[4/6]

393 88 1
                                    

Seluruh rekan sesama pahlawan berpencar. Beberapa berpatroli di kota metropolitan Tokyo dan Kyoto. Yang kurang beruntung, harus rela menghabiskan sebulan di desa terpelosok. Todoroki sesungguhnya lega, sebab daerahnya tidak berbahaya. Kriminalitas langka. Artinya, porsi bersantai lebih banyak.

Todoroki menyukai desa mungil ini. Tradisional. Terakhir dia menyambangi kuil yang anak tangganya dari batu berlumut.

Kemujurannya bertambah tatkala menemukan penginapan plus onsen yang harganya terjangkau. Bisa dicoba sesekali selepas bekerja.

Induk semang yang tak lagi muda melayani Todoroki.

"Berkat berita kedatanganmu, berandal yang hobi berkumpul di gang jadi enggan menampakkan diri." Induk Semang berterima kasih tulus.

Todoroki menimpali dengan anggukan sopan. Dia sedang menunggu sarapan yang dipesan.

"Ini memang desa yang monoton, aktivitasnya ya itu-itu saja. Kuharap kau tak bosan," ceplos koki dari dapur terbuka di balik meja pemesanan.

"Suamiku benar. Di sini tidak tersedia mal, restoran mentereng, atau taman hiburan. Kontras dengan Tokyo yang gedungnya mencakar langit."

Induk Semang tertawa parau, netra rabun menyipit. Beliau yang bercelemek berikutnya menghidangkan segelas teh.

"Kalau boleh promosi, keponakanku punya toserba eksentrik. Berkunjunglah saat butuh sesuatu."

Todoroki membalas dengan 'ya', urung menampik dengan fakta dirinya mustahil mati kutu. Selama ramen instan diproduksi dan minimarket tak kehabisan stok, Todoroki akan hidup.

.

.

Choco menggonggong mengejar kupu-kupu kuning yang mencolok di gelapnya petang. Kendati lajunya tak secepat dulu, Choco tetap periang.

Todoroki di belakang mengikuti. Dia selesai mengitari kota dari siang. Membantu warga membetulkan jembatan dan mengatasi problem sepele. Bukan bidang keahliannya, namun Todoroki tak mau membiarkan mereka kerepotan.

Memasuki halaman rumah, Todoroki mengernyit.

Di depan pintu, tergeletak sekeranjang bingkisan. Isinya roti tawar, selai, dan buah-buahan. Todoroki membungkuk mengambilnya, kemudian membaca surat yang menempel di plastik pembungkus.

Dari Induk Semang dan keluarga.

Nuansa lembut memenuhi rongga dada. Orang baik.

Dia tersenyum samar, mengeluarkan kunci. Mimpinya sesederhana hendak mengistirahatkan badan, sebelum sayup-sayup suara perempuan di ujung jalan sana menginterupsi gerak tangannya.

Insting melindungi terpanggil. Todoroki menggendong Choco ke dalam, mengunci rumahnya dan melacak keberadaan manusia yang diduga korban.

 Todoroki menggendong Choco ke dalam, mengunci rumahnya dan melacak keberadaan manusia yang diduga korban

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝗲𝗻𝗰𝗵𝗮𝗻𝘁𝗲𝗱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang