudah meriset tempat ini dan semuanya baik-baik saja kecuali bagian mahalnya. Maksudku, setidaknya ini bukan bekas kuburan Belanda. Akan menyeramkan sekali kalau ada hantu Belanda yang tinggal disini dan berbicara dengan menggunakan bahasa Belanda. Sudah jadi hantu pakai bahasa Belanda lagi. Menyeramkan sekaligus membingungkan.
Ok, semangat Lana. Cuman sampai lantai 5. Aku mulai menaiki tangga dengan sambil menghidupkan musik. Baru lantai dua samar-samar aku mendengar derap langkah kaki yang juga sedang menaiki tangga dan sekarang aku sudah sampai di lantai 3. Aku membuang pikiran burukku. Untuk berpikiran kalau itu bukan hantu atau semacamnya. Atau jangan-jangan orang mesum?
Aku membuka tasku dan mengambil tongkat yang bisa di lipat yang memang aku simpan sebagai senjata cadangan. Sekedar jaga-jaga saja. Aku hidup di kota besar dengan orang-orang yang bisa bertindak di luar nalar.
Kalau aku semakin mempercepat langkahku. Bagaimana kalau dia semakin mengejarku dan bisa menangkapku dan membekapku lalu.... ah tidak! Jangan di teruskan, membayangkan saja sudah membuatku takut.
Ayolah Lana kamu dulu waktu SD pernah ikut karate setidaknya kamu sudah mempunyai basic-nya. Aku bersembunyi di balik pintu yang menghubungkan ke lantai 3 dengan sedikit memberi celah agar aku bisa melihatnya dari belakang. Aku akan menyerangnya terlebih dahulu. Kalau dia bawa senjata. Setidaknya aku mati dengan terhormat dengan melawan seorang penjahat.
Ternyata dia seorang laki-laki yang menyeramkan. Kenapa malam-malam dia berpakaian seperti itu dan wajahnya tidak jelas. Benar-benar mencurigakan.
Apa dia seorang psikopat atau seorang penguntit. Mungkin targetnya bukan aku tapi orang lain. Ada seorang model cantik yang tinggal di lantai 4 dan aku mengenalnya meskipun tidak dekat hanya bertegur sapa saja dan saling tersenyum ketika bertemu. Aku memang mempunyai kontak nomernya karena dia pernah menjadi tamu di acaraku. Hanya berhubungan pada waktu itu saja. Selebihnya tidak.
Laki-laki itu berpakaian hitam dan ber-hoodie. Dia menaiki tangga begitu santainya sambil bersedekap.
Aku mengeratkan peganganku bersiap memukulnya dari belakang. Waktu dia berhenti dan menoleh aku mengangkat tanganku untuk memukulnya tapi sayang dia dengan mudahnya menghindar dan kemudian memegang tongkatku. Dia menatapku dengan tajam.
Heol, dia tampan.
Aku menarik tongkatku agar terlepas darinya tapi dia malah memegangnya dengan kuat. Aku berinisiatif memukul perutnya tapi dia dengan mudahnya menahan pukulanku. Melihat dari responnya sepertinya dia orang yang terlatih.
Aku semakin menarik tongkatku dengan gelisah lalu dia melepasnya dan ternyata keseimbanganku oleng. Aku mulai terjengkang aku menutup mataku bersiap untuk jatuh. Membayangkan aku jatuh sambil berguling-guling menuruni tangga. Tapi khayalanku tidak akan pernah terwujud karena ada seseorang yang memeluk pinggangku. Aku membuka mataku. Hal pertama yang aku lihat adalah mata tajamnya.
"Kamu siapa?" Tanyanya dengan suara berat.
"Huaaa.... penguntit!" Kataku berteriak sambil mencoba melepas dari rangkulannya. Dia melepaskanku dan aku mengambil tongkatku yang terjatuh dan mengambil ancang-ancang lagi.
Sedangkan laki-laki itu hanya memandangiku dengan pandangan bingung terlihat dari alisnya yang berkerut.
"Kamu penguntit kan? Kamu psikopatkan?" Tuduhku tanpa beralasan dengan suara lantang yang menggema di ruangan tangga ini.
Dia mengabaikanku dan aku masih mendengar dia mengatakan. "Dasar cewek aneh." Lalu dia kembali menaiki tangga.
"Hei, kamu mau kemana?" Kataku berteriak. Aku malah mengejarnya. Kenapa aku berani sekali. Padahal dia orang asing.
Aku menaiki tangga dengan dengan langkah lebar dengan melewati anak tangga satu setiap langkahnya. Dia ternyata juga melakukan hal yang sama. Dia bahkan melewati lantai 4 dan terus berjalan. Loh bukan lantai 4? Tanyaku yang masih berhenti karena mengatur nafasku.
Aku kembali menyusulnya dan dia berhenti di lantai 5 dia masuk ke dalam apartemen di ujung barat.
"Kamu mau ngapain ke sana?" Kamu mau mencuri yaa?" Setahuku tidak ada orang yang menempati di sana karena sebulan aku disini aku belum pernah melihat orang yang masuk atau keluar dari sana.
Dia memasukan pin dan pintunya terbuka. Hah? Dia pemiliknya.
Sebelum menutup pintu dia menatapku dan membuka hoodie-nya. Tampannya...
"Ini apartemenku. Aku sudah tinggal di sini sebelum kamu menjadi tetanggaku." Ucapnya judes dan menutup pintu cukup keras sehingga membuatku terlonjak kaget.
Jadi dia tetanggaku? Kenapa jutek sekali? Kenapa juga aku harus punya tetangga jutek dan sejudes itu? Menyeramkan lagi. Meskipun dia tampan tetap saja wajah juteknya menyebalkan.
🍁🍁🍁
Huhuy... gimana prolognya?
Suka?
Jangan lupa Vote dan Comentnya.
Jadi yang belum tahu, ini sekuel dari cerita My Lovely Bodyguard anaknya Juan dan Jihan
Sumenep, Sabtu 16 Mei 2020 /
23 Ramadhan 1441 H
17:51 WIB.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Mr. Jutek
ChickLit#1 cerita pendek (6 Januari 2021) Pindah Ke Karyakarsa "Kamu itu jutek, nyeremin juga tapi ganteng sih. Dan yang paling menyebalkan aku menyukaimu." Ucap Lana. Juna hanya menarik sudut bibirnya, berjalan mendekati Lana sehingga Lana tidak bisa mundu...