Satu

20 1 0
                                    


“Woy! Ngelamun mulu, gak bosen lo?” pertanyaan itu hanya kujawab dengan senyum sendu,

“iya nih, lo masih mikirin dia ya?” tanya salah satu temanku,

“hmm bisa jadi” jawabku sembari mengehela nafas,

"gue selalu yakin dia punya alasan” ujar mereka secara bersamaan melanjutkan apa yang selalu kukatakan setelahnya.

Ya, memang selalu itu yang terlontar dari mulutku tiap kali kami sedang membahas dia.

Oh! Aku lupa memperkenalkan diri, namaku Fhira tepatnya Gielfhira. Dan yang tadi adalah kedua sahabatku sejak SMP, Ruri dan Seila.

Kini kami tengah berada di kedai kopi dekat sekolah, menikmati hari - hari penat setelah melewati berbagai ujian.

Tapi sama sekali aku tidak menikmati suasana, dalam keramaian saja kepalaku masih penuh dengan berbagai kesedihan. Bagaimana cara menghilangkannya? Apa kalian punya saran untuk manusia menyedihkan seperti aku?

“katanya kebahagiaan itu ada didalam diri kita, tapi kenapa gue sama sekali gak nemuin itu?” tanyaku,

mereka belum menjawab hanya saling melirik.

“kenapa? Pertanyaan gue ada yang salah?” tanyaku lagi, mereka berdua menggeleng tapi masih tetap terdiam.

“terus kenapa pada diem?” tanyaku lagi,

“heran aja tiba-tiba nanya gitu, menurut gue lo bukan gak nemuin kebahagiaan tapi hati lo terlalu larut dalam kesedihan gara-gara dia pergi” jawab Seila.

Kami semua kembali terdiam, dan aku kembali pada pikiranku. Seila benar, aku terlalu memikirkam kesedihan tanpa liat kebahagiaan disekitar. Tapi sama sekali rasa hancur itu tak kunjung hilang.

Tak lama ada pesan masuk dalam ponselku ternyata dari mama yang menyuruhku cepat pulang. Aku pun segera pamit pada Ruri dan Seila untuk pulang lebih dulu.

“gapapa nih gue balik duluan?” tanyaku, “elah santai kali, lagian nyokap lo yang nyuruh pulang masa kita marah” ujar Ruri,

“iya Fhir, btw lo baliknya naik apa?” tanya Seila, “udah pesen gojek tadi, kayaknya udah sampe duluan ya” pamitku.

Sesampainya dirumah ku lihat rumahku ramai, sepertinya sedang ada tamu. Aku pun bergegas masuk dan benar saja ternyata memang ada tamu.

“Assalamualaikum, Fhira pulang” salamku, “waalaikumsalam sayang, nah ini jeng anakku” jawab Mama dilanjut memperkenalkan aku pada temannya,

“Fira, ini tante Ratu sahabat mama yang pernah mama ceritain ke kamu” jelas Mama, aku pun salam dan tersenyum kemudian izin untuk berganti pakaian.

Di kamar aku langsung merebahkan tubuhku, ah rasanya lelah sekali hari ini padahal tidak melakukan hal berat yang terjadi.

Setelah ganti baju, aku pergi ke perpustakaan mini dirumahku. Di tempat ini terkadang aku menenangkan diri selain di kamar. Satu novel berjudulkan “Merayakan Kehilangan” entah mengapa aku terbesit untuk membaca buku itu.

Ketika sedang asik membaca tiba-tiba ada yang mengejutkanku, kakak laki – lakiku sungguh menyebalkan.

“apa sih kaaa ganggu aja” seruku, “ya abis serius amat, tuh ada si Dewa nungguin daritadi katanya dia nelfon lo tapi ga diangkat” jawabnya,

“hp gue dikamar” balasku sembari menutup buku lalu pergi menemui Dewa.
















Wah, Dewa siapa ya kira-kira? Apakah Dewa adalah 'dia' dimasa lalu Fhira? Atau bahkan orang baru yang menemani hari-hari menyedihkannya? Jawabannya ada di bagian selanjutnya!

Setia menunggu ya teman-teman, seperti halnya kalian setia menunggu sang pujaan hati xixixii.

Salam, oceoceta.💛

U S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang