Gelap.
Itulah yang dirasakan seorang gadis bernama [full name]. Ya, dirasakan. Bukan hanya dilihat semata, ia bisa melihat anggota tubuhnya di tempat hitam itu. Namun, cahaya mulai perlahan menelan tubuhnya. Ia kembali tersadar.
Untungnya kamar tidurnya gelap saat ini. Cahaya yang ada hanya bersumber dari jendela yang tertutup gorden hitam. Ya, sejak kejadian itu [name] memang lebih suka dilingkupi kegelapan dibanding cahaya.
Kegelapan membuatnya nyaman. Itu sebabnya meski ia telah tersadar sepenuhnya ia memilih untuk tetap memejamkan matanya sejenak. Tangan mulusnya bergerak perlahan meraba dada di mana jantung itu berdetak.
Sudah tertutup sempurna. Lalu tangannya beralih pada solar plexusnya. Bagian itu juga sudah tertutup rapi tanpa bekas. Itu artinya ia sudah sembuh.
Bibir ranumnya menghela napas lega begitu mengetahui fakta tersebut. Pertarungan dengan oni kemarin subuh berhasil membuat solar plexusnya terluka parah. Juga tempat jantungnya berdetak mengalami luka cukup dalam.
Suara ketukan di pintu mengusik ketenangannya. [Name] memilih mengabaikannya. Tetapi, ketukan itu malah semakin bertubi-tubi.
Akhirnya, dengan malas [name] berjalan membukakan pintu. "... haaah... siapa sih..?"
***
Tomioka Giyuu termangu sejenak. Semburat merah menjalari kedua pipinya hingga ke telinga. Di hadapannya, [name] membukakan pintu dengan penampilan yang agak 'seadanya'.
Surai [hair color] yang diikat model messy bun terlihat jauh lebih berantakan dari biasanya. Seragamnya agak lecek dan lapisan luar kancingnya tidak terpasang beberapa.
[Name] menatap Giyuu dengan ekspres malas—terlihat dari matanya yang agak sayu. "Oh, Giyuu-san 'ya? Ada apa?" Tanya-nya sambil mengancingi seragam luar-nya.
"... itu... para pilar sedang berkumpul di kedai makan yang barusaja buka. Dan, aku ingin mengajakmu kesana."
[Name] mengedipkan matanya beberapa kali sebelum menjawab. "... aku malas... lainkali saja 'ya?"
"Yah, padahal aku mengajakmu agar kau bisa akrab dengan para pilar. Sebentar lagi 'kan kau akan menjadi pilar."
[Name] mengeluarkan desahan malas yang cukup panjang. "Ahh... kubilang aku malas. Lagipula aku tak berminat untuk jadi pilar. Untuk apa aku harus akrab dengan mereka..?"
Giyuu menghela napasnya berat. "Kau tahu? Sulit bagiku untuk menjelaskan ini..." pilar air lalu mendekatkan posisinya sedikit pada [name] hingga kepalanya tepat berada di samping telinga [name].
"Tapi... akan kujelaskan," [name] mengerang pelan sebagai tanda menyimak. "Sebenarnya aku sengaja mengajakmu agar aku tak sendirian di sana."
"Memangnya kau tak punya teman?" Tanya [name] terus terang nan datar.
"Bukannya aku tak disukai para pilar atau tak punya teman. Hanya saja, Shinobu Kocho akan ada di sana, aku malas jika harus berurusan dengannya yang terus-terusan mengejekku. Kalau kamu ikut, setidaknya aku ada teman—dan itu bisa mengalihkan perhatianku."
"Kalau begitu tak usah datang," jawab [name] datar.
"Eh? Tapi—" Giyuu sedikit menjauh dari [name] sebagai respon dalam bentuk keterkejutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nostalgia (Sanemi x Reader)
FanfictionNostalgia. Perasaan hangat saat mengingat atau mengenang kembali masalalu. Terasa indah namun menyakitkan. Bagai belenggu yang mencegah seseorang untuk maju menghadapi takdir yang membentang. Bagi Sanemi, perasaan itu terlampau indah nan berharga. J...