Bab 5

10 1 0
                                    

Kicau burung serta deru angin gunung ciptakan harmoni indah yang mengiringi langkah kami. Rupanya api unggun tadi malam berisi diskusi antara Naja dan Surya. Mereka sepakat untuk berangkat bersama ke atas. Nantinya kami akan berpisah di Alas Lali Jiwo. Tapi aku tahu, disamping itu ada alasan lain mengapa Naja meminta Surya bergabung bersama kami. Untuk mengawasiku. Jika sewaktu-waktu aku tumbang lagi.

Perjalanan lima belas menit membawa kami menuju pos ketiga bernama Pos Eyang Sakri. Di tengah jalan, terdapat sebuah gubuk yang terkunci rapat. Naja bilang bahwa Di dalamnya terdapat sebuah arca. Yang pastinya itu arca Eyang Sakri. Mengingat kejadian yang menimpaku kemarin, serta jarak yang sudah dekat, kami memutuskan melanjutkan perjalanan menuju pos ke empat. Sinar matahari mulai temaram saat langkah kami tiba di pos ke empat. Pos ini bernama pos Eyang Semar.

Setibanya di pos ke empat ini, kami disambut oleh beberapa pondokan serta warung yang berdiri tersebar di beberapa titik di pos ke-empat ini. Namun kondisi pondokan di sini sedikit berbeda. Pondokan disini dibuat semi permanen. Dengan alas dan dinding dari kayu, serta atap dari jerami. Tapi tetap cukup hangat untuk peziarah ataupun pengunjung bermalam.

Diantara pondok dan warung itu, terdapat setapak yang di ujung jalannya terdapat sebuah petilasan berbentuk altar selebar empat kali enam meter, berlapis keramik berwarna hitam. Diatas altar itu terdapat sebuah Arca berlapis kain putih. Arca Eyang Semar. Yang menghadap ke arah timur, menyambut datangnya mentari setiap pagi.

Di sisi kiri-kanan nya terdapat payung mutho emas, beberapa sajen dan dupa yang sudah hampir habis. Kami memutuskan untuk bersitirahat sejenak. Naja melihat sekitaran pos empat sambil sibuk menulis di buku catatannya. Aku duduk di tepian altar memandang kearah langit.

"Sa, ngapain? Ngelamun lagi?" ucap Naja sambil duduk disampingku

"Eh Ja. Sudah selesai pengamatan?" jawabku kaget.

"Udah... Eh Sa, belakangan ini kamu kok berubah ya. Kamu sering ngelamun, tiba-tiba pingsan, manggil-manggil orang nggak jelas juga. Ada apa sih sa sebenernya? Lagi ada masalah?" Celoteh Naja penasaran.

"Anu... mm..."

"Cerita aja kenapa sih?"

"Tapi..."

"Alah kalo gamau yaudah"

"T-tunggu lah, iya-iya aku bakal cerita"

Akhirnya aku beranikan diri untuk menceritakan semuanya pada Naja. Aku mengenalnya sejak berkuliah di kota Malang, tiga tahun lalu. Naja bukan seperti kebanyakan orang yang kukenal. Dengan tubuh tinggi, wajah bersih dan keras, serta pandangan mata yang tajam, kebanyakan orang akan menilai Naja sebagai orang yang keras. Namun nyatanya Naja adalah orang yang peduli, dengan caranya sendiri.

Setiap hal yang kualami, tak luput dari sepengetahuan Naja. Dia sosok teman yang sangat bisa dipercaya. Kuceritakan semua hal yang kualami belakangan ini. Mulai dari mimpi itu-mimpi tentang Sinta-yang membuatku terlambat, sampai kejadian di pos kedua kemarin sore. Mata Naja menatap penuh selidik, menyimak dengan saksama setiap kata yang keluar dari mulutku.

"Hmm... Kalau dari ceritamu itu, si Sinta itu mirip tokoh pewayangan di epos Ramayana. Istri Sri Rama, yang diperebutkan dengan Dasamuka. Ngerti kan?"

"Ngerti Ja" siapa yang tak tau romansa Rama-Sinta yang melegenda. Batinku

"Tapi apa hubunganya kamu dengan tokoh Sinta itu ya?" Wajah Naja berubah sayu.

"Itu yang aku tidak tahu Ja. Dan tidak mau tahu" tegasku

"Yasudah, ayo kita lanjutkan, 3 pos lagi kita sampai Alas Lali Jiwo. Semoga tidak terjadi apa-apa" ucap Naja seraya bangkit. "Oh iya, kalau ada apa-apa, cerita!" ucapnya sambil berjalan pergi.

***

Selepas pos ke-empat, jalanan berubah menanjak dan curam. Setengah jam kami berjalan, kami tiba di pelataran luas dengan punden berundak tepat ditengah-tengahnya. Kami tiba disini, Pos ke lima, Makutoromo. Walau cukup cepat, perjalanan tadi cukup melelahkan. Namun semuanya terbayar kala melihat pos kelima ini.

Kibaran bendera warna hijau nampak menghiasi punden ini. Sesaji dan dupa pun berderet mengelilingi punden yang nampak sangat keramat ini. Di tengah jalan, Naja bercerita bahwa konon Dewa Wisnu-dewa dalam pewayangan-kerap bersemadi di punden ini. Pos ini juga menjadi tempat paling ideal untuk mendirikan tenda.

Walaupun puncak masih jauh, dengan adanya sumber air dan toilet bersih menjadikan pos kelima ini tempat paling ideal untuk menginap. Selain itu juga ada padepokan kayu berukuran besar yang mampu menampung puluhan orang. Dan akhirnya Naja serta Surya memutuskan untuk bermalam di pos kelima ini.

Kali ini kami tidak menginap di dalam pondok, melainkan membangun tenda sendiri. Sedangkan Surya dan rombongan memilih tidur di dalam pondok. Setelah mendirikan tenda, kami memasak perbekalan-mi instan, kopi, beras-yang sejak kemarin tak tersentuh sama sekali. Walaupun masih pukul empat sore, udara di pos lima ini sudah cukup untuk membuatku menggigil. Sejak kami meninggalkan pos kedua, kabut tebal makin sering menunjukkan eksistensinya. Tak kenal waktu, pagi siang ataupun sore.

Di sekitar kami juga banyak berdiri tenda-tenda milik pendaki lain. Kebanyakan pendaki di pos lima ini memilih membangun tenda daripada menghuni pondok. Mungkin karena pemandangan di sini menakjubkan. Sehingga sayang untuk dilewatkan. Setelah makan kami bergantian mandi dan bersih diri. Dan benar, sumber air dan toilet disini sangat bersih dan nyaman. Tak heran para pendaki betah menginap disini.

Terbukti. Pos kelima ini menyimpan sejuta kenyamanan bagi setiap mata yang ada. Saat gelap malam tiba, diatas pos lima ini, langit seakan menunjukan paras cantiknya. Taburan gemintang bagaikan padi yang disebar dipematang sawah. Indah bukan main. Rasanya enggan memalingkan mata. Walaupun semerbak aroma dupa seringkali tercium, tak sedikitpun memberi kesan mistis di sini.

"Sa, nanti kita bangun jam tiga ya. Biar bisa sampe Alas Lali Jiwo tepat waktu. Sekarang ayo istirahat dulu" ucap Naja sambil menyetel alarm di ponselnya.

Surya dan rombongan sudah lebih dahulu masuk ke dalam pondok. Akhirnya keindahan malam itu ditutup dengan tidur nyenyak. Tak ada lagi gangguan dari mimpi-mimpi aneh itu, dari Sinta. Tampaknya semua sudah berakhir. Atau mungkin aku salah. Justru semua ini baru akan dimulai.


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

hai teman-teman, mohon maaf jumat kemarin tidak sempat upload, bab selanjutnya akan diupload berkelanjutan ya.. terima kasih, happy reading

jangan lupa, vote, comment, dan share nya. terima kasih.

Nendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang