[6/6]

681 99 20
                                    

Desa tempat Todoroki ditugaskan adalah jembatan antara dua desa lain. Mudah bagi lokasi ini didatangi penjahat luar.

Terlebih, kemarau berkepanjangan menyebabkan beberapa desa kecil gagal panen. Hal ini mendorong tingkat kriminalitas yang terjadi. Sebelum paceklik, sesungguhnya desa jarang melaporkan kejahatan.

Faktor pokok yang melandasi pastinya krisis pangan. Mereka terpaksa melakukannya demi makanan. Todoroki mendengarnya setelah membawa mereka ke kantor berwenang.

Dia berencana mendiskusikan soal pembagian bantuan dengan petinggi sesegera mungkin.

.

.

Perempuan tersebut mengenakan kemeja bermodel serupa dengan yang dahulu, berwarna lembut. Dia memakai rok rimpel sebagai bawahan. [Name] menuangkan teh ke cangkir Todoroki, mengulangi untuk dirinya sendiri.

Mereka duduk berhadapan, meja persegi dengan taplak bersih menjadi penghalang.

"Terima kasih."

"Aku yang harus mengatakannya," [Name] tertawa ringan. "Kau menyelamatkanku semalam."

Todoroki menyetop tegukan. Dia menghela napas singkat. "Tapi kau jadi gatal-gatal. Itu salahku."

"Bukan salah siapa-siapa aku alergi dingin."

Pemuda bermata abu-abu dan biru termenung. Ia menurunkan cangkir ke tatakan, kemudian meletakkan tangan bertumpuk di meja.

"Padahal kau punya peluang, mengapa tidak melawan mereka?" tanyanya berusaha tidak terdengar merendahkan.

Sang gadis tampak terkesiap, mengerjapkan kelopak. Ia lantas menelengkan leher.

"Kau mengejek? Semuanya pria kekar bersenjata."

Seketika Todoroki menggeleng, tak memiliki intensi seperti itu.

Dia menyusun kalimat per kalimat dalam benak. Napas ditarik, yang ini panjang dan berfungsi merilekskan.

Todoroki memandang lurus wajah teduh [Name].

"Kau memiliki sihir一sebuah kekuatan. Mengubah keputusan orang, membaca pikiran mereka, mengacaukan kewarasan mereka. Bukankah itu quirk-mu, [Surname]? Potensinya besar...."

Todoroki menyebut berdasarkan pengalamannya.

Andai resistansinya dulu kuat, mungkin Todoroki takkan sejauh ini dipengaruhi magi yang dikuasai [Name]. Tapi, dia memang jatuh ke lubang kelinci setelah mewanti-wanti agar tidak terjebak.

Perempuan terkait terbengong-bengong. Jeda beberapa detik, dia menyunggingkan senyum tipis.

Todoroki kaku. Senyum yang menawan lagi.

"Perspektif yang unik." [Name] menyelipkan rambut yang tergerai ke belakang telinga.

"Todoroki-san, aku ini quirkless."

Pria yang dijamu membeliak. Netra heterochrome mencari letak kebohongan yang tersirat, namun yang iaperoleh hanya kejujuran dari sosok menghanyutkan [Name].

[Name] meneruskan tanpa reaksi berarti, "Mayoritas warga di sini pun sama. Memperjelas anggapanmu, aku tak mempelajari ilmu sulap-menyulap."

Lelaki tampan tersebut diam.

"Soal kalung Choco ... kau melamun menatap foto anjingku yang ada di pigura. Aku menerjemahkan ekspresi sedihmu."

Mereka menghening. Furin kembali berbunyi nyaring, angin sepoi-sepoi menggerakkan bandulnya.

[Name] menaikkan muka, bertemu dengan sepasang permata berbeda.

"Tetapi, jika kau lebih nyaman melihatku dengan image itu, kurasa tak apa." Ujarnya setengah bergurau.

.

.

Ada sebuah sihir, yang Todoroki percaya atau tidak, eksis.

Hal itu terbukti setiap dia memperhatikan mata obsidian [Name] yang menyipit tatkala bibir melengkung. Saat suara femininnya menyapa telinga begitu memasuki toko tak bernama.

Segalanya berujung satu一keinginan untuk mengunjungi.

Sekadar menilik aksesori yang digantung di dinding, mendengar kotak musik antik di lemari pajangan, meminum teh racikan andal yang wanginya memabukkan. Intinya, Todoroki selalu berniat ke sana lagi.

Namun, perjalanannya telah mencapai final. Todoroki harus pulang besok pagi. Dia meninggalkan banyak memori di desa tradisional yang ramah.

Kapan-kapan, Todoroki akan meluangkan waktu mampir kemari.

.

.

"Aku tidak pandai mengomentari jukstaposisi, tapi penempatan warna merah dan putih di rambutmu merupakan seni yang indah."

[Name] memberikan salam perpisahan yang tidak biasa.

Soba instan berbungkus-bungkus di genggaman Todoroki. Pemuda mengangkatnya dengan raut bingung. Ini ... topik konversasi dan hadiah yang diterima benar-benar tidak nyambung!

Todoroki menengadah, menagih asal-usul munculnya ide tentang soba.

Sementara, sang 'Penyihir' dengan santai memiringkan kepala, mengetuk pelipisnya.

"Aku mengintipmu."

[end]

𝐝𝐢𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐢𝐡𝐢𝐫 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐛 𝐝𝐢𝐚 𝐣𝐚𝐭𝐮𝐡 𝐡𝐚𝐭𝐢

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝐝𝐢𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐢𝐡𝐢𝐫 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐛 𝐝𝐢𝐚 𝐣𝐚𝐭𝐮𝐡 𝐡𝐚𝐭𝐢

𝗲𝗻𝗰𝗵𝗮𝗻𝘁𝗲𝗱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang