Teman Biasa

41 7 9
                                    

Aku dirimu, dirinya tak akan pernah mengerti tentang suratan
Dia untukmu adanya tak akan aku sesali
Cinta takkan salah
Aku dirimu, dirinya - Kahitna

***

Leana melambaikan tangannya, menatap antusias pada sosok Zas yang berlari ke arah mereka. Cowok itu kelihatan segar, rambutnya di tata rapi, poninya dengan manis bertengger di atas kacamata. Tidak berlebihan, tidak menutupi mata. Sangat pas dengan senyum lucu Arghizas.

"Untung lo cepet dateng, Zas. Gue mati sama lelucon garing Reza yang sama sekali nggak mutu." Gadis itu tersenyum lucu, kemudian memeletkan lidahnya ke arah Reza.

"Halah, lo ketawa kan tapi? Bilang aja nggak sanggup menghadapi pesona gue lama-lama. Pake ngeledek garing segala. " Reza mengedipkan matanya, semakin gencar menggoda Leana. Selain garing, genit adalah nama tengahnya. Jadi Reza Garing Gening Atmaja.

"Genit lo. " Zas menoyor kepalanya, dengan sengaja menggeser badan Reza. Mau duduk di depan Leana.

"Duduk di samping napa sih, Zas?" Reza sewot, tapi anak itu bangkit juga, merelakan kursinya ditempati Zas.

"Mager. "

"Udah makan, Zas?" Zas menggelengkan kepalanya "Ya udah buruan pesen. Mumpung masih setengah 7." Leana menyerahkan buku menu, menyuruh Arghizas untuk segera memesan.

"Sama kayak lo aja, pesenin ya. " Dia malas berpikir, dan biasanya selera mereka sama.

"Oke." Kemudian Leana bangkit dari duduknya, berjalan cepat menuju stan soto yang tadi dimakannya juga.

"Manda mana, Zas?" Reza bertanya sambil menengguk es tehya, buburnya sudah habis. Zas dapat melihat bahwa temannya itu sudah menghabiskan 2 mangkok bubur ayam. Arghizas hanya geleng-geleng kepala, tambah satu lagi julukan Reza. Rakus.

"Tadi ke toilet katanya." Zas jadi ingat pacarnya, matanya memandang ke arah Amanda tadi melangkah, apa dia sudah benar-benar sarapan? Mereka tadi pergi jam enam, masih sangat pagi.

"Eh gue pesenin Manda juga deh. Siapa tahu dia mau sarapan. " Zas bangkit dari duduknya.

"Tadi nggak pesen?"

"Enggak, udah makan katanya. " Bertepatan Arghizas melangkah, Leana datang membawa senampan soto beserta minumannya.

"Mau kemana, Zas?" Tanyanya sambil meletakkan nampan di meja.

"Pesenin Amanda. " Oh

"Mau pesen apa?"

"Salad ada nggak ya? Amanda suka sarapan sehat. "

"Ada kok, gang dua stan sama soto. " Ucapanya sambil menunjuk stan yang bertuliskan salad dan es buah itu.

"Oke gue pesen dulu. " Arghizas baru akan melanjutkan langkah, tapi lagi-lagi ditahan oleh suara Leana.

"Gue pesenin deh, Lo makan aja. Keburu siang, Zas. "

"Nggak papa nih?" Arghizas ragu, tapi Leana benar juga, lagian dia udah lapar.

"Iyaa santaii. " Leana tersenyum menenangkan, Arghizas ikut tersenyum juga. Mereka berpandangan dan Leana semakin merasa ini sebuah kesalahan. Dia segera berbalik.

"Oke tolong pesenin ya, Na, kalau gitu. Thanks lagi. "

"Sip. " Dan Leana pergi dengan senang hati, tidak peduli ia memesan makanan buat siapa. Yang penting Zas tersenyum bahagia. Leana suka kalau dia menjadi alasan Zas tersenyum, walau sekedar untuk hal sepele seperti ini.

***

"Manda, beneran udah sarapan? " Mereka berempat duduk bersama, sebenarnya Amanda tidak ingin menyusul mereka. Tapi mau bagaimana, Zas pasti akan bingung mencarinya. Mencerca dia dengan berbagai pertanyaan tadi dimana.

"Udah, Zas. "

"Yah sayang lho saladnya, tadi Lea udah ngantri mesennya. " Sayang saladnya apa Lea-nya, Zas? Perih, tapi Amanda tidak bisa berhenti bertanya dalam pikirannya.

"Ya salah sendiri aku kan udah bilang, aku udah sarapan." Amanda tidak sadar, nada bicaranya sedikit lebih tinggi dan itu menimbulkan kerutan di dahi Leana dan Reza, Arghizas juga.

"Ya maaf. Yaudah aku yang makan. " Tidak mau Amanda semakin bad mood, Arghizas mengalah.

"Ya nggak usah di makan, Zas. Kamu kan nggak suka. Dibuang aja. "

"Kan sayang Manda, banyak yang nggak bisa makan masa kita buang makanan?" Arghizas dan segala kepeduliannya, Amanda benci. Dia semakin merasa kalau mereka memang tidak cocok.

"Sini deh, aku kasihin ke anak-anak aja, siapa tahu ada yang mau. " Leana mencoba menengahi, dia seperti mencium bau pertengkaran. Tidak tahu sedang ada masalah apa antara Zas dan Amanda, sepertinya mereka memang sedang tidak baik-baik saja. Amanda memang tidak ramah, tapi dia juga tidak pernah marah-marah seperti ini.

"Nggak usah, sini aku makan nanti. " Amanda merebut salad di tangannya, gadis itu bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan mereka.

"Lagi berantem, Zas?" Reza bertanya

Arghizas hanya mengendikkan bahu, dia juga tidak tahu kenapa Amanda jadi begitu? Sedang ada masalah di rumah? Nanti dia akan bertanya, dan mungkin sedikit menghiburnya.

"Sorry ya, kalian ikut-ikutan kena. Ya udah yuk, kayaknya mau dimulai upacara pembukaannya. "

Leana melihat Arghizas yang kecewa, ada juga kekhawatiran yang nampak jelas di raut pemuda tinggi itu. Yang buat Leana semakin menyadari, bahwa Amanda memang penting sekali.

***

"Na, gimana tadi?" Arghizas dengan rasa penasaran adalah yang paling menawan. Seluruh bimbang Leana terasa hilang. Dia tertawa sekarang, buru-buru menghampiri Arghizas yang juga sedang terburu menghampirinya. Cowok itu benar-benar tidak sabar.

"Ya gituuu, Zas. Susah banget. Aku nggak ngerti yang nomor 2. Hukum kepler digabungin sama mekanika kuantum yang rumit abis. Soalnya aja aku nggak ngerti apalagi jawabannya. " Leana mencerocos tanpa henti, ekspresinya berapi-api. Kalimatnya penuh kesal, tapi Arghizas dapat melihat binar senang di matanya.

"Iyaa. Gue juga nggak ngerti yang itu. Ntar dicari bareng-bareng ya, Na."

Leana mengangguk-angguk lucu, dengan gemas Arghizas mengacak-acak rambutnya.

"Apasiih, Zas?" Tambah lucu, bibir gadis itu mengerucut. Tangannya dengan cepat menyingkirkan tangan Arghizas dari rambutnya.

"Susah ni rapiinnya."

"Halah kayak pernah rapi aja." Zas ketawa puas

"Gini-gini gue selalu prima ya kalau soal penampilan." Leana benar, dalam hati Zas mengiyakan. Cewek itu selalu kelihatan manis, wajahnya tidak pernah kusam. Rambutnya selalu ditata indah, dan senyumnya itu, gemesin lucu. Paripurna sudah penampilan Leana.

"Iya iya, yang miss fashionista. " Leana hanya tertawa, begini saja dia sudah bahagia. Berbicara dengan Zas, menatap matanya, menjawab pertanyaannya, dan menanggapi ledekannya yang hanya untuk Leana.

Boleh tidak sih dia mulai berharap? Itu kejam, kan? Zas punya Amanda, dan cintanya memang hanya untuk Amanda. Leana bukan siapa-siapa, hanya teman biasa yang sering menghabiskan waktu bersamanya.

AmigdalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang