"MAMI TUH KENAPA SIH?!"Mendengar teriakan cewek tersebut, Wonpil menghela napasnya kasar. Ia tahu bahwa ini tidak akan mudah.
Cewek tersebut menghentakkan kakinya kesal. Ia melirik tajam ke arah Wonpil, Wonpil yang dilirik langsung mengarahkan matanya ke bawah lantai.
Merasa cewek tersebut sudah pergi dari hadapannya, Wonpil baru bisa bernafas lega dan mendongakkan kepalanya. Ia melihat sekitar dan sudah tidak ada siapa-siapa.
Tiga puluh menit berlalu dan Wonpil masih menunggu anak tersebut turun dari kamarnya. Jam menunjukkan angka delapan kurang. Seharusnya sesi kursus mereka sudah mulai sedaritadi, tetapi apa daya? Tidak ada tanda-tanda kehidupan bahwa anak tersebut akan turun.
"Bi.. Bi.." Wonpil memanggil ART yang tadi melayaninya.
"Iya Masnya?"
"Bisa panggilin anaknya Madam? Seharusnya kita udah mulai kursus pianonya daritadi.."
"Gak usah dipanggil. Gue udah disini."
Mendengar suara yang tak Wonpil antisipasi membuatnya langsung melihat ke arah sumber suara tersebut. Anak yang ia tunggu kini sudah turun dengan rambut yang masih basah dan ia memakai baju yang siap ia gunakan untuk tidur.
Ingin tak membuang waktu banyak, Wonpil berdiri dan terlebih dahulu mengulurkan tangannya guna berkenalan.
"Saya Wonpil."
"Enzy," jawabnya sambil membalas uluran tangan Wonpil sedetik lalu ia tarik kembali.
Wonpil yang diperlakukan seperti itu sedikit canggung. First impression Wonpil terhadap Enzy tidak terlalu baik. Wonpil melabel Enzy sebagai anak yang arrogant.
"Saya guru kursus piano kamu."
Enzy tidak menanggapi perkenalan Wonpil sebagai gurunya, ia langsung mengambil tempat untuk duduk di bangku tempat bermain piano. Segala rentetan lagu pemula untuk pemain piano ia lakukan. Mulai dari Chopstick, The Blue Dabe, Canon in D sampai Ode To Joy.
Wonpil terdiam. Ternyata Enzy sudah mempunyai basic bermain piano, jadi Wonpil tidak usah bersusah payah mengajari Enzy dari awal. Ia cukup mengajari Enzy ke tahap selanjutnya.
Selesai mendengar permainan Enzy, Wonpil mendekati Enzy dan menaruh buku berisikan partitur yang sengaja ia siapkan untuk pembelajaran kursusnya.
Enzy melihat ke arah Wonpil yang kini membukakan buku tersebut dan menyajikan partitur lagu berjudul William Tell Overture karya Gioachino Rossini.
"Coba mainin lagu ini," pinta Wonpil baik-baik.
Enzy tidak langsung memainkan lagu yang jelas partiturnya berada tepat di hadapannya. Ia memilih untuk mengambil handphonenya dan mencari sesuatu. Wonpil kepo, jadi ia sedikit mencuri pandangan ke arah handphone yang digunakan oleh Enzy. Beberapa detik kemudian, terdengar lagu yang Wonpil suruh untuk Enzy mainkan.
Pada awalnya Wonpil bingung, tetapi setelah melihat Enzy yang mendegar lagu tersebut secara seksama lalu mencoba untuk memainnkannya membuat Wonpil tau satu hal. Enzy adalah tipikal orang yang belajar lewat visual. Dan satu lagi fakta yang Wonpil ketahui, Enzy tidak bisa membaca partitur.
Enzy hanya perlu mendengar dua sampai tiga kali lagu tersebut untuk bisa memainkan lagunya tanpa melihat partitur dan mendengarkan kembali lagu tersebut. Walau ada beberapa bagian yang miss, tetapi itu tidak masalah.
Selain hal tersebut, ada satu yang menganggu Wonpil. Rambut basah dari Enzy. Air berkucuran turun dari rambut Enzy yang membuat piyama yang digunakan Enzy menjadi basah.