part 5

10 1 2
                                    

Valerie pov:

Hari ini akan sangat menyebalkan. 3 jam duduk berdiam diri di pinggir lapangan, menonton para siswa lain yang sedang di siksa berkeliling lapangan, karna aku tidak akan pernah mengikuti pelajaran olahraga seumur hidupku. Maksudku, siapa juga yang mau setelah semalaman berkutan dengan pistol dan bangkai manusia, lalu keesokan harinya masih bertemu dengan kegiatan yang menguras banyak tenaga.

"kenapa ga ikut olahraga?" Tanya Raymond menghampiriku.

"lo sendiri ngapain kesini?" balasku bertanya. Lalu Ray mengulurkan sepiring ketoprak dan teh botol kearahku.

"hahaha, gue gabisa olahraga" jawabku sambil menunjukan surat dokter palsu buatan David diatas buku absen yang di titipkan guru olahraga kepadaku.

Tercetak jelas namaku Valerie Nathania : Persistent Bronchial Asthma. Si bodoh dave itu tidak mempunyai ide lain selain memalsukan test kesehatan agar aku boleh untuk tidak mengikuti kegiatan olahraga.


Ray mengambil tempat di sampingku, memberikan piring ketoprak itu "kalo gitu ketopraknya buat gue, teh botolnya buat lo"

"ohh yaudah kalo gitu, kenapa di kasih ke gue?" tanyaku sembari menyodorkan lagi piring itu. Ray hanya membuka mulutnya, sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada memberikan kode agak aku menyuapi makanan ke dalam mulutnya dan berlagak seperti anak kecil.

"pulang bareng ya?" tanyanya setelah pada akhirnya teh botol yang ia bawakan juga masuk kedalam perutnya. Tentu saja aku balas dengan penolakan. Mungkin masih ada beberapa jam sebelum Dave menjemput dan kursus bela diri sore ini. Tapi aku malas memberitahu orang orang tentang keberadaan rumahku. Mungkin sudah menjadi naluri yang mengalir dalam darahku sendiri untuk merahasiakan kehidupan pribadiku kepada orang asing.


Dua tahun lalu, aku tengah bersekolah di sekolah lamaku. Siang itu aku dan tiga temanku sedang asyik bercanda di koridor. Dave menelponku dengan sangat singkat memperingatiku untuk tetap berhati hati, tepat sesaat sebelum sebutir peluru yang tak dapat aku hindari mengenai bahuku. Penembak itu dengan sengaja mengarahkannya ke lengan kanan agar tidak aku tidak terbunuh. Seakan hanya memberikan ancaman kepadaku. Itu cukup untuk membuat keadaan seantero sekolah sangat ricuh.

Sesaat setelah itu ambulance dan beberapa mobil polisi datang. Ini menjadi lebih rumit ketika beberapa oknum polisi mewawancaraiku mengenai kasus ini, persaingan bisnis. Salah satu yang dapat mereka simpulkan ketika mengetahui latar belakang kehidupanku.


"roses" ujar dave singkat tepat setelah ia membuka pintu kamarku. Beberapa teman tim kamipun ikut serta menjenguk-ku yang sudah di perbolehkan pulang kerumah sehari lalu. Roses, mereka adalah komunitas pengedar ganja. Beberapa minggu lalu anak buah mereka tertangkap polisi saat melakukan transaksi dengan siswa yang berasal dari sekolahku. Rupanya mereka mengira aku telah menjebak mereka. Sedangkan, terakhir kali tim kami berurusan dengan barang haram itu sekitar tiga atau empat tahun lalu. Saat akhirnya Dave dan Rayhan berhenti menggunakan barang itu, karna kalah bertarung dengan bocah SMP yaitu aku.

"biar gue sama anak anak yang urus, lo healing dulu aja." Kata David menenangkan aku yang sudah hampir bergegas untuk membalas perlakuan mereka. Pertama mereka berbuat tanpa pikir panjang. Kedua mereka mengingkari perjanjian, siapapun yang berhubungan dengan tim kami di dunia underground tidak boleh disangkut-pautkan dengan kehidupan public kami.

"tunggu gue sembuh, tiga atau empat hari lagi."


Tepat tiga hari sesuai janjiku, Dave, Daniel, Rayhan, Alle dan aku berkumpul di ruang tamu rumahku. Kami adalah tim inti yang akan menyerang langsung ke markas utama "Roses". Beberapa tukang pukul yang kami sewa sudah berangkat menuju markas. Aku dengan sigap menuju ke kamar mengambil koper di bawah tempat tidurku. Mengambil pistol semi-automatic Desert Eagle yang bukan hanya akan menembus target sasaran tembak, melainkan meledakan target hingga hancur berkeping-keping. Dan beberapa peluru tambahan .Aku mengenakan kaos hitam ketat agar memudahkanku untuk bergerak, dan highwaist jeans berwarna biru gelap. Menyelipkan pistol itu di pinggang kiri ku, dan aku biarkan terlihat jelas.


Seletah keluar kamar, aku melihat dave dan yang lainnya telah siap dengan peralatannya masing-masing. Aku yakin mereka juga menyelipkan pistol favorite mereka di balik baju, atau saku celana. "ga pakai baju anti peluru?" Tanya Rayhan kepadaku. Balutan perban di lengan tanganku terlihat sedikit melewati baju. "gapapa, gausah. Gue bisa menghindar kok, kemarin gabisa di prediksi aja tembakannya"

"TRANGGG..." seluruh aktifitas kami dalam menyiapkan serangan balasan ini terhenti karena mendengar suara pecahan kaca dari jendela ruang tamu, tempat kami berada. Isi dari tabung gas air mata yang terlemparkan itu segera keluar dan memenuhi ruangan.

Alle dengan sigap mengambil tongkat baseball milik Rayhan, memecahkan jendela dan memukul keluar tabung gas itu. Daniel membuka semua venitilasi yang ada, Dave dengan poselnya menyelidiki, Rayhan keluar ruangan dengan pisau belati berjaga jaga. Suasana sangat kacau.


"Vale? Pokoknya pulang sekolah gue tunggu di lobby ya" ujar Ray sambil meninggalkan aku duduk di pinggir lapangan sendirian. Kejadian itu terus berputar di kepalaku. Ular bodoh itu seharusnya sudah mati di ujung laras pistolku jika David tidak menahan aku. Membunuhnya hanya akan menghasilkan dendam turun temurun, menghancurkan ekosistem, dan membahayakan aku serta keluargaku. Menurutnya, memberikan peringatan dengan mengacak acak markasnya sudah cukup. Tapi tidak bagiku. Aku masih sangat haus. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Another SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang